Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serunya Wisata Alam sambil Memotret Julang Sulawesi di Tangkoko

Kompas.com - 15/09/2014, 09:47 WIB
Kontributor Manado, Ronny Adolof Buol

Penulis

ONO Daud Tinungki terlihat baru bangun ketika Kompas Travel serta beberapa fotografer lainnya tiba di Pos Penelitian Macaca Nigra Project yang terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara. Maklum jarum jam baru menunjukkan pukul 02.00 WITA dini hari. Kedatangan Kompas Travel sepagi itu karena ingin memotret aktivitas burung Julang Sulawesi (Aceros cassidix), saat memberi makan pasangan betinanya di dalam sarang. "Sangat jarang bisa punya kesempatan memotret Julang jantan memberi makan betinanya di dalam sarang. Burung itu punya kebiasaan hinggap di pohon-pohon tinggi," jelas Ono, Minggu (15/9/2014).

Beristirahat beberapa jam, Ono lalu mengajak menelusuri hutan menuju ke sebuah menara yang dibangun sejajar dengan pohon tempat Julang betina meletakkan telur dan mengeraminya. "Julang mengali lubang di pohon untuk meletakkan telurnya. Setelah bertelur, betinanya akan mengerami telur itu hingga menetas. Nah, selama pengeraman itu, Julang betina dikurung dengan lumpur di dalam sarang," jelas Ono.

Karena dikurung di dalam sarang, sang jantan mempunyai kewajiban memberi makan Julang betina, di waktu-waktu tertentu. Aktivitas memberi makan itulah yang menjadi daya tarik bagi fotografer dan wisatawan yang mengunjungi kawasan Tangkoko. Tidak hanya keunikan Julang, taman nasional yang sudah ada sejak abad ke-19 ini memiliki keanekaragaman hayati lainnya yang tidak ada di belahan dunia lainnya. Disini terdapat 26 spesies mamalia 10 di antaranya endemik Sulawesi, 178 spesies burung, 15 spesies reptil serta lebih dari 200 spesies tanaman.

Tangkoko sendiri memiliki luas kawasan sekitar 8.745 hektar yang meliputi Taman Nasional Batuputih seluas 615 hektar, Taman Nasional Tangkoko Batuangus seluas 3.196 hektar, Taman Nasional Tangkoko Dua Saudara seluas 4.299 hektar dan Taman Nasional Batuangus 635 hektar yang terletak di antara kawasan Tangkoko dan Desa Pinangunian.

Di kawasan ini juga terdapat Gunung Tangkoko dengan ketinggian 1.109 meter, selain itu ada Gunung Batuangus (1.100 meter) di Timur Laut, dan Gunung Dua Saudara (1.351 meter) di arah Selatan. "Kawasan ini mempunyai hutan dengan vegetasi yang beragam, mulai dari bakau, hutan dataran rendah sampai vegetasi hutan di ketinggian," papar Ono.

Tiba di menara pengintai, Kompas Travel harus menunggu dengan sabar saat Julang jantan hinggap di pohon di mana sang betina berada di dalam sarangnya. Padahal, Julang jantan itu sudah berada di pohon sekitar sejak pukul 06.00 WITA. Waktu menunggu yang panjang diisi dengan memotret berbagai jenis burung yang lewat.

Sekitar pukul 07.30 WITA, kepakan sayap burung raksasa itu mengagetkan fotografer yang sudah dari tadi diam menunggu. Bunyi shutter kamera bagaikan suara tembakan dari mesin senapan otomatis, membidik dan mengabadikan bagaimana Julang jantan tersebut mengeluarkan satu persatu biji-bijian dari temboloknya, lalu dengan paruhnya menyuap sang betina yang terkurung di dalam sarang. "Sungguh sebuah kesempatan yang susah terulang. Saya sangat senang bisa mengabadikan momen ini," kata Alfons Patandung, salah satu pengamat burung dengan penuh semangat. Sekitar 15 menit aktifitas itu menjadi sebuah suguhan alam yang indah di Tangkoko, sebelum Julang jantan terbang untuk kemudian akan datang lagi siangnya dengan persediaan makan siang.

KOMPAS.COM/RONNY ADOLOF BUOL Seekor burung Julang Sulawesi (Aceros cassidix) sedang memberi makan pasangannya yang berada di dalam sarang di kawasan Taman Nasional Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara.
Ono kemudian mengajak Kompas Travel menelusuri pantai berpasir hitam di kawasan yang setiap tahun didatangi ribuan wisatawan mancanegara itu. Beberapa jam kemudian suguhan satwa endemik yang terancam punah lainnya menjadi sebuah sajian yang sulit dilupakan. Hampir seratusan monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) berkejar-kejaran di antara rimbunnya pepohonan.

Monyet yang terancam punah ini memang menjadi salah satu maskot Tangkoko serta perhatian dunia penelitian seperti lembaga tempat Ono bekerja. "Mereka hidup secara berkelompok dan bersifat teritori serta punya pemimpin. Dalam satu kelompok, anggotanya bisa mencapai seratusan," ujar Ono.

Tangkoko memang menawarkan pengalaman wisata alam yang tidak bisa dilewatkan ketika bertandang ke Sulawesi Utara. Dari Manado, Tangkoko bisa diakses lewat Bitung. Perjalanan dengan mobil memerlukan waktu satu jam dari Manado, lalu sekitar 45 menit dari Bitung hingga ke pintu masuk Tangkoko. Jika ingat menginap, di sekitar pintu masuk tersedia beberapa cottage dan homestay.

Semua cottage dan homestay menyediakan guide dan forest ranger yang siap mengantar wisatawan berkeliling ke lokasi-lokasi menarik di Tangkoko. Salah satunya adalah melihat aktivitas primata unik terkecil di dunia, Tarsius. "Kalau ingin lihat Tarsius, datanglah sekitar pukul 4 sore karena Tarsius akan keluar dari sarangnya menjelang malam hari untuk mencari makan," kata Ono.

Tangkoko, sungguh sebuah surga alam di ujung Sulawesi Utara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Sebuah surga yang bukan hanya layak dikunjungi wisatawan tetapi harus terus dijaga kelestariannya sebelum keserakahan manusia membabat habis hutan yang kita miliki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com