Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keheningan di Bukit Batu

Kompas.com - 27/02/2015, 15:42 WIB
MATAHARI belum bersinar penuh. Tetes embun masih ada di dedaunan. Kicau burung bersahutan terdengar. Lumut basah melekat di bebatuan yang menjulang tinggi. Angin di sela-sela bongkahan batu, mengayunkan akar-akar gantung pohon beringin dan kain kuning di sekitar balai keramat, tempat sesajen untuk roh leluhur dan penjaga alam tak kasat mata di Bukit Batu.

Taman Wisata Bukit Batu terletak di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, atau 70 kilometer arah barat laut dari Palangkaraya. Taman yang juga lebih dikenal dengan Pertapaan Pahlawan Nasional Tjilik Riwut itu ada di atas tanah seluas 6 hektar di sisi utara Jalan Trans-Kalimantan.

Batu-batu sebesar rumah berdiri kokoh, berderet-deret membentuk gugusan bukit yang membentang dari utara ke selatan dengan panjang 80 meter dan lebar 30 meter. Bukit batu merupakan tempat keramat atau sakral dan biasa digunakan untuk bertapa, khususnya di malam Jumat atau saat bulan purnama.

Dahulu, Riwut Dahiang, ayahanda Tjilik Riwut, pahlawan nasional dari Kalteng, mendambakan keturunan anak laki-laki. Setiap kali Piai Riwut sang istri melahirkan anak laki-laki, selalu saja meninggal dunia saat anak masih balita. Riwut Dahiang akhirnya memohon petunjuk dan bertapa di Bukit Batu, agar kelak dianugerahi anak laki-laki. Wangsit yang diperoleh menyatakan putra laki-laki itu akan mengemban tugas khusus bagi masyarakat.

”Bukit Batu ini adalah tempat tinggal Raja Penguasa, keturunan Bawin Kameloh dan Burut Ules,” kata Petugas Pengelola Bukit Batu Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Katingan, Samson (33), Sabtu (14/2/2015). Samson menuturkan, nama Raja Penguasa hanya dikenali orang-orang tertentu yang memiliki kesaktian atau tingkat spiritual yang tinggi.

”Orang yang mempunyai niat khusus, misalnya ingin berhasil dalam studi, lancar karier, dan sukses usaha biasa memohon petunjuk atau bersemadi di sini. Setelah permohonannya dikabulkan, mereka akan kembali lagi membawa sesajen misalnya ayam, kambing, bahkan sapi. Selain itu, mereka juga meletakkan kain kuning sepanjang dua meter di tempat mereka memohon,” kata Samson.

Batu istimewa

Di Bukit Batu itu sedikitnya ada 12 batu yang memiliki nama dan keistimewaan tertentu yaitu Batu Banama, Batu Keramat, Batu Sial, Batu Dewa, Batu Penyang, Batu Darung Bawan, Batu Teras Pambelum, Batu Gaib atau Bertapa, Batu Raja, Batu Nyapau, Batu Tingkes atau Nenung Pambelum, dan Batu Kamiak.

Batu Banama (artinya jukung atau perahu besar) merupakan pintu gerbang untuk masuk ke lingkungan bukit batu. Jika dilihat dari sisi depan, bentuknya menyerupai peta Kalteng. Batu ini memiliki sembilan cekungan, yang konon ceritanya menunjukkan jumlah anak sungai yang ada di Kalteng.

Di belakangnya, terdapat Batu Sial yang tingginya sekitar 10 meter. Mereka yang merasa hidupnya penuh kesialan, dapat membuangnya dengan cara menaiki batu ini. Setelah sampai di atas, dia harus melahap atau berteriak khas suku Dayak sebanyak tiga kali. Bunyi teriakan itu, ”Lo lo keiuw...!”

Di atas bukit terdapat Batu Gaib atau Bertapa. Batu ini didiami roh gaib yang suka menolong manusia dalam bentuk wahyu. Batu itu dipercaya dapat memberikan informasi terhadap adanya serangan musuh saat perang kemerdekaan.

Selain batu-batu itu, di halaman Taman Wisata Bukit Batu juga terdapat sumur atau Telaga Bawin Kameloh. Sumur itu berdiameter sekitar 50 sentimeter. Air itu tidak pernah kering, dan dipercaya dapat memberikan kecantikan bagi para wanita serta kewibawaan bagi para pria dengan meminum atau cuci muka dengan airnya.

Samson mengatakan, ada sejumlah larangan yang harus diperhatikan pengunjung agar terbebas dari celaka, misalnya dilarang bercanda berlebihan, dilarang kencing sembarangan, dilarang berpacaran melampaui batas, dan dilarang berbicara sembarangan. ”Jika larangan itu dilanggar, biasanya dia akan kesurupan,” ucapnya.

Selain menjadi tempat wisata spiritual, Bukit Batu juga jadi tempat rekreasi bagi masyarakat sekitar, wisatawan domestik dan mancanegara. Sepanjang 2014, tercatat ada 32.399 wisatawan domestik dan 8 orang wisatawan mancanegara, yaitu dari Australia, Kanada, dan Amerika Serikat. ”Di sini sejuk dan bagus pemandangannya,” kata Aliadi (20), warga Tumbang Samba, Katingan. Aliadi yang datang bersama ayah dan adiknya untuk berekreasi pada akhir pekan yang sejuk itu.

Cukup dengan membayar retribusi Rp 2.000 per orang, dan biaya parkir, pengunjung sudah bisa menikmati kemegahan batu-batuan besar beserta aura hening dan sakralnya tempat itu. Obyek wisata itu buka mulai pukul 07.30-16.30. Namun, bagi yang ingin bertapa pada malam hari, bisa langsung datang dan menghubungi petugas yang tinggal di kompleks Bukit Batu.

Untuk menjaga ketenangan di Bukit Batu, bagi kanak-kanak disediakan pula area bermain di dekat area parkir atau sekitar 150 meter dari bukit. Kios mini yang menjual aneka minuman ringan dan camilan pun terpisah sekitar 200 meter dari bukit. Dengan demikian, Bukit Batu cocok untuk tempat mencari keheningan dari padatnya rutinitas harian. (Megandika Wicaksono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com