Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjejakkan Kaki di Maratua, Pulau Terluar Indonesia

Kompas.com - 27/11/2014, 10:46 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

BERAU, KOMPAS.com - Langit nan biru menyambut speedboat Baracuda di salah satu dermaga Pulau Maratua, Berau, Kalimantan Timur, Rabu (26/11/2014) siang. Perjalanan itu menjadi sangat istimewa karena tidak semua orang dapat menjejakkan kakinya di salah satu pulau terluar Indonesia itu. Di bawah dermaga, gerombolan ikan hias langsung menarik perhatian.

Laut dekat pantai hanya sedalam satu meter saja. Airnya jernih sehingga dapat menikmati ikan badut, julung-julung, dan jenis lainnya berkeliaran. Jika beruntung, pengunjung dapat melihat penyu hijau yang termasuk penyu langka.

Panjang dermaga sekitar 20 meter dan tersambung dengan beberapa penginapan dan restoran yang sebagian besar terbuat dari kayu. Memang, ada banyak dermaga di pulau. Namun, keindahan pemandangan di dermaga dengan nama Maratua Paradise itu layak djadikan pilihan akses masuk ke pulau.

Sekilas Maratua

Pulau Maratua adalah salah satu dari 13 pulau kecil yang berada di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Ada 92 pulau kecil terluar di Indonesia. Dua pulau di antaranya berada di Berau, yakni Maratua dan Pulau Sambit.

Dari 92 pulau kecil terluar itu, 31 di antaranya dihuni penduduk. Pulau Maratua kembali menjadi pulau spesial karena dia adalah salah satu di antaranya. Pulau yang berada dekat Malaysia dan Filipina itu memiliki luas wilayah daratan 384,36 km2 dan wilayah perairan seluas 3.735,18 km2.

Terdapat empat kampung di dalamnya, yakni Teluk Kalulu, Bohesilian, Teluk Harapan dan Teluk Kalulu. Jumlah penduduk pulau yang memiliki bandar udara kecil sendiri tersebut mencapai 2.818 jiwa yang terdiri dari 1.439 laki-laki dan 1.379 perempuan. Rata-rata, mereka bekerja sebagai nelayan dan ibu rumah tangga.

Penduduk asli pulau itu adalah Suku Bajau beragama Islam. Sementara, warga pendatang berasal dari Makassar, Jawa dan Kutai.

Surga Jatuh ke Bumi

"Pulau Maratua ini surga yang jatuh ke bumi," demikian diungkapkan Doris Dolarisasana sembari jalan membawa rombongan masuk ke pulau.

Doris adalah pemimpin rombongan perjalanan singkat di pulau itu. Dia adalah tim Pusat Data Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di mana menterinya menjadi sorotan atas kinerja, Susi Pudjiastuti.

Bagaimana bukan surga namanya. Survei 2003 menunjukkan ada 206 spesies terumbu karang di perairan Maratua. Kondisi itu jadi ekosistem bagi 257 spesien ikan karang. Jenis terumbu karang di perairan Maratua juga hanya tumbuh di kedalaman di atas 17 meter di bawah permukaan laut. Sementara, sisanya hanya berupa pasir putih. Ikan yang hidup di perairan itu kebanyakan ikan hias dengan warna dan corak menarik perhatian mata. Misalnya ikan badut (Amphiprion accoelaris dan A, clarki), ikan ikan betok (Chromis, Cinerascens, C, viridis, C, weberi), ikan kakaktua (Scarus ghobban), ikan layaran (Heniochus acuminatus) dan lain-lain.

"Makanya di perairan pulau ini menjadi titik snorkeling dan diving favorit turis lokal atau mancanegara," ujar Doris.

Selain ikan hias, banyak juga ikan yang dapat dikonsumsi, misalnya ikan kerapu (Chomileptes altivelis, Ephinephelus fuscoguttatus), ikan kakap (Luiyanus decussatus), ikan baronang (Siganus coralinus, S. dolainus), ikan ekor kuning (Caesio kuning) dan lainnya.

Doris melanjutkan, pulau itu memiliki sistem pertahanan alamiah, yakni dengan tumbuhan mangrove. Dari total luas pulau, Ekosistem mangrove dan vegetasi pantai lainnya yang ada di Pulau Maratua seluas 369 hektare dan dikategorikan dalam kondisi relatif baik. Seluas itu ditumbuhi 16 spesies mangrove yang mampu hidup dalam segala jenis tanah.

Menyusut di Era SBY

Direktur Konservasi KKP Agus Darmawan menyebutkan, tahun 2004, pihaknya telah mengusulkan perairan Berau, Pulau Maratua dan area laut salah satunya, untuk menjadi kawasan konservasi. Saat dideklarasikan 2005, luas wilayah konservasi mencapai 1,2 juta hektare. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat meluncurkan wilayah konservasi itu tahun 2006.

"Tapi di perjalanan rupanya ada penyesuaian. Tidak semua 1,2 juta hektare itu dijadikan konservasi, pemerintah menyesuaikan dengan kegiatan ekonomi masyarakat setempat yang juga ingin mencari ikan," ujar Agus.

Tahun 2013, luas wilayah konservasi pun menyusut hingga menjadi hanya 285 ribu hektare saja. Penyusutan itu, lanjut Agus, dengan memberikan sosialisasi yang kuat pada masyarakat untuk mencari ikan hanya dengan cara tradisional, bukan menggunakan pukat raksasa, bom atau racun ikan. Dengan demikian, nelayan tetap bisa mencari ikan, kelestarian biota laut tetap terjaga.

Aksebilitas

Segala keindahan itu memang tidak dapat dinikmati dengan mudah dan murah. Akses ke pulau itu cukup sulit dan mahal. Dari Kota Balikpapan, anda harus terbang ke Tanjung Redeb terlebih dahulu dengan waktu tempuh 1 jam. Dari sana, anda dapat langsung ke Pulau Maratua dengan menggunakan speedboat yang disewakan. Anda melewati Sungai Senggah kemudian tembus ke laut Berau.

Di muara, dikabarkan masih terdapat banyak buaya. Jika anda tidak mau berlama-lama di air, dari Tanjung Redeb anda bisa menempuh jalur darat ke Tanjung Batu selama sekitar 2,5 jam. Banyak yang menyewakan mobil di Tanjung Redeb. Dari Tanjung Batu, dilanjutkan ke Pulau Maratua dengan melalui jalur laut. Waktu tempuhnya sekitar 1,5 jam, tergantung cuaca.

Perjalanan Kompas.com dan rombongan di pulau tersebut tidak lama. Hanya sekitar dua jam saja. Kami hanya berfoto dan makan siang sekaligus mengobrol dengan penduduk setempat. Meski hanya menjejakkan kaki, pengalaman di pulau terluar itu sungguh luar biasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com