Ekspresi tubuh ditampilkan lebih menonjol lagi lewat pertunjukan teater oleh kelompok Ranah Teater, juga dari Sumatera Barat. Pemanggungan karya berjudul Sandiwara Pekaba itu sangat efisien, efektif, tak ada satu pun, entah itu gerak, bunyi, atau tari, yang mubazir.
Paul Adolphus dari Australia lewat kolaborasinya dengan dua seniman Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang, Toni dan Alex, melengkapi semua itu dengan kekuatan etnik Sumatera Barat yang memanifestasi dalam bunyi. Paul, peniup seruling andal, mempertontonkan bagaimana silaturahmi seni berlangsung dengan wajar dan penuh kegembiraan, lewat kerja samanya dengan Toni yang memainkan perkusi dan Alex pada gitar. Suara musik mereka sebening Danau Maninjau.
Festival ini benar-benar komplet, ketika di malam terakhir muncul kelompok musik dari Bukittinggi bernama Saandiko. Para anggota kelompok ini terdiri dari siswa-siswa sekolah dasar sampai menengah. Mereka diasuh oleh pendiri, pimpinan, pelatih, sekaligus komposer, Edi Elmitos. Secara tegas kelompok ini menyatakan berkeinginan menjadikan kesenian daerah bisa dinikmati secara global oleh semua lapisan masyarakat.
Diawali dengan gerak randai yang merupakan akar tradisi Minang, mereka meloncat ke paduan perkusi, alat tiup, sampai gitar listrik dan keyboard. Tak ada batas antara musik dan gerak. Gerak itu musik, musik itu gerak. Kekuatan dan kegarangan silat dalam randai, ketika memanifestasi dalam bunyi menjadi musik yang keras, ingar bingar, dengan seketika mengingatkan pada musik rock.
Sumatera Barat
Dari festival internasional ini, yang mengesankan sebenarnya justru penampilan kelompok-kelompok dari Sumatera Barat itu sendiri. Sejumlah karya dari koreografer dan penari dari mancanegara terkesan terlalu berkutat pada batasan yang mereka bikin sendiri mengenai makna kesenian kontemporer.
Su-En dari Swedia, misalnya, berusaha melakukan penyelidikan hubungan antara tubuh penari dan arena sekitar, dengan benda-benda di lingkungannya. Kesannya klise. Begitu pun penampilan dua penari India, Krithika Rajagopalan dan Ileana Citaristi. Kalau yang pertama adalah orang India yang bermukim di Chicago, maka yang kedua adalah orang Italia yang bermukim di India. Para diaspora itu—sebagaimana kecenderungan para diaspora pada umumnya—terlalu berhasrat merengkuh sesuatu yang mereka anggap akar tradisi. Terlalu niat itu yang menjadikan orang malah tak mendapatkan....
Kalau diandaikan pilihan kurator dari festival mampu merepresentasikan kecenderungan seni pertunjukan di dunia saat ini, jangan-jangan dalam globalisasi sekarang kiblat kesenian memang sedang ke Timur. Dalam beberapa hal ini telah terjadi pada bidang seni lain, katakanlah pada bidang visual art atau seni rupa kontemporer. Kiblat seni rupa kontemporer, termasuk pasarnya, sekarang adalah Asia.
Sangat mengesankan berada di tengah festival Padang Bagalanggang. Selain festivalnya, juga alam yang tiada tara permainya, terdiri dari ngarai, danau, pantai, air terjun, dan lain-lain.
Oh, Sumatera Barat.... (Bre Redana)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.