Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Dahsyat dan Proklamasi Terulang di Sembayat

Kompas.com - 15/09/2014, 12:03 WIB
REPLIKA kuda yang ditunggangi Pangeran Diponegoro mengentak-entakkan kakinya disertai ringkikan keras. Suara tembakan atau dentuman meriam yang diganti dengan bunyi petasan dan percik kembang api pun cukup dramatik menggambarkan dahsyatnya peperangan.

Perang antara pejuang kemerdekaan dan penjajah berlangsung menegangkan. Berbekal senjata bambu runcing, tombak, dan keris, para pejuang tak gentar melawan pasukan bersenjata bedil dan meriam. Penonton yang memadati Jalan Daendels di Desa Sembayat, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, pun menutup telinga. Anak-anak menghambur menepi, takut terkena percikan letusan petasan.

Suasana menjadi khidmat dan hening saat replika Bung Karno menghadap ke panggung utama atraksi. Proklamasi kemerdekaan pun berkumandang, disambut pekik merdeka. Para pejuang lalu memberikan hormat kepada sang Merah Putih, diteruskan dengan menyanyikan lagu ”Indonesia Raya”. Penonton larut. Mereka terhanyut dan bersama-sama ikut menyanyi.

Itu adalah sebagian atraksi yang ditampilkan peserta karnaval budaya di Sembayat yang digelar Minggu (17/8/2014) malam. Warga dari 23 RT di Sembayat bersemangat menyemarakkan pawai. Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-69 Kemerdekaan RI kali ini mengusung tema perjuangan, pendidikan dan kebudayaan, dan pertanian.

Selain replika Bung Karno, ada pula replika kapal laut, tank Anoa-2, dan ogoh-ogoh. Replika garuda, badak, komodo, babi, kucing, naga, cenderawasih, dan ikan pun terkesan lebih hidup dengan balutan gemerlap cahaya. Mata cenderawasih tampak indah, bulu-bulunya berkilauan. Sang naga menyemburkan bisa, komodo menjulur-julurkan lidahnya. Gatotkaca dan Srikandi menari-nari. Replika itu ditandu beberapa orang yang bergerak serempak.

Partisipasi warga

Menurut Kepala Desa Sembayat Sauji, karnaval Sembayat merupakan agenda yang rutin digelar setiap tahun. Namun, lima tahun terakhir, acara itu tidak digelar karena berbenturan dengan puasa dan hari raya. Kini, anak-anak hingga orang dewasa ikut berperan serta.

Mereka berjalan kaki mulai dari balai desa hingga berakhir di Pasar Sembayat menempuh jarak 3 kilometer. Karnaval diharapkan meningkatkan kebersamaan warga dan generasi muda lebih mengenal tokoh perjuangan. ”Yang penting warga kompak serta rukun dilandasi semangat mengisi kemerdekaan,” katanya.

Warga Sembayat, Sutrisno (55), menuturkan, sejak dulu, karnaval digelar malam hari. Tahun 1967, ia sudah menyaksikannya. Penerangan ketika itu menggunakan obor dari bambu dan batang pepaya. ”Kini semakin menarik. Warga sangat kreatif memadukan karyanya dengan tata lampu yang indah,” ungkapnya.

Replika binatang yang dibuat menyerupai bentuk aslinya. Matanya menyala dan sayapnya bisa digerak-gerakkan. Burung garuda terlihat gagah perkasa. Bulu cenderawasih yang indah warna-warni semakin berkilau dengan balutan cahaya.

Bukan sekadar wah, setiap tema mengandung makna dan pesan tertentu. Komodo, reptilia khas Indonesia, merupakan satwa yang harus dilindungi agar tak punah. Ogoh-ogoh menggambarkan angkara murka yang harus disingkirkan agar tak membelenggu manusia.

Berbagai fragmen yang ditampilkan juga menambah lengkap khazanah sejarah bangsa, selain bisa menjadi wahana hiburan bagi warga. Karnaval Sembayat dilengkapi dengan cerita drama sesuai tema yang diangkat menjadi semacam atraksi teater jalanan.

Warga telah menyiapkan kemeriahan karnaval lebih dari sebulan. Anggarannya mencapai Rp 5 juta-Rp 10 juta per RT. Setiap RT berlomba-lomba menampilkan karya terbaiknya. Edi Sampurno, warga setempat, menyebutkan, untuk membuat replika sang proklamator, presiden pertama RI Soekarno, warga RT 20 menghabiskan anggaran Rp 10 juta dari iuran warga.

Setiap keluarga memberikan iuran Rp 50.000 hingga Rp 1 juta sesuai kemampuan. Replika tema yang diusung bisa disewakan untuk diikutsertakan pada karnaval tingkat Kabupaten Gresik dan Lamongan. Biaya produksi Rp 6 juta-Rp 7 juta, sedangkan harga sewanya mencapai Rp 5 juta per tema.

Warga sangat antusias menyaksikan tradisi tahunan itu. Sejumlah peserta membawa lampu neon 40 watt yang dikaitkan pada sebatang kayu mengiringi setiap tema yang diusung.

Kreativitas warga bukan sekadar seremonial perayaan kemerdekaan, melainkan ada dimensi hiburan, wisata, dan ekonomi. Ada pula nilai sejarah dan pesan moral yang bisa dipetik melalui tema yang dibawakan. Karnaval Sembayat menjadi semacam teater jalanan, bukan sekadar perayaan kemerdekaan. (ADI SUCIPTO KISSWARA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com