Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/02/2015, 17:15 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis

Sawah-sawah yang menghijau dan kolam tambak menyambut kami. Bukit kapur setinggi hampir 50 meter berdiri gagah. Di dekat rumah Baso hanya ada dua bangunan rumah panggung khas Makassar. Baso berkata bahwa semua penduduk di Rammang-Rammang masih bersaudara semua.

Dari rumah Baso masih harus berjalan kaki sejauh satu kilometer untuk berkunjung ke rumah tetangganya. Tak ada listrik yang masuk ke sini. Di sini hanya mengandalkan pembangkit listrik tenaga surya untuk kebutuhan listrik. Itu pun hanya untuk mengisi daya baterai alat komunikasi saja.

Sebuah paket wisata

Perut mulai berguncang. Makan sudah lengkap tersedia di dalam rumah panggung yang diisi oleh keluarga Ismail. Hujan masih setia membasahi tempat yang berdasarkan temuan lukisan di gua merupakan rumah bagi para manusia purba. Gugusan bukit kapur yang menjulang tinggi memanjakan mata. Keramahan penduduk Rammang-Rammang menghangatkan suasana. Langit hitam menyelimuti desa yang mulai ramai dikunjungi wisatawan lokal, domestik, maupun mancanegara ini.

Selain menjadi pemandu wisata, sehari-harinya Baso juga seorang petani dan nelayan. Ia menuturkan bahwa untuk menuju ke tempat tersebut, para wisatawan akan dikenakan biaya paket wisata sebesar Rp 250.000. Paket sudah termasuk biaya transportasi pulang-pergi menggunakan perahu katingting, mengunjungi taman batu, dan gua prasejarah beserta biaya pemandu wisata.

Perjalanan ke Kampung Berua, Rammang-Rammang ini biasa dimulai dari pagi hari. Baso juga menambahkan wisatawan juga dapat menginap di rumah para penduduk. Namun ia masih mengakui fasilitas pendukung seperti toilet masih kurang memadai.

Perjalanan menepi dari Kota Makassar berakhir ketika sore hari. Kami kembali naik perahu meninggalkan Kampung Berua. Namun tidak kembali ke dermaga awal keberangkatan. Kami menempuh jalur darat. Baso mengajak kami menelusuri pematang sawah hingga ke pinggir Jalan Raya Poros Maros-Bosowa.

Sepanjang penelusuran, batu-batu karst hitam berdiri gagah di tengah sawah. Hanya ada beberapa rumah di sekitar batu-batu ini. Berjalan di pematang sawah, kewaspadaan meningkat ketika melangkah. Hujan membuat tanah gembur dan licin. Dari awal mulai berangkat dari dermaga hingga ujung pematang sawah, kami dibuat terpesona oleh kesunyian kampung beserta gugusan bukit kapur di kawasan yang diakui sebagai World Heritage Convention oleh Unesco ini.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com