Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melestarikan Orangutan di Kapuas Hulu melalui Ekowisata

Kompas.com - 18/10/2014, 19:50 WIB
Kontributor Singkawang, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

KAPUAS HULU, KOMPAS.com - Siang itu, suasana rumah betang (rumah panjang) Meliau agak lengang. Hanya tampak beberapa anak kecil bermain sambil berlari berkejaran di serambi rumah panjang yang memiliki 13 bilik tersebut. Langkah kami pun langsung menuju salah satu bilik yang dihuni oleh Sodik, yang akan kami gunakan untuk menginap selama berada di rumah betang.

Rupanya saat itu sedang musim menugal (menanam padi). Hampir seluruh warga penghuni pergi ke ladang yang tak jauh dari kampung mereka. Sesuai adat yang berlaku di kalangan mereka, aktivitas menugal tidak boleh ditunda. Kondisi itulah ternyata yang membuat suasana kampung terlihat lengang. Rumah betang di Dusun Meliau, Desa Melemba, Kecamatan Batang Lupar, Kapuas Hulu merupakan salah satu hunian masyarakat Dayak Iban.

Untuk menempuh dusun ini, tidak ada akses lain selain jalur air. Dari Kota Lanjak, yang merupakan ibukota kecamatan, perjalanan dimulai dengan menggunakan speed boat atau long boat melintasi Danau Luar, kemudian masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Danau Sentarum, dan melalui anak Sungai Leboyan. Perjalanan menempuh waktu sekitar 3 jam, dan bisa lebih cepat jika musim air pasang, serta akan lebih lambat di musim kemarau karena harus memutar rute yang masih bisa dilewati perahu.

Dalam perjalanan, kita disuguhkan pemandangan khas beberapa perkampungan nelayan yang bergantung pada hasil sungai, danau dan hutan. Perangkap ikan tradisional pun terhampar di banyak tempat sepanjang sungai yang menjadi koridor Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum tersebut. Di kejauhan tampak hamparan perbukitan yang memanjang mengelilingi, seakan memanggil untuk dihampiri. Salah satunya bukit Peninjau. Ya, di perbukitan itulah salah satu kawasan penyangga taman nasional yang menjadi habitat di mana orangutan (Pongo Pygmaeus pygmaeus) bermukim.

KOMPAS.com/Yohanes Kurnia Irawan Rumah Betang Meliau yang dihuni komunitas suku Dayak Iban yang berada dipinggir Sungai Leboyan, Desa Melemba, Kecamatan Batang Lupar, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Sejatinya, habitat orangutan yang merupakan hutan heterogen dengan keanekaragaman hayati yang mendukung ketersediaan pakan bagi orangutan, masih banyak menghadapi kendala dalam upaya mempertahankannya. Pendekatan dengan masyarakat yang berpola tanam ladang berpindah sedikit membuahkan hasil. Namun, masih ada ancaman lain yang masih mengganjal, terutama rencana perluasan pembukaan lahan perkebunan yang bisa menghabiskan ratusan hingga ribuan hektar hutan multikultur menjadi tanaman monokultur.

Ancaman Ekspansi Perusahaan Perkebunan

Usaha mempertahankan keaslian kawasan dengan keanekaragaman hayati yang dimiliki merupakan salah satu benteng dalam menghadapi tawaran menggiurkan dari para pengusaha perkebunan, terutama sawit. Kawasan yang berada di koridor dua taman nasional itupun tak luput dari incaran pengusaha. Namun, secara tegas sebagian masyarakat Dusun Meliau menolak kehadiran perkebunan sawit di kampung mereka.

Penolakan mereka bukan tanpa alasan. Sudah banyak contoh kerusakan dan kerugian yang dirasakan warga, terutama perkampungan yang terletak di bagian hilir di luar kawasan penyangga Taman Nasional Danau Sentarum, yang berdekatan langsung dengan Sungai Kapuas.

KOMPAS.com/Yohanes Kurnia Irawan Salah satu sarang Orangutan (Pongo Pygmaeus pygmaeus) yang ada di Bukit Peninjau, Desa Melemba, Kecamatan Batang Lupar, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
“Dulu air di kampung mereka melimpah ruah, ikan di danau mereka banyak, hutan mereka juga bagus. Tapi sekarang, air saja mereka harus beli pakai galon, ngantre untuk beli air. Danau mereka mulai kering dan keruh, ikan sudah sulit dicari. Bahkan mayas (orangutan) sudah tidak ada lagi di daerah sana,” ujar Husin, tokoh masyarakat Meliau menggambarkan kondisi kampung lain yang mulai terasa dampak lingkungannya.

Dengan nada tegas, Husin pun melanjutkan ceritanya, dari pengalaman itulah warga di kampungnya tidak ingin bernasib yang sama. Masyarakat berusaha tetap menjaga kelestarian lingkungan dengan aturan adat serta kearifan lokal yang berlaku. Mereka tidak ingin kehilangan mata pencaharian mereka dari sumber alam yang mereka gunakan sebatas cukup. Aturan adat diperkuat dan tetap menjaga hubungan baik dengan alam yang sudah dibangun oleh leluhur mereka sejak dulu.

Sekretaris Desa Melemba, Antonius Rimau yang juga bermukim di dusun Meliau mengamini apa yang disampaikan Husin. Rimau, sapaan akrabnya, selalu megimbau dan mengingatkan warganya untuk tidak menyalahi dan melanggar kesepakatan konservasi yang dibangun di wilayahnya. Pendampingan dari WWF-Indonesia program Kalimantan Barat yang mulai dirintis sejak tahun 2006 sedikit banyak berhasil mempertahankan keanekaragaman hayati di sepanjang kawasan koridor di kedua Taman Nasional tersebut.

Konflik Orangutan

Berkurangnya ketersediaan pakan orangutan ternyata berdampak pada migrasi dalam usaha mencari makanan. Bahkan orangutan kerap turun ke permukiman untuk mengambil buah-buahan di kebun dan madu. “Beberapa waktu lalu ada orangutan yang ambil madu di tikung (dahan buatan) milik masyarakat,” ujar seorang warga lainnya.

KOMPAS.com/Yohanes Kurnia Irawan Proses monitoring peluruhan sarang Orangutan (Pongo Pygmaeus pygmaeus) yang melibatkan masyarakat lokal di Bukit Peninjau, Desa Melemba, Kecamatan Batang Lupar, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Bagi masyarakat Dayak Iban, orangutan atau mayas (bahasa lokal) pantang untuk dikonsumsi dan dibunuh. “Percuma kalau dibunuh, tidak bisa dimakan, jadi untuk apa kami bunuh, biarkan saja. Mereka juga butuh makan sama seperti kita,” warga lain menambahkan.

Masuknya orangutan ke permukiman masyarakat merupakan dampak dari berkurangnya ketersediaan pakan dan habitat asli orangutan yang mulai terbuka akibat aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan skala besar di sekitar kawasan Taman Nasional Danau Sentarum.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com