Hari itu Bromo menarik perhatian banyak orang. Bukan saja pemburu foto, warga dari bermacam keyakinan juga banyak yang datang untuk menyaksikan hari raya masyarakat Tengger, Yadnya Kasada. Kusaini (55), seorang warga Pusungmalang, Kecamatan Puspo, Pasuruan, sengaja datang ke Bromo setelah 13 tahun absen melihat Kasada.
”Saya terakhir ke sini tahun 2001. Setelah itu tidak pernah datang lagi. Kali ini, saya sengaja ikut anak-anak yang ingin menyaksikan larung sesaji di Bromo,” ujarnya. Menurut Kusaini, selama belasan tahun ini banyak yang berubah. Bromo dan penyelenggaraan Kasada lebih rapi dibandingkan dengan dulu. Untuk naik ke puncak dan menyaksikan kaldera Bromo, pengunjung terbantu oleh tangga semen dengan anak tangga sebanyak 240 buah.
Bagi warga Tengger, Yadnya Kasada menjadi bagian spiritual yang tidak bisa diabaikan. Mereka tak hanya datang melarung sesaji, tetapi juga tinggal dan bermalam merayakan hari raya itu secara meriah. Percik dan ledakan kembang api di udara pun berbaur dengan suara musik yang mengalun kencang dari pengeras suara.
Edi Darmono (24), penduduk Wonokerto, Kecamatan Sumber, Probolinggo, datang bersama 14 saudaranya. Mengendarai dua mobil bak terbuka, ia membawa beberapa pengeras suara (sound system) berkapasitas 30 ampere dan 20 ampere ditambah amplifier. Untuk menghidupkan perangkat itu, ia membawa sebuah generator set. Musik disko pun berdentum keras dari tempatnya berada, persis di luar tembok poten (pura) yang berada di tengah lautan pasir.
Guna menghalau dinginnya udara yang berada di bawah 10 derajat celsius, Edi membentangkan terpal yang kedua sisinya diikatkan kepada kendaraan yang dia bawa. Di bawah terpal itulah mereka memasak, makan, dan tidur selama pelaksanaan Yadnya Kasada. ”Empat tahun terakhir saya selalu membawa sound system. Kebetulan semua perangkat itu milik sendiri. Bagi kami, Kasada adalah hari raya sehingga patut dirayakan,” kata Edi.
Tak pernah sepi
Bromo dan kawasan sekitarnya tak pernah sepi, selalu menarik pengunjung. Balai Besar TNBTS memperkirakan tak kurang dari 15.000 orang datang pada Yadnya Kasada tahun ini, sebagian di antaranya warga Tengger. Menurut Kepala Balai Besar TNBTS Ayu Dewi Utari, pengunjung kali ini sedikit berkurang dibandingkan dengan tahun lalu. Penyebabnya adalah dana untuk berlibur terserap untuk Lebaran dan pemilu.
”Selain kondisi alam yang menawan, TNBTS memiliki ritual budaya yang menarik, yakni Kasada, yang diwarnai dengan upacara melarung hasil alam ke kawah gunung saat dini hari. Prosesi seperti ini tidak ada di tempat lain,” ujarnya.
Dengan luas sekitar 50.276,2 hektar, TNBTS memiliki banyak hal. Selain bentang alam, taman nasional ini juga memiliki ekosistem yang spesifik, mulai dari lautan pasir, savana, hingga hutan hujan dengan keanekaragaman hayati nan melimpah. (Bahana Patria Gupta/Defri Werdiono)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.