Keindahan tenun Sabu dan Raijua sudah demikian tersohor hingga mancanegara, terutama tenun Raijua yang menampilkan motif lebih halus karena setiap ikatan motif pada lungsi hanya terdiri atas enam benang. Tak jarang kolektor asing berburu tenun Sabu Raijua langsung kepada petenun di desa-desa. Bahkan, tenun-tenun tua pun diburu.
Kemiskinan
Bagi Ina Henderina dan petenun Sabu lain, penghasilan tambahan dari penjualan tenun digunakan untuk keperluan hidup yang mendasar, yaitu pangan. Seperti disebut peneliti asal Jepang, Akiko Kagiya, dalam bukunya, Female Culture in Raijua (2010), Sabu Raijua dikenal sebagai pulau yang penduduknya jarang makan. Kondisi tanahnya demikian tandus dan gersang. Penggambaran Akiko itu tidak berlebihan sebab sejak dahulu orang Sabu Raijua memang jarang makan sehari-hari.
Pangan utama mereka adalah gula sabu, yakni semacam sirop kental yang dibuat dari sari buah lontar yang dimasak hingga menjadi karamel. ”Sejak dulu, pagi, siang, dan malam, kami hanya minum tuak (legen) dan gula sabu. Kalau ada kacang tanah atau daun-daunan yang bisa dimakan, kami makan dengan gula sabu. Sorgum kadang-kadang saja kalau ada,” kata Zadrak.
Kemiskinan yang menyesakkan di Sabu Raijua itu berangsur diretas sejak kawasan ini menjadi kabupaten empat tahun lalu. Bupati Sabu Raijua Marthen Dira Tome berusaha keras mewujudkan kemandirian pangan bagi penduduk Sabu Raijua. Hasilnya, kini kita bisa melihat ”keajaiban” yang mulai bertumbuhan di Sabu Raijua. Sawah hijau royo-royo pada musim panas, lahan sayur mayur dan buah terhampar. Semua sumber air yang ada dioptimalkan untuk pertanian melalui pipanisasi.
”Kami berusaha mandiri dahulu di bidang pangan walau tanah gersang dan miskin. Slogan kami, ’Sabu Raijua Juga Bisa’,” ujar Marthen.
Oleh karena itu, bisa dipahami bahwa pengembangan tenun sebagai komoditas di Sabu Raijua belum tergarap secara maksimal. Meski begitu, Kepala Dinas Perindustrian Kabupaten Sabu Raijua Lewi Tandirura mengatakan, koperasi tenun akan segera dibentuk dengan target meretas masalah krusial petenun, yakni soal pemasaran, selain pengadaan bahan baku.
Kendati hidup di Sabu begitu keras, lihatlah bagaimana transaksi jual-beli ala Sabu yang begitu mesra. Di pasar dadakan di pelabuhan itu, penjual dan pembeli tawar-menawar dengan penuh sayang. Calon pembeli menawar dagangan dengan mengusap- usap kepala penjual, termasuk mengelus pipinya. Senyum hangat dan suara lembut mewarnai suasana transaksi.
Kerasnya kehidupan dan kemiskinan yang mengimpit tak membuat perilaku mereka menjadi kasar, tetapi mewujud dalam bentuk kehangatan. (Sarie Febriane & Lasti Kurnia)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.