Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyusuri New Orleans, "City of the Dead"

Kompas.com - 18/09/2014, 11:45 WIB
JANGAN sekali-sekali mendatangi makam tua di New Orleans, Amerika Serikat, sendirian pada siang apalagi malam hari tanpa didampingi pemandu wisata atau bersama rombongan. Makam-makam tua itu berada di area dengan tingkat kejahatan tinggi. Itulah peringatan yang dapat dibaca dalam majalah ”Where: A Complete Guide to New Orleans”.

Bila tak percaya, silakan berselancar di internet karena hari-hari ini toh internet dalam genggaman Anda. Ketik di mesin pencari: New Orleans Cemeteries Crime, maka dapat Anda jumpai banyak artikel ”horor” terkait hal itu.

Berbekal asumsi bahwa banyak orang, termasuk preman dan penggangguran, pergi ke gereja, maka pada Minggu (3/8/2014) pagi, sekitar pukul 07.00, kaki sudah dilangkahkan menuju St Louis #1 Cemetery. Inilah kompleks permakaman tertua di New Orleans yang dibangun pada 1789.

Yang menarik dari makam-makam tua New Orleans adalah, batu-batu nisan yang besar. Lebih mirip monumen daripada sekadar batu nisan.

Bangunan pemakaman itu juga menjulang di atas permukaan tanah dipengaruhi tradisi Perancis atau Spanyol. Walau ada yang berteori, bangunan makam semacam itu untuk menyiasati dataran rendah New Orleans yang kerap dilanda banjir.

Ketika menjejakkan kaki di Basin Street, di area di mana St Louis #1 Cemetery berada, ternyata situasinya sangat sepi. Namun, sepi itu terasa mencekam.

Lahir dan besar di kota berpenduduk 10 juta orang, saya mampu meresapi suasana mencekam itu dan mengenal ancaman bahayanya.

Serakan botol minuman keras di trotoar Basin Street dengan bau menyengat, langsung membuat suasana tidak nyaman. Beberapa pejalan kaki pun terlihat melintas dengan tergesa-gesa. Hanya melongok sejenak St Louis #1 Cemetery, kemudian saya balik kanan ke arah tenggara memasuki area French Quarter, yang dikenal sebagai kawasan wisata.

Jadi, apa yang paling meneror dari St Louis #1 Cemetery? Justru bukan makam legendaris di kapling 347, di mana bersemayam ”penyihir dan ratu voodoo, Marie Laveau, sejak 16 Juni 1881. Bukan pula gorehan huruf ”X” pada dinding mausoleum Marie Laveau. Akan tetapi, justru kengerian yang ditimbulkan dari kisah-kisah kriminal di New Orleans, yang dilakukan penduduk lokal.

Tingginya angka penggangguran dan hantaman topan Katrina memang telah ”mengguncang” kehidupan dan perekonomian New Orleans.

Kisah-kisah kriminal juga kiranya lebih terasa menakutkan daripada tur ”haunted history”, tur yang menawarkan penjelajahan ke gedung-gedung tua yang konon berhantu.

Kisah kriminal jelas lebih terasa nyata dan dekat dengan keseharian. Belum lagi, sebagai orang Indonesia kita jelas lebih terbirit-birit bila bersua pocong daripada hantu dari abad silam.

Jujur saja, melancong ke kuburan ada pada prioritas nomor buncit dari serangkaian rencana perjalanan. Namun, perjalanan ke pemakaman tua dikedepankan oleh karena arsitek lanskap Nirwono Joga kerap menulis tentang pengembangan taman makam kota.

Menurut Nirwono, makam memiliki nilai ekonomi (investasi, tujuan wisata kota), ekologi (daerah resapan air, paru-paru kota), edukatif (pendidikan, ziarah spiritual, sejarah kota, dan fotografi), hingga nilai estetis (kota layak huni).

Di dunia, ada sejumlah makam orang terkenal yang dikunjungi jutaan orang, antara lain, makam musisi Jim Morrison di Paris, penulis James Joyce di Zurich, dan penyair Oscar Wilde di Paris. Siapa tahu, konsep serupa dapat diterapkan di Jakarta.

