Sebagai orang Bali, ia dinilai tidak hanya mampu menggali, memahami, dan mengeksplorasi ikon-ikon spiritual dan mistikal Bali, tetapi juga dipandang berhasil melampauinya, sehingga tidak tergelincir menjadi klenik semata.
Dalam pameran tunggalnya bertajuk Cosmos, Budiana, di Bentara Budaya Bali (BBB) yang dibuka pada Senin (6/10/2014), publik dapat menyimak ritus perjalanan sang seniman, baik dalam karya lukisan maupun seni instalasi yang dipajang di dalam dan di luar ruangan.
Budiana menyebutnya sebagai sebuah pergerakan energi yang datang dari dalam diri, bersinergi dengan energi dari luar, mikrokosmos dan makrokosmos.
Di dalam ruang galeri BBB, pada dinding bagian selatan hingga ujung barat, penuh menggantung aneka gambar yang dikelilingi oleh lilin-lilin merah kecil. Figur-figur yang ditampilkan sebagian besar wujudnya tidak mudah dikenali, imajinatif serta terasa bernuansa magis. Budiana dinilai banyak menggunakan ikon-ikon spiritual Bali seperti dalam rerajahan.
Satu di antaranya, gambar sosok menyerupai manusia, namun tanpa jari kaki dan tangan. Kepala pun terletak di bagian tengah tubuh dengan lidah menjulur panjang dan bertuliskan aksara Bali.
Barangkali karena sosok-sosok itu pula, karya Budiana dianggap di luar nalar kreatifitas orang kebanyakan. "Secara konsep ada outdoor dan indoor, di dalam dan di luar diri. Sesungguhnya mikro dan makro selalu ada. Lukisan itu sebuah perjalanan untuk kebebasan," ujar Budiana yang pernah beberapa kali berpameran di Jepang.
Menurut Budiana, di dalamnya tersirat pula adanya energi negatif dan positif yang belum terkontrol. Hanya manusia yang bisa melakukannya. "Ketika manusia bisa melakukannya, ia memiliki kebebasan yang luar biasa," katanya.
Budiana memerlukan waktu cukup lama untuk menggarap lukisan itu. Sempat beberapa saat dibiarkannya tidak selesai. Pilihan Budiana melukis dalam hitam putih, karena mampu mewakili gelap dan terang. "Keduanya kemudian melahirkan sesuatu. Gelap saja tentu tidak bisa menjadi karya," ungkapnya.
Sebelum memutuskan untuk menekuni aliran yang digeluti selama hampir lebih dari 40 tahun, Budiana mengaku pernah mencoba berbagai gaya. Namun dalam pencariannya memahami taksu Bali, akhirnya ia sadar. Sebagai orang Bali, tanah kelahiranlah yang menjadi sumber segala inspirasi.
"Setelah ditelusuri yang tidak boleh hilang adalah jiwanya, rohnya Bali. Saya memutuskan kembali pada diri. Kalau saya mengikuti yang luar, orang luar tentu jauh lebih pintar, lebih maju. Kenapa kita tidak mengembangkan yang kita punya," tuturnya. (sud)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.