Dari Tjililitan
Sejarah penerbangan Indonesia sebenarnya dimulai saat perusahaan penerbangan Kerajaan Belanda, KLM, mendaratkan sebuah Fokker VII di Lapangan Terbang Tjililitan (sekarang Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta) pada 1924, untuk dioperasikan Koninklijke Nederlansch Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM). KNILM menjadi maskapai pertama di Hindia Belanda, membangun rute penerbangan Tjililitan-Bandung dan Tjililitan- Surabaya (RS Damardjati, Kompas, 28 November 1969).
”Baru pada tahun 1940 lapangan udara Kemayoran selesai dibangun, (dan) KNILM menjadikan lapangan udara baru itu sebagai home-base-nya. Selama masa antara 1937 dan 1940, lapangan udara Tjililitan besar peranannya dalam riwayat penerbangan di Indonesia. Lapangan udara Kemayoran menarik dunia penerbangan internasional, antara lain KLM dalam penerbangan dari Amsterdam dan Qantas dari Sydney ke London,” tulis Damardjati. Tjililitan lapangan terbang pertama di Jakarta, namun Kemayoran adalah Bandar Udara Internasional pertama di Hindia Belanda.
Karena permukiman di Kemayoran semakin padat, pemerintah membangun Bandar Udara Internasional Soekarno - Hatta di Cengkareng. Pada 1 Oktober 1984, maskapai Merpati mulai memindahkan penerbangan dari dan ke Jakarta ke Bandar Udara Soekarno-Hatta, mengawali penutupan Bandar Udara Internasional Kemayoran.
Atje (64), Ketua RW 5 Kelurahan Kebon Kosong, adalah salah satu saksi sejarah perubahan itu. ”Umur belasan, saya jualan koran bahasa Inggris dan Mandarin yang turun dari pesawat. Tahun 1972-1974, saya sopir taksi gelap di sana. Tak terbayangkan saya mengalami Bandar Udara Internasional Kemayoran ditinggalkan mulai tahun 1984,” tutur Atje.
Tahun 1986, Presiden Soeharto menyetujui alih fungsi areal Bandar Udara Internasional Kemayoran menjadi lokasi perumahan rumah susun, Pekan Raya Jakarta, perkantoran, dan sarana umum lalu lintas. ”Tapi, pelaksanaannya tidak seketika. Lapangan terbang jadi kawasan tak bertuan. Perburuan besi tua menggila pada masa itu, kabel lampu landasan pacu belasan kilo dibetot dari tanah pakai mobil, melihat tanah jebol saja ngeri,” kata Atje.
Landasan pacu yang dikisahkan Atje kini telah bersalin menjadi Jalan Benyamin Sueb, yang dikelilingi gedung-gedung apartemen menjulang. Sebuah pasar jual-beli mobil, sejumlah perkantoran dan pusat perbelanjaan, dan pelataran lokasi Pekan Raya Jakarta menjadi wajah baru Bandar Udara Internasional Kemayoran.
Teringat dialog dalam salah panel di komik Tintin Flight 714. Di sana ada percakapan antara Tintin, Kapten Haddock, dan Profesor Lakmus. ”There..! Look..! Kemajoran!... Tell me, is this or this is not Djakarta..”
Mungkin Tintin akan bingung jika ia sekarang kembali datang ke Kemayoran. (Aryo Wisanggeni)
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan