Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wisata Vietnam, Menjajakan Sekaligus Merawat Alam

Kompas.com - 27/12/2014, 11:49 WIB
BAGI Vietnam, Indonesia adalah sasaran konsumen pariwisata menjanjikan. ”Negeri Paman Ho” itu tak hanya menawarkan tempat tujuan pariwisata dengan keindahan alam, tetapi juga berusaha memahami profil wisatawan asal Indonesia. Tujuannya agar mereka bisa memenuhi keinginan wisatawan asal Indonesia sekaligus menambah jumlah kunjungan mereka.

Salah satu yang dilakukan Vietnam National Administration of Tourism (VNAT) adalah menambah tempat tujuan wisata sekaligus memperluas pangsa pasarnya. Selama ini, turis yang banyak mengunjungi Vietnam, antara lain, berasal dari Tiongkok, Perancis, Amerika Serikat, dan Jepang. Kini, giliran Indonesia yang dijadikan sasaran berikutnya.

Awal Desember 2014 lalu, misalnya, VNAT mengundang perwakilan beberapa biro perjalanan Indonesia bertukar pikiran tentang pariwisata kedua negara. VNAT juga memperkenalkan tempat tujuan wisata ”baru” yang diperkirakan bisa mengundang turis asal Indonesia.

Salah satunya pemandangan alam di wilayah Ninh Binh. Duong Thi Thu Trang (34), pemandu wisata, menyebutnya sebagai Trang An. Dengan menumpang perahu yang didayung seorang perempuan petani setempat, kami menyusuri semacam danau yang dikelilingi bukit-bukit karst. Jarak perahu dengan dasar air yang jernih hanya 1-2 meter sehingga tumbuh-tumbuhan air dan ikan-ikan yang berlalu lalang terlihat jelas.

Selama 2-3 jam keheningan dan bunyi gemercik air karena gerakan dayung yang mengayun perlahan, menemani kami menikmati alam. Ke atas, mata kita memandang langit biru yang bersih, ke depan dan samping kita menikmati hijaunya vegetasi di antara bukit karst dan tanah pertanian.

Kesunyian itu kadang terpecahkan bunyi tawa atau obrolan penumpang ataupun pendayung perahu-perahu lain. ”Untuk menyewa perahu, tarifnya 25 dollar (AS). Satu perahu bisa untuk 4-5 orang,” ucap Trang, sang pemandu.

Sambil mendayung, perempuan petani itu bercerita dan diterjemahkan Trang. Kata dia, tahun 2006 tempat ini dibuka untuk turis. Jernihnya air bisa terjaga karena mereka diwajibkan membawa jaring untuk mengambil sampah. ”Kalau ada turis membuang sampah ke air, pendayung akan mengambilnya, tanpa mengatakan dilarang membuang sampah sembarangan. Tetapi kalau si turis kembali membuang sampah, baru diberi peringatan,” kata Trang.

Sambil bercakap-cakap pelan, kami melewati dan menikmati kegelapan goa sepanjang sekitar 100 meter yang disebut Hang Seo. Sebelumnya, Trang memperingatkan kami untuk menundukkan kepala karena stalagtit goa itu rendah. Tak berapa lama, kami kembali menundukkan kepala melewati Goa Son Dong sepanjang 250 meter.

Kami juga melewati Goa Trane (250 meter) yang langit-langitnya tinggi. Kali ini kami seperti berada di dalam ruangan dengan bayangan stalagtit yang terlihat jelas lewat pantulan air di bawah. Terakhir, kami melewati gua Quy Hau (100 meter).

Bangunan tua di Hanoi

Upaya menjadikan Ninh Binh sebagai salah satu tujuan wisata juga tampak dengan dibangunnya Kuil Bai Dinh di Pegunungan Dinh. Di kompleks seluas sekitar 80 hektar ini ada tiga kuil besar, di samping berbagai bangunan pendukung lainnya. Kami harus menaiki ratusan anak tangga sebelum mencapai puncaknya. Kelelahan itu terbayar karena dari kompleks yang dibangun sejak tahun 2003 ini, pengunjung bisa melihat keindahan kawasan Ninh Binh.

Pada waktu-waktu tertentu, Bai Dinh dikunjungi banyak biksu, penganut Buddha, dan pengunjung dari berbagai pelosok Vietnam dan Laos. Di setiap bangunan kuil, dibuat patung-patung Sidarta Gautama berlapiskan emas. ”Sebelumnya, di pegunungan ini sudah ada kuil kuno yang dibangun pada abad ke-7,” kata Trang.

Di pinggir sepanjang anak tangga Bai Dinh dihiasi 500 patung batu besar. Di bagian lutut, tangan, atau kaki patung-patung batu itu tampak mengilat. Menurut Trang, ada keyakinan sebagian pengunjung bahwa keinginan mereka bisa terkabul dengan mengusap bagian dari patung-patung itu.

Kalau Ninh Binh menjadi daerah tujuan wisata ”baru” di Vietnam, maka Hanoi tetap dipertahankan dengan bangunan lamanya. Di antara bangunan itu ada Kuil Literatur yang dibangun pada 1070-an. Di kuil ini banyak hiasan patung kura-kura dan burung crane. Di sini pun bagian kepala kura-kura dan ekor burungnya lebih mengilat dibandingkan dengan bagian lainnya.

”Pengunjung suka mengusap kepala kura-kura dengan harapan mendapatkan umur panjang dan kebahagiaan. Sedangkan ekor burung untuk keindahan,” kata Trang, sambil menambahkan, kura-kura melambangkan perempuan dan burung crane melambangkan pria.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com