Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adu Tangkas dalam Jemparingan

Kompas.com - 02/03/2015, 14:53 WIB
"Rambahan kaping setunggal!" seru KRT H Maryoso Wasito (79) melalui pengeras suara di Lapangan Kamandungan yang terletak di belakang gedung Sasono Hinggil Dwi Abad di Alun-alun Selatan, Yogyakarta, Selasa (24/2/2015) sore.

Seruan yang diikuti dengan bunyi peluit itu menandai dimulainya jemparingan atau lomba panahan gaya Mataram yang diselenggarakan Keraton Yogyakarta setiap hari pasaran Selasa Wage untuk memperingati hari kelahiran Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X.

Satu per satu anak panah melesat dari busur para pemanah tradisional yang duduk bersila di lembaran tikar. Target mereka adalah mencapai poin sebanyak mungkin dengan mengenai target berupa jerami yang dibungkus kain dan diikatkan pada seutas tali dengan jarak 30 meter di depan mereka.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Membantu mengambil anak panah.
Setiap kali terdapat anak panah yang mengenai target, petugas pun membunyikan alat musik tradisional bonang sebagai penanda.

Lomba dilakukan sebanyak 20 rambahan atau putaran. Dalam setiap putaran, setiap peserta berkesempatan memanah sebanyak empat kali. Selama mengikuti lomba, peserta diwajibkan mengenakan busana adat Jawa.

Hadiah utama lomba tersebut berupa piala dan uang tunai Rp 100.000. Juara kedua dan ketiga masing-masing mendapatkan piala serta uang sebesar Rp 75.000 dan Rp 50.000.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Anak panah.
”Nilai hadiah tidak harus besar karena yang penting adalah semangat pemanah dalam turut melestarikan budaya,” ujar Maryoso selaku pemimpin lomba.

Lomba tersebut juga menjadi ajang regenerasi pemanah tradisional. Regenerasi itu, menurut Maryoso, penting karena kesempatan bagi pemanah tradisional untuk berkembang semakin sempit seiring dengan dihapusnya panahan tradisional dari Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 2012.

Meski diselenggarakan secara sederhana, jemparingan masih terus diminati pemanah dari sejumlah daerah. Lomba yang diselingi kehangatan tawa dan canda antar-pemanah itu pun usai saat matahari mulai terbenam ketika pemanah melesatkan anak panah terakhir di pengujung putaran ke-20.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Menonton lomba memanah tradisional di Yogyakarta.
Ketemu malih Selasa Wage ingkang ngajeng, nggih (Sampai jumpa lagi pada Selasa Wage mendatang, ya),” kata Maryoso. ”Nggih,” jawab para pemanah bersahut-sahutan. (Ferganata Indra Riatmoko)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com