Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksi Manusia Cicak dari Gunung Parang

Kompas.com - 05/03/2015, 13:10 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis


PURWAKARTA, KOMPAS.com
 — Matahari pagi baru saja membaluri tebing andesit di kawasan Purwakarta. Retakan-retakan batu menghiasi beberapa bagian badan tebing. Sementara pepohonan tumbuh subur di ujungnya. Kali ini, seorang manusia cicak akan memanjat tebing tertinggi kedua di Asia, tanpa bantuan alat apapun untuk menambah ketinggian.

Miftahuddin, 28 tahun, terlihat santai ketika bersiap-siap melakukan pemanjatan. Tidak ada rasa ragu yang terbesit di wajahnya. Ia hanya tertawa seraya memasukkan tangannya ke kantong magnesium yang terbelit di pinggangnya. Semua orang yang mengantar pemanjatannya berdebar jantungnya. Pria kelahiran Kampung Cihuni ini tetap teguh hati untuk memulai aksi “gila”.

Miftah akan memanjat Tebing Parang Tower Tiga dengan jalur bernama Bandung Rock. Menurut catatan sejarah panjat tebing Indonesia, Tebing Parang dahulu dipopulerkan oleh pemanjat dari ITB, kelompok Skygers, dan Kopassus. Tebing Parang sendiri terdiri dari tiga tower yang memiliki ketinggian yang berbeda. Tower 1 dan 2 berdampingan menyembul dengan puncak kecilnya. Sementara Tower 3 puncaknya memanjang. Masing-masing berketinggian 955, 896, dan 879 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Berdasarkan jenis penggunaan pengaman dalam panjat tebing, jenis pemanjatan yang dilakukan Miftah tergolong ke dalam Free Soloing Climbing. Jenis pemanjatan ini merupakan bagian dari Free Climbing. Dalam pergerakannya, pemanjat harus menghadapi segala risiko karena tidak menggunakan alat pengaman dalam pemanjatannya. Untuk melakukan hal ini, Miftah dituntut untuk benar-benar mengetahui segala bentuk rintangan dan bentuk pergerakan yang akan dilaluinya.

Tim Kompas.com berkesempatan untuk mendokumentasikan aksi gila ini. “Belay on”, teriak saya mengawali pemanjatan. “On belay”, sahut Jalal (20), pemuda Cihuni yang mengamankan emanjatan saya. Teriakan tersebut merupakan tanda komunikasi untuk memulai suatu pemanjatan. pertanda pemanjat siap melakukan pemanjatan. Sementara "on belay" berarti pemanjatan telah diamankan. Tangan saya meraba-raba halusnya tebing demi satu pegangan. Sementara sang kaki harus berjibaku mencari pijakan.

KOMPAS.com / FIKRIA HIDAYAT Miftah, warga Kampung Cihuni, Desa Sukamulya, Kecamatan Tegalwaru, Purwakarta. Klik juga videonya DI SINI.
Di kaki tebing, Miftah dan fotografer Fikria Hidayat bersiap melakukan pemanjatan. Fikri menggunakan sistem jummaring –menaiki tebing menggunakan alat yang dinamai Jummar untuk menambah ketinggian- sementara Miftah tanpa bantuan alat apapun. Perlahan Miftah mulai meninggalkan titik awal pemanjatan. Melalui sebuah celah sempit tebing, ia memanjat tanpa mengalami kesulitan. Pemandangan sekejap menjadi horor ketika ia mulai berada 20 meter dari kaki tebing.

Dari teras (pitch) satu dengan ketinggian sekitar 30 meter, saya memandang Miftah dengan perasaan ngilu. Saya membayangkan bagaimana nasibnya jika ia salah memijak atau memegang rekahan tebing atau bahkan terpeleset. Walaupun sudah memakai helm, risiko cedera berat selalu menghantuinya. Jika jatuh, dapat dipastikan tulangnya patah tak beraturan. Namun ia tetap terlihat santai. Kaki dan tangannya menempel rekat bagaikan cicak yang sedang merayap di dinding.

Sementara, Fikri yang ada di sampingnya hampir tak bergeming. Lewat lensa, ia mengabadikan si manusia cicak ini. