Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepetak Meksiko di Kebun Raya Bogor

Kompas.com - 07/09/2014, 09:50 WIB
SEKELOMPOK pengunjung bergantian berfoto di depan tetenger merah bertuliskan Taman Meksiko di Kebun Raya Bogor, Minggu (31/8/2014). Mereka juga berfoto di depan patung-patung dari kaktus. Ada satu patung kaktus yang menyerupai perempuan menari. Ada tiga patung kaktus yang menyerupai kelompok musik trio. Dua patung adalah lelaki memakai sombrero—topi khas meksiko—dan satu patung adalah perempuan.

Di kawasan yang mungkin seluas setengah hektar itu sarat tumbuhan asal gurun Amerika dan Asia. Di sini ada 100 jenis kaktus, agave, yucca, dan sukulen yang berbeda bentuk dan warna batang, bunga, dan ukuran duri.

Misalnya, agave karibia atau si pedang berduri. Bentuk daun seperti pedang yang pada bagian mata atau ujung adalah duri. Ada juga Agave latifolia Karw yang berdaun merah-nila, Agave vivipara L yang di kedua sisi daun penuh duri, Agave americana L var striata yang berdaun hijau, tetapi kedua tepinya kuning, dan Agave potatorum Zucc.

Ada kaktus Cereus repandus (L) mill yang sisi batang berduri dan dalam berongga bahkan bisa menggelembung saat berisi air untuk hidup bulanan bahkan tahunan.

Semua tumbuhan gurun itu ditata pada lahan yang diberi kerikil dan karang putih, krem, marun, dan hitam. Penataan itu membuat Taman Meksiko bernuansa gurun sehingga paling berbeda di antara lokasi lain dalam kawasan seluas total 87 hektar dan bernama resmi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu.

Taman Meksiko berada di sisi selatan. Areal ini berbatasan dengan dinding pagar di sisi Jalan Otto Iskandar Dinata atau biasa disingkat Otista. Untuk itu, Taman Meksiko paling mudah dicapai dari gerbang utama di depan Simpang Suryakancana yang merupakan pertemuan tiga ruas jalan, yakni Otista, Juanda, dan Suryakancana.

Jalur refleksi

Di sisi utara atau sekitar 2 kilometer dari Taman Meksiko ada Taman Koleksi Tumbuhan Obat. Kalau di Taman Meksiko bisa asyik berfoto dengan nuansa berbeda, di Taman Koleksi Tumbuhan Obat adalah saatnya menyelami kesehatan.

Di sini ada jalur refleksi berupa trotoar yang terbuat dari susunan batu. Berjalanlah tanpa alas kaki. Yang terasa amat sakit di telapak kaki mungkin itu tanda kondisi kesehatan kurang baik. Sakit juga merupakan tanda bahwa saraf-saraf sedang dirangsang untuk berfungsi baik.

Jangan khawatir terjatuh. Di jalur refleksi yang merupakan lintasan melengkung sepanjang 25 meter itu tersedia pegangan di sisinya. Sayang, jalur itu seharusnya ditambah sehingga berbentuk lingkaran utuh. Dengan demikian, satu kali berjalan keliling jalur refleksi mungkin bisa disetarakan dengan pijatan yang cukup bagi saraf-saraf telapak kaki.

Menurut informasi dari KRB yang mengutip Badan Kesehatan Dunia (WHO), 8 dari 10 warga mengandalkan perawatan kesehatan pada obat tradisional yang adalah ekstrak tumbuhan.

KOMPAS/PRIYOMBODO Masakan meksiko yang ditawarkan Grand Garden Cafe & Resto di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, Jumat (5/9/2014).
Untuk itu, rasanya amat bermanfaat jika ke Taman Koleksi Tumbuhan Obat sekaligus menambah pengetahuan tentang tanaman di sini. Misalnya, akar alamanda, jeruju gunung, daun tapak dara, dan kulit buah mahkota dewa yang merupakan bagian tanaman yang bermanfaat untuk bahan obat kanker payudara, rahim, otak.

