Perang antara pejuang kemerdekaan dan penjajah berlangsung menegangkan. Berbekal senjata bambu runcing, tombak, dan keris, para pejuang tak gentar melawan pasukan bersenjata bedil dan meriam. Penonton yang memadati Jalan Daendels di Desa Sembayat, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, pun menutup telinga. Anak-anak menghambur menepi, takut terkena percikan letusan petasan.
Suasana menjadi khidmat dan hening saat replika Bung Karno menghadap ke panggung utama atraksi. Proklamasi kemerdekaan pun berkumandang, disambut pekik merdeka. Para pejuang lalu memberikan hormat kepada sang Merah Putih, diteruskan dengan menyanyikan lagu ”Indonesia Raya”. Penonton larut. Mereka terhanyut dan bersama-sama ikut menyanyi.
Itu adalah sebagian atraksi yang ditampilkan peserta karnaval budaya di Sembayat yang digelar Minggu (17/8/2014) malam. Warga dari 23 RT di Sembayat bersemangat menyemarakkan pawai. Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-69 Kemerdekaan RI kali ini mengusung tema perjuangan, pendidikan dan kebudayaan, dan pertanian.
Selain replika Bung Karno, ada pula replika kapal laut, tank Anoa-2, dan ogoh-ogoh. Replika garuda, badak, komodo, babi, kucing, naga, cenderawasih, dan ikan pun terkesan lebih hidup dengan balutan gemerlap cahaya. Mata cenderawasih tampak indah, bulu-bulunya berkilauan. Sang naga menyemburkan bisa, komodo menjulur-julurkan lidahnya. Gatotkaca dan Srikandi menari-nari. Replika itu ditandu beberapa orang yang bergerak serempak.
Partisipasi warga
Menurut Kepala Desa Sembayat Sauji, karnaval Sembayat merupakan agenda yang rutin digelar setiap tahun. Namun, lima tahun terakhir, acara itu tidak digelar karena berbenturan dengan puasa dan hari raya. Kini, anak-anak hingga orang dewasa ikut berperan serta.
Mereka berjalan kaki mulai dari balai desa hingga berakhir di Pasar Sembayat menempuh jarak 3 kilometer. Karnaval diharapkan meningkatkan kebersamaan warga dan generasi muda lebih mengenal tokoh perjuangan. ”Yang penting warga kompak serta rukun dilandasi semangat mengisi kemerdekaan,” katanya.
Warga Sembayat, Sutrisno (55), menuturkan, sejak dulu, karnaval digelar malam hari. Tahun 1967, ia sudah menyaksikannya. Penerangan ketika itu menggunakan obor dari bambu dan batang pepaya. ”Kini semakin menarik. Warga sangat kreatif memadukan karyanya dengan tata lampu yang indah,” ungkapnya.
Replika binatang yang dibuat menyerupai bentuk aslinya. Matanya menyala dan sayapnya bisa digerak-gerakkan. Burung garuda terlihat gagah perkasa. Bulu cenderawasih yang indah warna-warni semakin berkilau dengan balutan cahaya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.