Namun, menjadi sesuatu yang tak lazim, jika sebuah daerah "dikuasai" oleh cikar dan dokar ini. Di Desa Gili Indah yang melingkupi tiga pulau kecil yaitu Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air, cidomo dan dongol merupakan pemandangan yang biasa di pulau-pulau ini. Tak perlu heran, sebab kendaraan bermotor tidak boleh masuk pulau ini. Jadi tak ada mobil ataupun sepeda motor.
Orang-orang berlalu lalang dengan jalan kaki, bersepeda, atau naik cidomo. Barang-barang diangkut dengan gerobak atau dongol. Udara bebas polusi asap berkendaraan motor sudah pasti. Hanya saja, bukan berarti cidomo dan dongol tak menghadirkan masalah.
Tetapi, apa sebenarnya arti dari Cidomo? "Cidomo itu kepanjangannya cikar, dokar, montor," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Gili Trawangan Acok Zani Bassok awal Desember lalu saat Kompas.com berkunjung ke Gili Trawangan atas undangan dari PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
Keunikan Cidomo adalah menggunakan roda dari ban, bukan roda kayu. Cidomo juga bukan sekadar alat transportasi di Gili Trawangan. Ia menjadi ikon pariwisata Gili Trawangan. Gili Trawangan sendiri ibarat primadona pariwisata NTB. Menyebut wisata NTB, pasti terlintas pertama adalah Gili Trawangan. Di tahun 2012 saja, menurut data Dinas Pariwisata Lombok Utara, kunjungan wisatawan baik mancanegara maupun nusantara, mencapai 400 ribu orang. Tren kunjungan wisatawan mengalami peningkatan setiap tahunnya.
"Gili Trawangan selalu ramai, tidak hanya saat high season. Kalau pas high season, seperti Tahun Baru, wah ramai sekali, hotel sudah pasti fully booked," kata Acok.
Pesatnya pertumbuhan pariwisata di pulau ini menghadirkan persaingan di antara pelakunya. Untungnya, ada aturan adat atau awig-awig yang ketat dan masih dijalankan di pulau ini. Seperti soal perlakuan terhadap orang yang ketahuan mencuri.
Kusirnya pun terwadahi dalam sebuah koperasi. Masing-masing kusir memiliki SIM resmi yang menunjukan izin untuk "menarik" cidomo. Sayangnya, tak bisa dipungkiri masalah perawatan kuda menjadi masalah utama di pulau ini.
Salah satunya adalah karena tidak adanya dokter hewan tetap di pulau tersebut. di Nusa Tenggara Barat sendiri memiliki beberapa dokter hewan. Setiap bulannya, dokter hewan dari DPPKKP datang ke pulau tersebut untuk memberikan pengobatan maupun vaksin. Hanya saja, beberapa kusir mengatakan kunjungan dokter tersebut di jam saat mereka sedang bekerja, sehingga menyulitkan mereka untuk membawa kuda ke tempat praktek.
Para dokter yang terlibat sebenarnya pun tak sekadar diam di tempat. Tetapi juga berkeliling menjemput bola, memeriksa kuda yang sedang "parkir". Jadi, apakah para kusir ini tak peduli dengan kuda mereka?
"Tentu saya sayang. Saya mandikan kuda saya empat kali, malam pakai air hangat," ungkap Paturahman, kusir cidomo di Gili Trawangan kepada Kompas.com.
PT Multi Bintang Tbk mendatangkan dokter Nanta dan drh. Fitri Dewi Fathiyah ke Gili Trawangan dalam rangka "Gerakan Peduli Cidomo/Dongol Sehat". Keduanya adalah dokter hewan spesialis kuda yang sudah berpengalaman malang melintang di bidang kuda pacuan sampai ke tingkat internasional, selama lebih dari satu dekade.
"Malah bisa dibilang, kuda-kuda di Gili Trawangan ini secara kasat mata sehat-sehat saja. Mereka tidak kurus-kurus. Masih jauh lebih baik daripada kuda-kuda dokar di Bogor," kata Dokter Nanta. (bersambung)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.