Di taman ini tumbuhan obat dikelompokkan menjadi sembilan tema atau khasiat. Untuk sakit kelamin dan kulit, pernapasan, pencernaan dan organ dalam, otot dan tulang, kewanitaan, aromatik, afrodisiak tonikum stimulan, kanker, serta penawar racun

Di KRB, sebagian tumbuhan obat memang sengaja ditanam sebagai upaya pelestarian. Ada juga yang tumbuh alami, misalnya tapak dara, kuwalot, dan tempuyung. Karena mudah tumbuh dan banyak ditemukan, tumbuhan-tumbuhan itu biasanya dianggap liar, disepelekan, kurang diperhatikan, atau malah dibinasakan karena dianggap pengganggu. Padahal, khasiat sebagai bahan obat cukup potensial.

Tapak dara, misalnya, mengandung tidak kurang 100 alkaloida yang dikembangkan menjadi senyawa antikanker dan obat gangguan jantung.

Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya LIPI Didik Widyatmoko mengatakan, KRB mengoleksi 21 persen tanaman langka Indonesia dan dunia yang bermanfaat bagi kehidupan sebagai bahan pangan dan obat.

Sejarah membuktikan, keberadaan KRB yang menyatu dengan Istana Bogor membuat ”Kota Hujan”, yang dulu bernama Buitenzorg (tanpa masalah) dan sempat menjadi ibu kota Hindia-Belanda, merupakan mutiara indah di bumi timur.

Tentu jasa Prof DR CGC Reinwardt, botanikus asal Jerman yang menetap di Bogor awal abad ke-19 patut dikenang. Dari dialah KRB lahir, yakni dimulai dari lahan seluas 47 hektar untuk penelitian berbagai tumbuhan di belakang Istana Bogor. Pada 18 Mei 1817, berdirilah Lands Plantentium atau Hortus Botanicus Bogorriensis yang seiring waktu menjadi KRB.

Jika datang dengan naik kereta rel listrik Commuter Line, turunlah di Stasiun Bogor. Kemudian lanjutkan perjalanan dengan naik angkutan kota 02 (merah) Sukasari-Merdeka dan turun di Simpang Suryakancana. Belilah tiket masuk Rp 15.000 per orang yang sudah termasuk donasi Rp 1.000 untuk Palang Merah Indonesia. Untuk turis mancanegara, tiket bertarif Rp 25.000 per orang.

Jika datang naik bus tujuan akhir Terminal Baranangsiang, turunlah di sana. Kemudian, mari berolahraga jalan menyusuri Jalan Pajajaran dari Terminal Baranangsiang sampai Tugu Kujang lalu belok ke Jalan Otista sampai gerbang utama. Pilihan lain, menyeberangi Tugu Kujang dan masuk dari pintu empat (sisi timur) di Jalan Pajajaran di seberang Institut Pertanian Bogor Kampus Baranangsiang.

Jika membawa sepeda motor, bisa parkir di gedung di samping gerbang utama bertarif Rp 5.000 per unit. Bisa juga parkir di Plaza Bogor atau Pasar Bogor di dekat gerbang utama dengan tarif yang bisa saja lebih mahal atau malah lebih murah.

KOMPAS/PRIYOMBODO Suasana santap siang di Grand Garden Cafe & Resto di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, Jumat (5/9/2014).
Yang datang dengan mobil pribadi bisa parkir di Jalan Juanda mulai dari seberang Gang Selot sampai di seberang Kantor Pajak Pratama Bogor. Bisa juga parkir di gedung-gedung di sekeliling KRB yang menyediakan area parkir.

Di dalam KRB, jika enggan berjalan untuk berkeliling, bisa naik mobil wisata bertarif Rp 10.000 per orang. Bisa juga sewa sepeda bertarif Rp 15.000-Rp 25.000 per jam dengan syarat tambahan meninggalkan kartu identitas sebagai jaminan.

Di KRB ada beberapa kafe dan restoran. Ada juga pengasong es krim, bola, dan kudapan yang adalah anggota koperasi pegawai. Jika tidak mau jajan, bawalah bekal dan nikmatilah bersantap bersama keluarga atau teman di lokasi pilihan.

Pilihan lain, jajan di Jalan Suryakancana selepas menikmati KRB. Ruas bersejarah itu merupakan salah satu kawasan surga kuliner khas Bogor. Di sini tersedia kudapan goreng combro, misro, pisang, tahu, tempe, dan singkong. Ada juga toge goreng, laksa, ngohiang, soto kuning, soto mi, sate, marangi, asinan, lontong atau ketupat sayur. Jangan lupa menyeruput bir kocok, es cendol, es cincau, dan es pala. (Ambrosius Harto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com