Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mons, Semarak Perayaan Ibu Kota Kebudayaan Eropa

Kompas.com - 28/01/2015, 17:35 WIB
NAMA kota di Belgia bernama Mons pasti masih terdengar asing bagi kebanyakan orang. Berjarak sekitar lima puluh kilometer dari ibu kota Brussels dan dekat dengan perbatasan Perancis, pada Sabtu 24 Januari 2015 yang lalu menjadi sorotan publik seiring dengan acara pembukaan European Capital of Culture 2015. Lebih dari seratus ribu pengunjung memadati pusat kota dan menjadi saksi perubahan kota yang dulunya dikenal sebagai pusat wilayah pertambangan.

European Capital of Culture atau Ibukota Kebudayaan Eropa merupakan titel tahunan bergengsi yang diberikan oleh Uni Eropa. Tahun ini, bersama dengan kota Pilsen (Republik Ceko), keduanya mendapat kehormatan untuk mempromosikan potensi daerah masing-masing untuk bisa lebih dikenal secara internasional.  

Mons merupakan kota keempat di Belgia yang menjadi Ibu Kota Kebudayaan Eropa, setelah Antwerp, Brussels, dan Bruges. Namun ini merupakan kesempatan pertama bagi kota di wilayah Wallonia yang berada di selatan Belgia dan berbahasa Perancis.

Walau terkesan ambisius untuk sebuah kota berpenduduk sembilan puluh lima ribu jiwa, ibu kota provinsi Hainaut ini kaya akan sejarah dan warisan budaya. Terbukti dengan memiliki tiga UNESCO World Heritage masterpieces.

Seperti umumnya kota di Eropa yang memiliki main square atau alun-alun di pusat kota, Mons juga memiliki Grand Place dengan bangunan bersejarah berupa Hôtel de Ville atau balai kota bernuansa gotik dengan berlatar belakang menara Belfry yang menjadi destinasi utama wisatawan.

Seperti patung Manneken Pis di Brussels, Mons juga punya ciri khas patung kecil berbentuk monyet yang legendaris. Ini merupakan favorit semua orang. Montois (warga Mons) dan pengunjung pasti menyempatkan waktu untuk mengusap kepala patung monyet ini untuk keberuntungan.     

Dengan mengambil tema “Illumination” pada acara pembukaan European Capital of Culture, seluruh penjuru kota tampil bergelimang cahaya. Bangunan bersejarah berkilau. Taman kota diterangi ratusan lilin. Lampu disko yang digantung di crane tampak melayang di tengah alun-alun.

Salju yang turun di pagi itu terasa begitu dramatis dan pas dengan lagu “Tombe la Neige” yang dikumandangkan sepanjang acara berlangsung dan dinyanyikan dalam berbagai bahasa, termasuk Bahasa Indonesia.Tepat pukul enam sore acara pembukaan digelar secara bersamaan di dua puluh lokasi di seluruh penjuru kota. Tidak ada momen pembukaan resmi atau itinerary khusus. Ini lebih seperti sebuah street party dengan berbagai pertunjukan budaya hingga pukul dua dini hari yang kesemuanya gratis! 

Sebanyak delapan belas ribu poncho reflektif berwarna perak karya desainer Belgia Jean-Paul Lespagnard dibagikan kepada para pengunjung yang diajak untuk menjadi bola kaca yang seakan menggelinding dan memantulkan cahaya selama menyusuri kota. Ketika jubah tersebut tak sanggup lagi menahan hawa musim dingin yang menusuk, beberapa indoor area yang menyajikan pertunjukan musik menjadi pilihan untuk menghangatkan diri.

Atau, jika ingin menghilangkan penat dan tidak takut masuk angin, kita bisa bersantai sambil berendam di bak air panas yang diletakkan di halaman kantor Foundation Mons 2015. Karena disediakan baju renang, jubah mandi, dan sandal gratis, banyak yang tertarik menceburkan diri bersama pengunjung lain di beberapa tong kayu yang bisa memuat hingga sepuluh orang.

Sementara itu, hingar bingar suara musik tak mau kalah bersautan dari berbagai lokasi.
Termasuk adanya instalasi polyphonic di dalam gereja.Ratusan robot LED menggantung di muka bangunan dan berdansa mengikuti iringan musik.

Pesona visual dari sebuah opera urban yang monumental ketika seorang pemain akordion memainkan musik secara akrobatik dengan bergantung di balon udara. Tak perlu sibuk selfie atau bahkan menggunakan tongsis, karena ruangan di Théâtre Royal disulap menjadi studio foto lengkap dengan fotografer dan pengarah gaya.