Kisah para tokoh tinggal dikemas supaya ”lebih menjual” kemudian paket wisata dapat ditawarkan untuk kunjungan ke permakaman. Siapa tahu dengan cara demikian, generasi muda dapat lebih mengenal para pendahulu mereka.

Rasa aman

Nah, walaupun boleh dikata saya gagal ”bersenang-senang” di St Louis #1 Cemetery, namun perjalanan itu memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya rasa aman bagi pelancong.

Kemasyhuran French Quarter, dengan bangunan-bangunan tuanya, juga ada padanannya di negeri ini. Bukankah Jakarta memiliki Taman Fatahillah, Semarang memiliki Gereja Blenduk, dan gedung-gedung tua lainnya? PT Pembangunan Kota Tua Jakarta juga telah mulai bekerja untuk merevitalisasi kawasan kota tua Jakarta.

KOMPAS/HARYO DAMARDONO Pemakaman Sint Louis di New Orleans, Amerika Serikat.
Namun, tantangannya adalah, bagaimana menerapkan standar tinggi dalam keamanan dan nantinya kenyamanan bagi para pengunjung. Harus diminimalkan potensi terjadinya kejahatan karena sekali terjadi kejahatan, maka berita itu dengan mudah dimultigandakan melalui internet.

Pemerintah Kota New Orleans sebenarnya telah berupaya keras. Menebar patroli polisi di French Quarter, namun ketika wisatawan menikmati alunan musik jazz dari musisi jalanan terkadang tetap ada satu-dua orang yang tiba-tiba tanpa juntrungan meminta sebatang rokok.

Mungkin terlalu naif untuk mempercayai statistik yang menekankan bahwa New Orleans merupakan kota dengan jumlah kejahatan ketiga tertinggi di AS. Namun, statistik di negara itu tampaknya bukan produksi lembaga ”abal-abal”.

Faktanya pula, masih ada beberapa orang yang istilahnya ”mengganggu” kenyamanan pelancong. Di Bourbon Street, pada awal Agustus 2014, ada seseorang gelandangan yang luntang-lantung tanpa memakai baju. Padahal, Bourbon Street merupakan pusat kehidupan musik dan wisata malam di New Orleans.

Kita sebenarnya jadi bertanya-tanya. Inikah New Orleans, ”City of Death”? Inikah kota kematian atau kota mati? Benarkah voodoo yang ”menghantui” pelancong, ataukah justru ada kengerian lan?

Sungguh kita prihatin dengan New Orleans. Perjalanan sejatinya merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mengecap pengalaman, dengan demikian seharusnya ada perlindungan terhadap kebutuhan itu. Toh, bukankah leluhur kita dulunya juga merupakan pengelana?

Di Vieux Carre Riverview, di tepian Sungai Mississippi tak jauh dari Jackson Square, sebenarnya ada sebuah plakat yang memuat penggalan pidato Wali Kota New Orleans, Maurice ”Moon” Landrieu.

Moon Landrieu (memerintah pada 1970-1978) pernah berkata, ”Mari kita bangun sebuah kota yang ditopang sebuah sistem hukum sehingga masing-masing penduduk memiliki kesempatan hidup yang sama. Juga supaya adil antara hak dan tanggung jawab antarsesama warga”.

Sepakat dengan pernyataan Moon Landrieu. Warga New Orleans harus secepatnya bergerak untuk merealisasikan pernyataan itu. Kota yang aman membuat arus deras wisatawan akan menghampiri New Orleans, dan membuat perekonomian menggeliat bahkan melejit.

Kota-kota di Indonesia juga harus dapat belajar dari pengalaman New Orleans. Terlebih lagi, saya yakin, akan tiba saatnya kota-kota yang aman dan nyaman makin diminati, sebaliknya kota tanpa prospek bagus dan pertumbuhan positif segera ditinggalkan... (HARYO DAMARDONO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com