Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajah Merona Tenun Bali

Kompas.com - 26/08/2014, 18:07 WIB

Kejayaan endek juga dirasakan pemilik tenun ikat sekar jepun, Etmy Kustiyah Sukarsa, yang memproduksi endek sejak 1985. Presiden Megawati Soekarnoputri pernah memesan endek sekar jepun. ”Saya tidak berambisi menerima pesanan ribuan meter. Saya jual seni,” kata Etmy sambil menunjukkan pesanan endek dari desainer Didiet Maulana.

Rona endek digenapi kreasi tenun patra desainer tekstil I Gusti Made Arsawan yang dua tahun terakhir menggarap teknik ikat, colet, dan cat semprot (air brush) dalam pewarnaan benang pakan. Dengan mempertahankan ”rancang bangun” tenun endek, I Gusti Made Arsawan mengadopsi berbagai pakem pepatra ukiran arsitektur Bali sebagai motif. Setiap motifnya yang ditenun tunggal pun naik catwalk.

”Dengan air brush, kami bisa mewarnai benang pakan dengan belasan warna, membuka kemungkinan untuk motif yang lebih rumit dan detail,” kata I Gusti Made Arsawan. Ia juga berkolaborasi dengan para desainer, seperti Edward Hutabarat, Samuel Wattimena, dan Didiet Maulana.

Endek karya Ida Bagus Adnyana, pemilik perusahaan tenun Putri Ayu di Gianyar, pun dipinang menjadi busana para pemimpin negara peserta KTT APEC. Ida Ayu Selly Fajarini, istri Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, seperti seorang ”duta endek”, getol mengenakan kain endek untuk berbagai busana kasual rancangannya. ”Endek produksi massal kompetitif dalam harga dan nyatanya cocok diolah menjadi beragam busana sehari-hari. Sementara endek kualitas terbaik, seperti tenun patra, naik daun diburu para sosialita kita,” kata Selly.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG Para perempuan mengenakan kain tradisional saat melaksanakan upacara keagamaan di Pura Geriya Tanah Kilap, Denpasar, Bali. Kain-kain tradisional Bali menjadi bagian tidak terpisahkan dalam berbagai upacara keagamaan.
Beberapa tahun terakhir, rona endek didera persaingan harga murah, cemerlang, dan halusnya tenunan dari Troso, Jepara. Minat para penenun Troso menenun motif endek membuktikan endek tengah merona dan terus naik daun. Namun, tak terelakkan, harga kompetitif yang ditawarkan para penenun Troso membuat para penenun endek di Bali merana kehilangan pasar.

Sujani bersaksi tentang kelesuan para penenun di tengah meronanya endek di catwalk dan pasar kain di Bali. ”Para perajin saya masih menenun karena saya tidak tega menutup pabrik. Omzet kami relatif impas dengan ongkos menjalankan pabrik Berdikari,” kata Sujani.

I Gusti Made Arsawan, pemain yang justru sedang menikmati naik daunnya endek kualitas premium, juga mengkhawatirkan nasib tenun endek klasik. ”Jika endek tenunan Bali diperlakukan sekadar tenun produksi massal, apa nilai lebihnya dibandingkan dengan tenunan Troso? Tradisi endek hanya akan selamat jika ia dikembalikan keberadaannya sebagai warisan budaya,” ujar I Gusti Made Arsawan. (Mawar Kusuma/Cokorda Yudistira/Aryo Wisanggeni)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com