Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berawal dari Cinta, Jejak Pinisi di Museum La Galigo

Kompas.com - 25/02/2015, 18:17 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis

KOMPAS.com - Sekitar abad ke-14, untuk pertama kalinya Sawerigading, sang putra mahkota Kerajaan Luwu (Sulawesi Selatan) membuat perahu pinisi. Bahan untuk membuat perahu tersebut diambil dari pohon welengreng (pohon dewata) yang sangat terkenal sangat kokoh dan tidak mudah rapuh.

Agar "penunggu" pohon bersedia pindah ke pohon lainnya, terlebih dahulu diadakan upacara khusus sebelum pohon itu ditebang. Sawerigading membuat perahu tersebut untuk berlayar menuju negeri Tiongkok yang bertujuan meminang sang putri bernama We Cudai. Begitu sepenggal sejarah transportasi laut masyarakat Bugis menurut naskah lontara I Babad Lagaligo.

Terletak di dalam Fort Rotterdam, Makassar, Museum La Galigo menyimpan sejarah kebudayaan Makassar mulai dari kain tenun, miniatur rumah adat, mahkota raja, dan artefak lainnya. Nama museum diambil dari La Galigo, karya sastra klasik dunia yang besar dan terkenal ini merupakan hasil saran dari para cendikiawan dan budayawan.

Naskah ini mengandung nilai-nilai luhur, pedoman ideal bagi tata kelakuan, dan dalam kehidupan nyata yang dipandang luhur dan suci. Serta menjadi penuntun hidup masyarakat Sulawesi Selatan pada masa itu. Begitu pun dengan sejarah pinisi tercatat di dalam naskah tersebut.

Di sudut ruang lantai dua, miniatur pinisi bersandar di atas meja pameran. Perahu berwarna putih lengkap dengan dua tiang layar. Warna latar belakang biru langit dan laut mendominasi.

Sementara sambil melihat-lihat, sang pemandu museum bersemangat untuk menjelaskan asal-usul perahu kebanggaan yang telah melanglang buana ke Asia, Afrika maupun Australia. Sekitar tahun 1986, perahu pinisi pernah berlayar menuju Vancouver, Kanada dalam rangka "Ekspedisi Phinisi Nusantara".

"Sejarah kejayaan pinisi kembali setelah beberapa ekspedisi yang dilakukan, seperti Ekspedisi Amana Gappa menuju Madagaskar," kata Rusli (40), pemandu museum kepada KompasTravel, Rabu (11/2/2015).

Pria kelahiran Makassar tersebut mengatakan bahwa, perahu pinisi terbuat dari kayu besi, ulin, pude, jati, dan bayam. Setiap jenis kayu berbeda fungsinya, misalnya kayu besi, ulin, dan pude biasanya digunakan untuk membuat lunas (kalibiseang) atau bagian perahu yang bersentuhan dengan air laut.

Sementara kayu jati dan bayam digunakan untuk membuat kamar dan peralatan lainnya yang tidak langsung dengan air laut. Kayu-kayu komponen perahu tersebut direkatkan menggunakan benang nilon, serutan bambu, kulit kayu, dan dempul yang terbuat dari serbuk gergaji dan lem.

"Namun zaman dahulu, dempul terbuat dari kapur yang dicampur dengan minyak kelapa," kata Rusli.

Kompas.com/Wahyu Adityo Prodjo Koleksi Lukisan Phinisi terpajang di dinding Museum La Galigo, Makassar, Rabu, (11/02/2015).
Dari keterangan koleksi museum, para panrita lopi, sebutan untuk ahli pembuat perahu, selalu memperhitungkan hari baik untuk memulai pencarian kayu sebagai bahan baku. Hari baik yang dipilih biasanya jatuh pada hari kelima dan ketujuh pada bulan yang berjalan.

Bukan tanpa maksud, Rusli mengatakan bahwa angka tersebut memiliki filosofi berdasarkan arti dalam Bahasa Makassar. Angka lima (naparilimai dalle’na) berarti rezeki sudah di tangan, sedangkan angka tujuh (natujuangngi dalle’na) berarti selalu dapat rezeki.

Di samping miniatur pinisi yang tersudut di pojok ruangan, lukisan pinisi sedang berlayar melintang gagah. Ombak ganas menyapu badan perahu. Layar masih tetap terkembang. Perahu terlihat terombang-ambing.

Seperti tergambar dalam buku "Ekspedisi Phinisi Nusantara: Pelayaran 69 Hari Mengarungi Samudra Pasifik" karya wartawan Kompas, Pius Caro, dikisahkan bahwa sang nakhoda, Gita Arjakusuma sempat ragu ketika pinisi dihempas ombak, gelombang, dan angin ribut selama kurang lebih tujuh jam.

Dia bertanya kepada Mappagau, sang juru kemudi yang merupakan pelaut ulung dari Tana Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan, “Pak Mappa, kira-kira kuat enggak perahu kita menghadapi keadaan ini terus menerus?”

Rasa haus akan informasi tentang pinisi setidaknya berkurang sedikit ketika berkunjung ke museum dulunya pernah menjadi tempat tinggal Laksamana Cornelis Speelman pada masa Hindia Belanda. Untuk mengunjungi museum ini, harga tiket masuk dikenakan sebesar Rp 5.000 untuk orang dewasa dan Rp 3.000 untuk anak-anak. Sementara museum buka dari hari Senin-Minggu mulai pukul 08.00–15.00 WITA. Museum ini berlokasi di Jalan Ujung Pandang Nomor 2, Makassar, sekitar 1 kilometer dari Anjungan Pantai Losari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

Travel Update
4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

Travel Tips
Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Jalan Jalan
4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

Travel Tips
Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Travel Update
Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Jalan Jalan
Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Jalan Jalan
 7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

Jalan Jalan
5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

Travel Tips
Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Travel Update
Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Travel Update
Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Travel Update
Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Hotel Story
Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com