Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kucuran Darah yang Dinanti di Festival Pasola

Kompas.com - 03/03/2015, 20:03 WIB
"CRING, cring, cring, cring." Bunyi lonceng yang terpasang di kuda terus terdengar setiap kali binatang itu berlari, dipacu oleh penunggangnya memutari padang rumput luas di Hobba Kalla, Lamboya, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur.

Lembing kayu dengan ujung tumpul berdiameter 1,5 cm dilempar oleh para kesatria ke arah lawan masing-masing, beterbangan di udara berlatar langit biru cerah berhias awan.

Sorak sorai "aah" dan "uuh" layaknya para penonton yang tengah menyaksikan pertandingan olahraga terdengar tiap kali lembing nyaris mengenai kesatria.

Puluhan pria penunggang kuda dari dua kubu berbeda adalah para kesatria yang mengikuti ritual Pasola, upacara tradisional orang Sumba yang menganut kepercayaan Marapu yang memuja arwah leluhur.

Pasola berasal dari kata sola atau hola, yaitu lembing kayu atau tombak. Awalan pa membuat maknanya berubah menjadi permainan demi perekat jalinan persaudaraan, sebagaimana tertera di laman resmi pariwisata Indonesia.

Atraksi Pasola berakar dari legenda cinta segi tiga antara perempuan bernama Rabu Kaba yang diperebutkan Umbu Amahu dan Teda Gaiparona yang nyaris menimbulkan perang antarkampung itu dilaksanakan setiap tahun antara Februari hingga Maret.

Setiap tahun jadwal penyelenggaraannya tidak menentu. Semua tergantung keputusan tetua adat setempat berdasarkan perhitungan munculnya bulan purnama.

Laman resmi wisata Nusa Tenggara Timur menyebutkan pasola biasanya didahului ritual Madidi Nyale atau pemanggilan cacing laut (nyale) yang muncul setahun sekali. Masyarakat setempat percaya semakin banyak cacing laut yang muncul saat upacara berlangsung, niscaya panen akan melimpah ruah.

BARRY KUSUMA Pasola, tradisi perang-perangan dengan menunggang kuda sambil menyerang lawan dengan lembing di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur.

Saat Pasola berlangsung, para kesatria mengenakan tenun yang diikat di kepala dan pinggang. Kuda-kuda mereka juga dihias meriah, lengkap dengan pita dan umbul-umbul warna-warni.

Mata penonton bergerak mengikuti arah kuda yang berderap kencang di hamparan rumput hijau berlatar belakang pemandangan Pantai Marosi yang airnya berwarna biru kehijauan dan berpasir putih di kejauhan.

Ribuan orang berbagai usia, termasuk turis domestik dan asing, menyemut di pinggir arena Pasola menyaksikan pertarungan di bawah langit siang yang biru cerah dengan beberapa kumpulan awan putih.

Polisi yang menjaga keamanan terkadang harus mengingatkan para penonton yang terlalu antusias agar menjauh dari arena pertarungan agar terhindar dari lembing para kesatria.

Tidak semua orang bisa berpartisipasi dalam Pasola. Butuh kemahiran berkuda, kelihaian melempar lembing dan tentu keberanian untuk mati, atau setidaknya terluka.

Cedera memang tidak terelakkan, bahkan bisa jadi festival ini menimbulkan korban jiwa. Namun masyarakat setempat percaya darah yang tercucur ke tanah akan menjadi persembahan bagi dewa Bumi yang memberi kesuburan ke tanah Sumba.

"Ada teman-teman saya yang cacat karena terluka saat Pasola," kata Ande Dangu, pemandu Antara saat mengunjungi Sumba pada pertengahan Februari 2015.

Tidak ada yang bisa memastikan berapa lama ritual itu berlangsung. Semuanya tergantung keputusan para pemimpin adat yang memantau suasana Pasola. Bila pemimpin adat merasa para kesatria sudah kelelahan bertarung, Pasola akan dinyatakan selesai.

Festival Pasola di Lamboya tahun ini berakhir tanpa darah. "Sepertinya panen tahun ini tidak subur," komentar salah satu penduduk.

Begitu upacara selesai, mereka yang menjadi lawan di arena pertarungan akan kembali menjadi kawan.

"Tidak ada dendam, bisa saja berangkat dan pulangnya bersama-sama walau di lapangan mereka saling berperang," papar Ande.

Para kesatria pulang ke kampung masing-masing dengan menunggangi kuda, sementara masyarakat setempat pulang dengan berjalan kaki, mengendarai sepeda motor, atau naik angkutan umum.

Ada yang kembali ke perkampungan di sekitar arena Hobba Kalla, ada pula yang kembali ke kota Waikabubak, yang dapat ditempuh dalam waktu 45 menit mengendarai mobil.

Sebagian lagi memilih pergi ke Pantai Marosi yang hanya beberapa menit dari arena Pasola bila ditempuh dengan kendaraan bermotor.

KOMPAS.com/Ni Luh Made Pertiwi F. Tradisi Pasola di Sumba Barat, NTT
Pesta Adat

Festival Pasola merupakan pesta bagi masyarakat setempat. Sekolah-sekolah di kampung yang mengadakan Pasola akan meliburkan murid-muridnya selama tiga hari, yaitu sehari sebelum Pasola, hari pelaksanaan dan sehari setelah Festival Pasola.

Pasola dilaksanakan bergiliran di kampung-kampung Sumba Barat sehingga hari libur tiap sekolah pun bervariasi.

Menjelang dimulainya Pasola, masyarakat berbondong-bondong berangkat ke arena tarung.

Para lelaki akan mengenakan kain tenun yang diikatkan di kepala dan memakai sarung tenun pendek selutut, sama seperti yang dipakai para ksatria pasola.

Para perempuan Sumba juga memakai sarung tenun yang panjangnya mencapai mata kaki. Tenun biasanya hanya dipakai oleh orang dewasa. Anak-anak kecil di Sumba mengenakan pakaian kasual seperti kemeja dan kaus yang dipadu celana pendek.

Mereka yang sebagian tidak beralas kaki berbaris menyusuri jalan aspal menanjak dari perkampungan ke arena Pasola di Hobba Kalla demi menyaksikan upacara tahunan itu.

Selain di Hobba Kalla, Lamboya, ritual itu juga dilaksanakan di Kamaradena, Kecamatan Wanokaka dan Gaura di Lamboya Barat, Maliti Bondo (Ratenggaro), Kecamatan Kodi Bangedo, serta Waiha dan Wainyapu di Kecamatan Kodi Blaghar.

Setiap rumah di kampung yang mengadakan Pasola akan memasak dalam porsi besar. Mereka siap menyambut para tamu dari lingkungan sekitar yang akan bersilaturahmi usai perhelatan Pasola.

Salah satu ruang kelas di sekolah Lamboya disulap menjadi ruang prasmanan oleh guru yang rumahnya bersebelahan dengan sekolah tersebut. Di meja panjang, berjejer bakul nasi, belasan ketupat, sepanci opor ayam, sepanci kambing berkuah dan setoples kerupuk.

Satu persatu tetangga datang untuk makan dan bercengkrama dengan tuan rumah.

"Pasola itu mirip seperti suasana Lebaran," kata Ande. (Nanien Yuniar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com