Rifda Amalia, salah seorang perupa dari Jawa Barat, menyatakan, penggunaan tinta dari minyak dapat mencegah tingginya daya serap kulit kayu. Selain itu, lanjutnya, gunakanlah kuas berukuran kecil sehingga mudah menggambar di atas kulit kayu yang berbahan kasar itu.
Sempat hilang
Korry Ohe, salah satu tokoh masyarakat di Asei, menuturkan, tradisi melukis motif di atas kulit kayu telah dimulai sejak tahun 1600. Pada waktu itu, kulit kayu dari pohon bernama kombouw menjadi pakaian khas masyarakat. Mereka pun melukis kulit kayu tersebut dengan motif-motif yang memiliki makna tertentu. Tinta yang digunakan berasal dari arang, kapur sirih, dan bubuk batu kapur merah.
”Terdapat 10 motif yang masih bertahan hingga saat ini, di antaranya Yoniki, Fouw, Aye Mehele, O Mane-Mane, Aye Menggey Iuwga, Kheleauw, Khaley, Kino, dan Kheyka. Yoniki merupakan motif yang paling tertinggi karena melambangkan keperkasaan para ondofolo atau tetua adat,” papar pria berusia 54 tahun itu.
Ia mengungkapkan, kebudayaan tersebut sempat hilang pada akhir tahun 1800 karena masuknya peradaban baru. ”Masyarakat telah meninggalkan kulit kayu sebagai pakaian pada masa masuknya injil ke tanah Papua. Akibatnya, seni lukis motif pun terlupakan,” ujar Korry.
Korry juga mengungkapkan, berkat sosialisasi yang terus digalakkan dua antropolog dari Universitas Cenderawasih, Arnold Ap dan Danielo Ayemiseba, masyarakat kembali menekuni tradisi melukis tersebut pada 1975. Akhirnya, tradisi itu kembali diajarkan dan ditularkan kepada anak-anak di Asei sejak duduk di bangku sekolah dasar sehingga kelak saat dewasa bisa menjadikan keterampilan itu sebagai pegangan hidup.
Kepala Seksi Pengumpulan dan Perawatan Koleksi Negara Galeri Nasional Indonesia Sumarmin, yang turut mengikuti rombongan para perupa, menuturkan, seni melukis motif di atas kulit kayu merupakan salah satu tradisi yang langka di dunia. Alasannya, tradisi tersebut memanfaatkan kearifan lokal dan menggunakan hasil hutan sebagai media untuk berekspresi dalam melukis.
”Kami akan berupaya untuk memperjuangkan tradisi ini sebagai salah satu warisan dunia dari Indonesia,” ujar Sumarmin.
Budaya dan potensi wisata di Papua dan Papua Barat pun tampil dalam Kompas Travel Fair yang berlangsung di Jakarta Convention Centre, mulai Jumat (26/9/2014) hingga Minggu. Wilayah ini memang pantas dikunjungi saat liburan. (Fabio M Lopes Costa)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.