Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mulai Bosan Berlibur ke Bali? Coba Nonton Makepung...

Kompas.com - 09/02/2015, 17:54 WIB
KOMPAS.com - Memang banyak yang mengatakan bosan berlibur ke Bali. Wajar dan sah-sah saja sih. Namun, kalau kita ingin melihat Bali dari sudut pandang yang berbeda, datanglah ke Pulau Dewata pada saat perayaan festival budaya. Banyak budaya di Bali yang menjadi atraksi wisata, di antaranya Ngaben, Kuta Festival, Makepung dan banyak festival lainnya.

Kali ini saya akan mengangkat budaya makepung di Bali yang belum banyak orang lihat dan ketahui. Makepung adalah balap kerbau di mana masyarakat Jembrana menyebutnya Makepung yang merupakan "grandprix" tradisional masyarakat Bali.

Jika Madura punya karapan sapi, Bali punya makepung. Dua tradisi yang serupa, tapi tidak sama dan menjadi tontonan unik yang segar sekaligus menghibur. Makepung yang berarti berkejar-kejaran dalam bahasa Indonesia adalah tradisi berupa lomba pacu kerbau yang telah lama melekat pada masyarakat Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana.

BARRY KUSUMA Makepung, salah satu atraksi budaya di Kabupaten Jembrana, Bali yang kini banyak ditonton wisatawan termasuk para turis asing.
Tradisi ini awalnya hanyalah permainan para petani yang dilakukan di sela-sela kegiatan membajak sawah saat musim panen. Kala itu, mereka saling beradu cepat dengan memacu kerbau yang dikaitkan di sebuah gerobak dan dikendalikan oleh seorang joki.

Makin lama, kegiatan yang awalnya iseng itu berkembang dan makin diminati banyak kalangan. Kini, makepung telah menjadi salah satu atraksi budaya yang paling menarik dan banyak ditonton wisatawan termasuk para turis asing.

Tidak hanya itu, lomba pacu kerbau ini telah menjadi agenda tahunan wisata di Bali dan dikelola secara profesional. Makepung biasanya diselenggarakan setelah musim panen, saat sawah kering (sekitar April, Mei, atau Juni) di Kabupaten Jembrana.

Sekarang, makepung tidak hanya diikuti oleh kalangan petani saja. Para pegawai dan pengusaha dari kota pun banyak menjadi peserta atau sekadar suporter. Apalagi, dalam sebuah pertarungan besar, Gubernur Cup misalnya, kerbau yang diikutsertakan bisa lebih dari 300 pasang.

BARRY KUSUMA Awalnya Makepung ini hanyalah permainan para petani di Kabupaten Jembrana, Bali, yang dilakukan di sela-sela kegiatan membajak sawah saat musim panen.
Suasana pun menjadi sangat meriah dengan hadirnya para pemusik jegog (gamelan khas Bali yang terbuat dari bambu) untuk menyemarakkan suasana lomba.

Makepung mulai dilombakan pada 1970-an. Kini, aturan dan kelengkapan dalam makepung ikut berubah. Misalnya, kerbau yang tadinya hanya seekor, sekarang menjadi sepasang. Kemudian, cikar atau gerobak untuk joki yang dulunya berukuran besar, kini diganti dengan yang lebih
kecil.

Selanjutnya, kerbau peserta makepung, sekarang juga lebih ”modis” dengan berbagai macam hiasan berupa mahkota yang dipasang di kepala kerbau dan bendera hijau atau merah di masing-masing cikar. Sementara, arena makepung berupa track tanah berbentuk ”U” sepanjang 1–2 km.

Berbeda dengan karapan sapi Madura ataupun tradisi yang bersifat perlombaan lainnya, makepung mempunyai aturan yang sedikit unik. Pemenang lomba ini bukan hanya ditentukan dari siapa atau pasangan kerbau mana yang berhasil mencapai garis finis untuk pertama kali saja, tetapi juga ditentukan dari jarak antar-peserta yang sedang bertanding.

BARRY KUSUMA Sang joki memecut kerbau dengan sebuah tongkat selama berpacu di atas lintasan selebar 2 meter dalam atraksi Makepung di Kabupaten Jembrana, Bali.
Artinya, seorang peserta akan dianggap menjadi pemenang bila menjadi yang terdepan saat mencapai finis dan mampu menjaga jarak dengan peserta di belakangnya, sejauh 10 meter. Namun, bila pasangan kerbau yang di belakangnya bisa mempersempit jarak, menjadi kurang dari 10 meter, maka pasangan kerbau yang di belakang itulah yang akan keluar sebagai pemenang. Pertandingan diselesaikan dalam hitungan delapan sampai sepuluh menit dalam setiap perlombaannya.

Penggemar dan peserta makepung di Jembrana terbagi menjadi dua kelompok yang dikenal dengan nama Blok Barat dan Blok Timur. Pembagian blok ini berdasarkan aliran Sungai Ijo Gading yang membelah Negara, ibu kota Kabupaten Jembrana. Kedua blok akan bertemu dalam perlombaan resmi setiap dua minggu sekali. Dan, masing-masing blok mempunyai sirkuit sendiri yang kerap digunakan sebagai lokasi berlatih ataupun lomba yang bersifat resmi.

Hal unik yang menjadikan makepung sebuah tontonan seru dan menarik adalah ekspresi seorang joki yang berada di atas cikar dan sedang memberi semangat kedua kerbaunya dengan meneriakkan yel-yel daerahnya masing-masing.

BARRY KUSUMA Berbagai macam hiasan dipasang di kepala kerbau peserta Makepung atau lomba balap kerbau di Kabupaten Jembrana, Bali.
Sang joki memecut kerbau dengan sebuah tongkat selama berpacu di atas lintasan selebar 2 meter untuk bisa mencapai kecepatan maksimal. Beberapa joki juga menggunakan tongkat khusus yang ditempeli paku-paku kecil. Jadi tidak mengherankan bila kerbau yang bertanding berdarah-darah setelah mengikuti lomba ini. Untuk menyaksikan tradisi ini, kita tidak perlu membayar apa-apa.

Serunya, dalam setiap lomba hampir selalu ada joki yang gagal mengendalikan kerbaunya. Hal ini kerap terjadi saat ada peserta yang akan menyalip peserta lainnya. Dan, saat kerbau lepas kendali, ia pun akan keluar lintasan dan akhirnya terperosok ke petakan sawah ataupun terbalik. (BARRY KUSUMA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com