Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ASEAN Bergulat Hidupkan Wayang

Kompas.com - 18/09/2014, 20:09 WIB
SOLO, KOMPAS - Negara-negara di Asia Tenggara rupanya mengalami persoalan yang tidak jauh berbeda menyangkut wayang. Kesenian yang berakar dari tradisi itu mengalami pasang surut, lantas semakin ditinggalkan penonton, tidak populer di kalangan anak muda, dan kurang dukungan.

Oleh karena itu, melalui Asosiasi Wayang ASEAN, negara-negara di Asia Tenggara bersepakat bersama-sama menghidupkan dan menghidupi wayang. Mereka bersepakat untuk memopulerkan wayang tradisional sambil terus mencari-cari bentuk penceritaan dan kisah baru seiring zaman.

Hal itu mengemuka dalam diskusi wayang yang merupakan bagian dari program Kolaborasi Seni Pertunjukan Wayang Tradisional ASEAN-Tiongkok 2014, di Taman Budaya Jawa Tengah, Solo, Rabu (17/9/2014). Delegasi dari Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam menceritakan perjalanan wayang di negara mereka, kemarin. Sehari sebelumnya, paparan disampaikan delegasi Brunei, Tiongkok, Kamboja, Myanmar, dan Indonesia.

Tentang menurunnya pamor wayang, pemimpin delegasi Singapura, Chua Ming Ren Shawn, mengatakan, wayang di Singapura pernah sangat populer pada 1940-an dan 1950-an. Bahkan, sehari, bisa empat atau lima kali pentas. Dunia berubah. Orang kini lebih tertarik dengan film dan televisi.

Seniman wayang dari Singapura, Ho Kai Wai, menambahkan, saat ini sulit mencari perajin wayang di Singapura sehingga akhirnya sang seniman wayang sendiri yang membuatnya.

Ketua delegasi Kamboja, Makara Oeun, mengatakan, wayang sebetulnya bentuk tradisi budaya yang berakar kuat di Kamboja. Perang yang terjadi hampir dua dekade, terutama ketika rezim Khmer berkuasa pada 1975-1979, membuat banyak tradisi hilang, termasuk wayang kulit. Kamboja kini masih berusaha mengembalikan pamor wayang seperti dulu.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Peserta dari Myanmar mementaskan wayang dalam acara ASEAN-China Collaboration on Traditional Performing Arts of Puppet Performance, di Taman Budaya Jawa Tengah, Solo, Jawa Tengah, Selasa (16/9/2014). Acara yang diikuti sembilan negara itu digelar sebagai upaya melestarikan dan mengembangkan kesenian tradisional wayang di negara-negara Asia.
Kurang populernya wayang di masa kini juga dikatakan pegiat wayang dari Brunei, Pangeran Zainin bin Pangeran Mansor. Di Brunei, wayang asik, dengan bentuknya yang sebesar bungkus rokok itu, kini sulit ditemukan. Padahal, wayang asik inilah wayang asli Brunei.

Di Filipina, wayang bahkan tidak populer. Pegiat wayang dari Filipina, Amihan Bonifacio Ramolete, mengatakan, negaranya tidak memiliki kisah epik hebat yang sangat terkenal dan memengaruhi banyak orang seperti Ramayana. Akhirnya, pertunjukan wayang pun mengadopsi cerita dari negara lain, seperti Noh di Jepang atau mengembangkan cerita rakyat. ”Kami bahkan terinspirasi oleh wayang golek dari Indonesia,” ujar Amihan.

Amihan menuturkan, wayang kini mulai digalakkan di SMA. ”Mereka lalu membuat pertunjukan dan ada yang meneruskannya hingga menjadi profesional. Wayang digiatkan oleh berbagai kalangan, mulai dari seniman, guru, hingga mahasiswa. Tak ada kebijakan dari pemerintah untuk mengembangkan wayang,” ungkapnya. (IVV)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com