Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Badak, Patungnya Pun Jadi

Kompas.com - 01/12/2014, 16:21 WIB
SEBAGIAN  warga yang bermukim di sekitar Taman Nasional Ujung Kulon, Kabupaten Pandeglang, Banten, dulu merambah pepohonan dan meracuni ikan. Kini, seiring pariwisata yang kian berkembang, mereka sibuk membuat patung, batik, dan gantungan kunci.

Adna (35), warga Desa Kertajaya, Kecamatan Sumur, Pandeglang, pertengahan November 2014, menyerut kayu hingga menjadi kotak dengan pisau. Ia lalu membuat pola badak pada kayu. Bagian termudah dikerjakan paling awal, yakni kaki belakang. Selanjutnya perut, kaki depan, dan leher dibentuk.

Kepala adalah bagian tersulit dan paling akhir diselesaikan. Bagian itu paling lama dikerjakan karena termasuk rapuh. Jika kepala dikerjakan lebih dulu, cula atau kuping dikhawatirkan patah. Seusai menuntaskan bagian kepala, patung yang masih kasar diampelas dan dicat dengan motif-motif batik.

Patung lalu diberi lapisan melamin. Setelah pengerjaan sekitar tiga jam, patung pun terlihat cantik dan siap dipasarkan. Adna juga bisa membuat gantungan kunci dengan proses tak jauh berbeda. Selain motif batik, ada pula patung dan gantungan kunci polis.

Patung dijual mulai Rp 20.000 dan gantungan kunci dengan harga mulai Rp 15.000. Kerajinan itu menjadi andalan di sejumlah desa dekat Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) di Kabupaten Pandeglang bagian barat daya.

Ketua Kelompok Cinibung Wisata (Ciwisata) Mardi Badarudin menjelaskan, para perajin tersebar di beberapa kecamatan. Di Desa Kertajaya, Kecamatan Sumur, tujuh perajin membuat patung dan gantungan kunci. Sementara di Desa Tamanjaya, Kecamatan Sumur, perajin berjumlah lima orang.

Di Desa Cibadak, Kecamatan Cimanggu, lima warga juga menekuni profesi itu. Selain patung dan gantungan kunci, mereka juga membuat batik. Namun baru ada dua perajin batik, masing-masing satu orang di Desa Kertajaya dan Desa Tangkilsari, Kecamatan Cimanggu.

Kerajinan adalah hasil kegiatan yang terintegrasi. Warga berbagi tugas, tak hanya membuat kerajinan. Di Kertajaya, lima warga membuat kemasan menarik untuk meningkatkan nilai tambah. Para perajin dan pembuat kemasan tergabung dalam kelompok Ciwisata.

Sebelum kelompok dibentuk tahun 2012, para perajin tersebar di beberapa desa tanpa koordinasi. Pembentukan kelompok sudah menunjukkan hasil yang menggembirakan pada tahun 2013. Dalam satu hari, warga yang bernaung di bawah Ciwisata bisa menghasilkan sekitar 30 patung dan 50 gantungan kunci.

”Kalau warga tertarik membuat kerajinan dengan serius, tidak terlalu susah mengajarinya. Setelah belajar sekitar enam bulan, warga sudah mahir membuat kerajinan,” ujar Mardi.

Limbah kayu

Para perajin banyak memanfaatkan limbah untuk membuat patung. Sisa tiang kayu penyangga atap rumah atau tunggul dari pohon yang ditebang di lahan warga, misalnya, tak disia-siakan. Integrasi kerajinan semakin lengkap seiring berkembangnya pariwisata di Kecamatan Sumur dan Cimanggu.

Pantai-pantai indah yang namanya tengah naik daun menarik wisatawan. Di Tamanjaya, wisatawan bisa berenang dan berpesiar dengan kapal sambil menanam terumbu karang. Pantai- pantai seperti Cinibung di Kertajaya dan Ciputih di Kertamukti menyuguhkan panorama dengan atmosfer keheningan.

Pulau-pulau di sekitar kawasan itu, antara lain Badul, Oar, dan Mangir, bisa dicapai dengan kapal yang disewakan warga setempat. Para pengelola usaha wisata itu membantu pemasaran patung, gantungan kunci, dan batik. Warga juga kerap mengadakan kegiatan yang bisa menjadi agenda pariwisata.

Akhir Oktober 2014, warga Tamanjaya menggelar Sedekah Bumi atau perayaan sebelum bercocok tanam. Sekali-sekali, mereka juga menampilkan kesenian setempat, yaitu tari lisung dan rengkong. Rintisan produksi patung sudah dimulai sejak tahun 1995 yang dimulai dengan pelatihan di Tamanjaya.

Saat itu, World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia mengenalkan beberapa warga dengan pembuatan kerajinan. Pengetahuan dari pelatihan dan studi banding di Yogyakarta yang diikuti dua warga Desa Tamanjaya disebarkan kepada rekan-rekannya.

Kesibukan membuat patung mampu mengalihkan sejumlah warga yang sebelumnya mencari ikan dengan merusak lingkungan. Dulu, jaring genjring (semacam pukat), bom, dan potasium untuk meracuni ikan marak dimanfaatkan. Tak sedikit pula warga merambah hutan untuk mencari kayu.

Petugas Ekowisata dan Pesisir WWF Indonesia Ujung Kulon Project Andre Crespo menjelaskan, desa-desa para perajin yang berdekatan dengan TNUK tak pelak menimbulkan potensi gangguan terhadap taman nasional tersebut. Aktivitas manusia yang bisa mengganggu flora dan fauna perlu dicegah.

”Penghasilan warga meningkat dengan membuat kerajinan. Warga yang dulu bekerja sebagai buruh tani, misalnya, dibayar Rp 50.000 per hari,” ujar Andre.

Perajin mendapatkan minimal Rp 75.000 per hari. Pembentukan kelompok Ciwisata membuat para perajin menyepakati mutu dan harga yang sama. Mereka juga mencegah persaingan tidak sehat dengan saling menjatuhkan. Sebagian besar kerajinan dikumpulkan di Kertajaya untuk dipromosikan Ciwisata.

”Warga desa lain menitipkan kerajinan kepada mereka yang pergi ke arah Kertajaya. Bisa juga anggota Ciwisata yang pergi mengambil kerajinan,” kata Andre. Tentunya, patung bisa dibeli di desa-desa para perajin karena mereka selalu menyisihkan stok.

Jika warga mengadakan acara wisata, patung-patung itu dipajang. Warga menjalin kerja sama dengan beberapa hotel untuk memasarkan kerajinan. ”Kami juga mendorong kerja sama dengan dinas pariwisata kabupaten/kota dan provinsi, serta Asosiasi Industri Kreatif dan Pelaku Usaha Banten,” kata Andre.

Direktur Komunikasi dan Advokasi WWF Indonesia Nyoman Iswarayoga mengatakan, para perajin memilih bentuk badak jawa karena satwa dilindungi itu adalah hewan khas TNUK. Rombongan wisatawan kadang-kadang berkunjung ke TNUK untuk melihat badak secara langsung.

Namun, dengan populasi paling sedikit di dunia atau hanya 58 ekor pada tahun 2013, membuat badak jawa sangat sulit terlihat. Wisatawan boleh dibilang amat beruntung jika bisa menyaksikan badak di alam bebas. Karena itu, patung badak bisa dianggap pelipur lara.

”Kalau tidak bisa lihat langsung, wisatawan boleh beli badaknya dari para perajin. Tak ada badak, patungnya pun jadi,” seloroh Nyoman sambil tertawa. (Dwi Bayu Radius)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com