Walau jarak antara lokasi acara yang satu dengan lainnya hanya sekitar beberapa ratus meter saja, rasanya sulit untuk bisa melihat keseluruhan atraksi. Ruas jalan kecil berbatu yang biasanya lenggang kini begitu penuh sesak. Hampir seluruh tempat makan buka hingga dini hari dan tampak kewalahan melayani pembeli. Beberapa bar dengan booth yang diletakkan di pinggir jalan pun dipenuhi antrian. Antusiasme masyarakat Belgia dan wisatawan asing tampaknya melampaui perkiraan pemerintah setempat dan penyelenggara.

Salah satu faktornya adalah akses menuju kota begitu mudah, sehingga banyak orang yang memanfaatkan kesempatan ini. Jika datang dengan mengendarai mobil, ada shuttle bus gratis dari area parkir di pinggir kota menuju lokasi acara. Perusahaan kereta memberi diskon hingga enam puluh persen jika datang ke Mons di hari tersebut, dari kota manapun di Belgia. Bahkan bus yang melayani rute Mons dan kota-kota sekitar hari itu digratiskan.

Astrid Asmarajaya Kilau cahaya dari menara Belfry yang menerangi kota
Pesta belum berakhir

Pesta tidak berakhir di akhir minggu lalu. Mons memang kembali menjadi kota yang tenang, namun gelar Ibu Kota Kebudayaan Eropa tentu saja menyibukkan. Selama dua belas bulan penuh, keindahan budaya dan kreativitas Eropa akan berpusat disini. Sekitar tiga ratus event dalam seribu kegiatan artistik dan budaya telah dipersiapkan dan didukung oleh empat ratus organisasi dan lima ribu seniman, selain juga menggandeng delapan belas kota lainnya di Belgia dan negara tetangga untuk meramaikan tahun 2015 ini.

Beberapa bangunan baru dengan tampilan futuristik karya arsitek yang juga bertanggung jawab atas proyek Ground Zero di New York akan memberi suasana baru. Menjelang pertengahan tahun akan dibuka tidak hanya satu atau dua museum baru namun lima museum sekaligus. Salah satunya adalah Memorial Museum untuk mengenang kota Mons sebagai salah satu wilayah pertempuran pada Perang Dunia Pertama.   

Pameran berjudul “Kelahiran seorang seniman” yang menyoroti hidup Van Gogh telah diresmikan oleh Raja dan Ratu Belgia, dan ini menjadi salah satu agenda acara terpenting. Pelukis asal Belanda ini pernah bermukim di pinggiran kota Mons selama beberapa tahun, dan masa tersebut mempengaruhi karir dan hasil karyanya di kemudian hari. Pameran yang bertempat di Mons Fine Arts museum ini akan berlangsung hingga pertengahan Mei mendatang dan terbuka untuk umum. Direncanakan pada musim panas nantinya di tengah Grand Place akan ditanami tujuh ribu lima ratus bunga matahari yang mengingatkan pada lukisan terkenal karyanya.

Selain penuh dengan kegiatan bertema khusus, Mons tetap akan menyelenggarakan acara tahunan. Beberapa di antaranya antara lain festival cokelat, festival film roman yang berdekatan dengan Valentine’s Day, parade tank masuk kota, dan pastinya yang selalu paling ditunggu adalah Ducasse de Mons atau yang lebih dikenal dengan nama Doudou.

Ini merupakan tradisi ritual tahunan yang telah dilakukan sejak abad keempat belas dan menjadi salah satu ritual tahunan tertua di Eropa dan termasuk dalam kategori UNESCO Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity. Acara yang berlangsung selama seminggu ini seakan membawa kita kembali ke masa di abad pertengahan. Ikon dari acara ini adalah sebuah naga raksasa yang diarak dan sekilas mirip dengan Ogoh-ogoh di Bali.

Selama ini Mons memang belum menjadi destinasi wisata yang populer. Diharapkan dengan berbagai proyek di kalender budaya tahun ini akan membawa lebih banyak pengunjung ke kota yang dipimpin oleh mantan Perdana Menteri yang baru saja lengser, Elio Di Rupo. Bahkan CNN menyebutkan kota Mons menjadi salah satu dalam "top 10 destination to visit in 2015".

Tertarik untuk mengunjungi Mons? Kota ini sangat mudah dicapai dari Brussels dengan menggunakan kereta berdurasi lima puluh menit atau dengan hanya sekitar satu jam dengan menggunakan kereta cepat Thalys dari Paris.

Karena area kota ini kecil, seluruh atraksi wisata dapat dijangkau dengan berjalan kaki hanya dalam sehari. Kalaupun lelah, warga dan pengunjung dimanjakan dengan adanya fasilitas bis gratis yang nyaman untuk mengelilingi tengah kota. Selamat datang di Mons, Ibukota Kebudayaan Eropa 2015.

(Astrid Asmarajaya, penulis menetap di Belgia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com