Sementara menyaksikan kembang api atau petasan, tiba-tiba hujan turun, semua berlari berhamburan mencari tempat untuk berteduh. Lalu anak-anak bahu membahu memikul bambu, ada yang membawa botol berisi minyak tanah, ada yang membawa kain dan kayu. Kemudian mereka meletakkan bambu tersebut, bagian depannya di alas dengan batu sehingga lebih tinggi dari bagian belakang.
Tono, segera memerintahkan Mikael untuk memasukkan minyak tanah di dalam bambu tersebut melalui lubang yang sudah dipahat rapi dengan ukuran yang sangat kecil. Setelah memasukkan minyak tanah, Tono lalu memberikan abu dapur ke Miko untuk memasukkan ke dalam lubang tersebut. "Cepat masukkan lalu nyalakan api," kata Tono.
Setelah semua dimasukkan, maka Tono memberi isyarat agar segera memasukkan api ke dalam lubang tersebut. Tanpa basa-basi, Miko lalu menyudutkan ke dalam lubang bambu tersebut, api pun menyala di dalam lubang bambu tersebut, asap keluar melalui dua lubang, lubang yang kecil, dan lubang bagian depan bambu tersebut yang sudah dipotong.
Miko sesekali meniup, sampai asap mengepul keluar dari dalam bambu tersebut. Setelah sepuluh menit, dan bambu mulai panas, Tono dan Miko mulai beraksi, Tono meniup sampai asap di dalam bambu tersebut keluar, kemudian Miko menyudutkan api melalui lubang kecil, suara keras seperti tembakan pun terdengar. Blarr!!
Belasius Nalur, tokoh adat Flores menjelaskan bahwa bunyi meriam hanya pada bulan Desember. Semua orang memahami kalau bulan Desember adalah bulannya meriam bambu. Namun, lanjut Belasius, dari perspektif budaya Manggarai dan Flores, meriam bambu menandakan bahwa ada orang yang meninggal dunia. Dikampung-kampung masih berlaku, hal ini disebabkan karena jarak antar-kampung sangat jauh dan medannya sangat berat.
Selain ada orang yang diutus untuk "siro atau rekadu" dan sekarang dengan zaman teknologi dengan pesan singkat melalui handphone, meriam bambu tetap dibunyikan, karena suaranya besar. Sehingga kalau di kampung-kampung meriam dibunyikan sekali pun bulan Desember itu merupakan suara dukacita, menginformasikan bahwa ada yang meninggal.
Warisan Leluhur Orang Flores dan Manggarai
Tokoh Masyarakat Manggarai Timur, Yosep Geong dan Agustinus Nggose kepada Kompas.com, Sabtu (20/12/2014) menjelaskan, salah satu warisan yang masih terus dipertahankan di masyarakat Flores pada umumnya dan Manggarai Raya pada khususnya adalah tradisi meriam bambu.
“Zaman dulu, meriam bambu dibunyikan ketika ada peristiwa kematian tokoh besar di kampung-kampung. Meriam bambu memberikan pesan kepada seluruh masyarakat bahwa di salah satu kampung itu terjadi kematian. Dan warga yang meninggal adalah salah satu tokoh masyarakat yang berpengaruh di kampung tersebut. Bunyi meriam bambu diperuntukkan tokoh masyarakat yang meninggal dunia,” katanya.
Belakangan, menurut Yosep, tradisi meriam bambu dibunyikan pada masa adventus dan Natal sampai dengan perayaan tahun baru. Selain dibunyikan pada saat tokoh masyarakat meninggal dunia.
“Tradisi ini sudah diwariskan oleh leluhur orang Flores dan Manggarai. Salah satu cara menyambut kegembiraan kelahiran Isa Almasih dengan membunyikan meriam bambu di kampung-kampung,” jelasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.