Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
ADVERTORIAL

Warga Bantul Kembangkan Bisnis Jamu Warisan Leluhur

Kompas.com - 26/09/2014, 11:05 WIB
advertorial

Penulis

Minuman tradisional jamu hingga saat ini masih eksis di Indonesia. Buktinya, penjual jamu, baik yang digendong ataupun yang dengan sepeda, masih sibuk menghampiri lingkungan tempat tinggal Anda. Bukan hanya digemari karena statusnya sebagai minuman tradisional khas Indonesia, jamu juga laris dikonsumsi untuk pengobatan. Karena itulah, bisnis pengolahan jamu dikembangkan oleh masyarakat.

Bisnis itu dilakukan oleh sekelompok perempuan paruh baya di Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Desa ini memang terkenal sebagai pembuat jamu tradisional turun-temurun. Meski yang diolah adalah minuman tradisional, mereka mampu mengemasnya ke bentuk modern, yaitu yang bisa diseduh dalam berbagai varian.

Puluhan perempuan itu tergabung dalam kelompok jamu tradisional Wiji Temulawak. Sehari-hari, mereka sibuk memilah rempah-rempah jamu di rumah salah satu anggotanya, Sami (60), yang terletak di Dusun Watu. Dalam suasana santai sambil ngobrol dan bersenda gurau, rempah-rempah tersebut mereka kemas jadi jamu godokan atau jamu yang bisa dikonsumsi setelah direbus.

Usaha pembuatan jamu ini telah dilakukan ketua kelompok Wiji Temulawak, Sami, selama bertahun-tahun. “Kalau saya sudah 40 tahun produksi jamu, dan kita memang selalu begini kalau membuat jamu,” ungkap Sami dengan logat Jawanya yang kental. Selama bertahun-tahun, metode bisnis jamu ini dilakukan oleh kelompok Wiji Temulawak dengan metode yang berbeda-beda. Dari jamu gendong, bekerja secara individu, dan kemudian membuat jamu godokan dengan berbagai varian, di antaranya beras kencur, kunir asem, dan wedang secang.

Bagi kelompok Wiji Temulawak, berbisnis pengolahan jamu tidak hanya untuk menyambung hidup. Lebih jauh dari itu, bisnis ini juga dijalankan untuk menjaga budaya leluhur para pendahulunya. Para anggota juga berharap usaha yang mereka geluti ini bisa meningkatkan pendapatan warga Dusun Watu. “Alhamdulilah, sekarang bisa dijual ke pasar-pasar. Kalau dulu dari rumah ke rumah,” ucap Sami.

Selain Wiji Temulawak, tidak jauh dari Dusun Watu, terdapat pula kelompok produsen jamu lainnya. Kelompok tersebut bernama Jati Husada Mulya atau biasa disingkat JHM. Sedikit berbeda dengan Wiji Temulawak, kelompok ini memproduksi jamu dalam bentuk serbuk yang bisa diseduh kapan saja. “Kemasannya pun dibuat semenarik mungkin untuk bisa menarik pelanggan,” ujar ketua kelompok JHM, Yanti Wagianti (38).

Jamu JHM didistribusikan cukup beragam dengan harga yang bervariasi. Jamu-jamu tersebut dijual di daerah Bantul, Sleman, hingga perkantoran dengan harga Rp 10.000 sampai Rp 15.000 per kemasan.

Didukung Pertamina

 Melihat potensi daerah tersebut, tahun 2013 Pertamina Terminal BBM (TBBM) Rewulu tergerak memberi bantuan kepada kelompok-kelompok usaha tersebut berupa pembinaan, jalur pemasaran, dan pengadaan peralatan yang higienis. Aksi itu dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan untuk memberdayakan masyarakat lokal guna mendorong perekonomian dan kemandirian daerah operasi Pertamina TBBM Rewulu.

Dukungan yang diberikan Pertamina TBBM Rewulu tidak cuma dalam kegiatan produksi, melainkan juga secara kelembagaan, packaging, sampai pemasaran. Dalam kegiatan pengemasan misalnya, Pertamina Rewulu memberikan inovasi, dari yang sebelumnya hanya dibungkus kantong plastik, kini menggunakan mika berbentuk persegi. Di samping itu, untuk mendukung pemasaran yang lebih luas, Pertamina Rewulu juga mengajukan izin Pangan dan Industri Rumah Tangga (PIRT) dari Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Bantul.

Sejumlah pembinaan dan pelatihan yang difasilitasi oleh Pertamina terus diikuti Wiji Temulawak. Dampaknya, kelompok tersebut semakin dikenal, terutama oleh dinas pemerintah daerah. “Dengan begitu, kelompok jamu tradisional itu sering dilibatkan dalam pameran dan kegiatan lainnya. Ini merupakan salah satu bentuk promosi agar kelompok jamu turut dikenal secara luas,” papar Yardinal, Operation Head Terminal BBM Rewulu.

Dampak positif lain juga dirasakan kelompok produsen JHM. Sejak mendapat bantuan Pertamina Rewulu, jumlah anggota JHM kini terus meningkat.  “Kita dikasih pelatihan, binaan, dan cara membuat jamu secara higienis. Caranya dengan mendatangkan pelatih dari dinas kesehatan,” tutur Yanti.

Yanti mengaku, setelah memperoleh pendampingan berupa alat produksi dari Pertamina, pekerjaannya jadi lebih cepat dan mudah. Jenis varian jamu yang dijual pun makin beragam, seperti produk jamu cair beras kencur, kunir asem, wedang secang, dan sirup secang. Untuk yang instan, ada pilihan secang instan, jahe wangi, kencur sunti, temulawak, kunir asem, dan beras kencur. “Terutama yang paling laku di pasaran seperti kunir mangga dan secang,” katanya. Setiap kemasan bisa dibeli dengan harga Rp 12.000 sampai Rp 17.000.

Wiji Temulawak dan Jati Husada Mulya merupakan dua kelompok produsen jamu tradisional yang punya keinginan tinggi membangun kesejahteraan secara mandiri. Bukan hanya untuk kesejahteraan pribadi, tapi juga kelestarian tradisi leluhur, budaya Indonesia. (adv)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com