Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Lari Bromo Dikejar

Kompas.com - 16/09/2014, 14:30 WIB
"INI sekadar oleh-oleh dari kami," kata Rachel sambil menyerahkan bungkusan berisi cabe bromo yang konon pedasnya sepuluh kali lipat dari cabe biasa. Cabe bromo itu menjadi penanda keramahan warga Bromo menyambut Bromo Marathon 2014, Minggu (7/9/2014).

Kami peserta Bromo Marathon 2014 berpamitan kepada Rachel dan ibunya, Ny Prapti. Sejak Sabtu malam kami menginap di home stay mereka yang resik dan bersih. Keramahan Bu Prapti dan putrinya, Rachel, yang mahasiswa psikologi Universitas Brawijaya, Malang, itu menambah kesan mengenai Bromo walaupun kami cuma semalam berada di Desa Tosari, Bromo.

Rumah mungil mereka menghadap halaman yang ditanami bawang daun. Terasnya menghadap perbukitan sekitar Bromo dengan suhu dingin yang mencubit kulit. ”Ini sih enggak seberapa dingin. Waktu itu sempat 14 derajat celsius,” kata Rachel.

KOMPAS/AGUS HERMAWAN Bergaya dulu
Kali ini, saya dan teman-teman datang ke kawasan dingin itu untuk bergabung bersama lebih dari 1.600 peserta Bromo Marathon 2014 yang datang dari sejumlah kota di Indonesia dan mancanegara. Sejak Jumat sore, para peserta sudah banyak yang tiba di desa-desa sekitar Bromo.

Banyak di antaranya baru pertama kali tiba di kawasan dengan ketinggian 1.400 meter hingga 2.400 meter di atas permukaan laut itu. Mereka menginap di rumah inap alias home stay atau tinggal di permukiman penduduk yang tersebar di Wonokitri, Tosari, Ngadiwono, Wonosari, dan Baledono. Mereka yang bisa menginap di desa- desa tersebut beruntung karena hanya berjarak ratusan meter hingga 6 kilometer ke tempat start atau finis Bromo Marathon. Namun, antusiasme peserta menyebabkan rumah-rumah penduduk tidak cukup menampung mereka dan tidak sedikit yang harus menginap di Desa Nongkojajar yang berjarak 17 kilometer ke lokasi lomba.

”Buat yang suka lari, Bromo Marathon itu sepertinya menjadi event wajib,” ujar seorang peserta. Omongan itu tidaklah salah. Selain hawa dingin, pemandangan, dan keramahan penduduknya, para peserta juga dimanjakan dengan trek lari yang bervariasi karakternya, melintasi desa-desa sekitar Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru serta sepanjang kaldera Tengger yang terkenal menakjubkan itu.

KOMPAS/AGUS HERMAWAN Memacu langkah
Soal jarak tempuh silakan pilih disesuaikan dengan kemampuan betis dan panjang napas. Apakah mengambil kategori full marathon (FM) berjarak 42,195 kilometer, half marathon (21,095 kilometer) atau cukup 10 kilometer saja. Apa pun pilihannya, berlari di Bromo Marathon adalah juga menikmati keindahan alam. Tidak mengherankan jika banyak di antara peserta lebih sering berhenti untuk berfoto-foto terutama di tempat-tempat berpemandangan menakjubkan.

Garis start dan finis dipusatkan di Desa Wonokitri, sebuah desa sejuk tempat yang merupakan pusat kebudayaan masyarakat Tengger yang masih mempertahankan tradisi leluhur.

Lari romantis

Komunitas-komunitas lari ataupun penggemar lari perseorangan datang berbondong-bondong untuk menjadi bagian dari peristiwa itu. Banyak di antaranya malah sudah mendaftar berbulan-bulan sebelumnya. Bromo Marathon juga menjadi semacam ajang reuni bagi para pencinta olahraga outdoor. Kami, misalnya, bertujuh orang adalah teman kuliah serta teman jalan pencinta alam di Bandung dan Jakarta bisa bertemu di Bromo.

Selain datang bersama teman dari komunitas lari, banyak di antara mereka adalah pasangan kekasih atau suami-istri. Saat tiba di garis finis, beberapa di antaranya malah berpegangan tangan. Romantis.

KOMPAS/AGUS HERMAWAN Tanjakan Deru Campur Debu.
Pasangan peserta Sisca Ws Nitiprodjo dan Verno Nitiprodjo malah sengaja mengikuti Bromo Marathon untuk merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ketujuh. ”Pas banget, tanggal Bromo Marathon tanggal 7 September, kami juga merayakan wedding anniversary yang ketujuh,” kata Head of Marketing Support Department PT Datascrip itu.

Karena tujuannya sekadar fun dan untuk merayakan pernikahannya, mereka mengambil kategori 10 kilometer. Pasangan itu memaknai lari sebagai metafora kehidupan. ”Saat lari kami menemui berbagai karakter jalan, bisa menanjak atau menurun. Begitu pula kehidupan,” ujar Sisca yang menyukai lari trail ataupun aspal.

Sisca terkesan dengan Bromo Marathon. ”Pemandangan Bromo itu menyegarkan mata. Udaranya juga segar. Saya kaget melihat antusiasme para pelari rekreasional,” katanya.

Begitu pula pasangan pendaki gunung Yoppi Rikson Saragih dan Ami Kadar Saragih yang sengaja berlatih sejak jauh hari untuk mempersiapkan diri. Walaupun berpengalaman mendaki puncak-puncak gunung, mereka tetap mempersiapkan diri untuk mengasah langkah di kategori half marathon 21 kilometer yang mereka ikuti untuk pertama kalinya. Mereka berlatih bersama-sama teman naik gunungnya, seperti Veronica Ramadi Moeliono.

Pengalaman berlomba di wilayah pegunungan dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut dengan udara tipis juga menjadi salah satu alasan buat peserta untuk mengikuti Bromo Marathon. ”Kami bisa melihat Gunung Batok dan Bromo dengan udara dingin. Start saja kami sudah di ketinggian 1.800 meter kan,” kata Lilis M Sundari, peserta dari Serpong, Tangerang Selatan, yang datang bersama teman-teman komunitas larinya. Dia aktif berlatih lari di Tangerang Crazy Runners dan di komunitas lari Sutra (Sentul Ultra Trail) Running Academy.

KOMPAS/AGUS HERMAWAN Bunga di Antara Gunung
Menurut Ketua Panitia Bromo Marathon, Dedik Kurniawan, selain panitia inti, sekitar 85 warga di Bromo menjadi tenaga sukarela penyelenggaraan Bromo Marathon 2014. ”Kami juga dibantu 24 volunter asing dari sejumlah negara,” kata arek Malang, yang tinggal di Desa Tosari, Bromo, itu,

Panitia menjadikan acara lari itu sebagai ajang untuk pemberdayaan penduduk sekitar. Tahun lalu, mereka mendirikan perpustakaan untuk sekolah di desa-desa sekitar Bromo. ”Kami ingin berbuat untuk desa-desa di Bromo sesuai dengan kapasitas kami,” kata Dedik.

Mereka berlari, berlari, dan peduli..... (Agus Hermawan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com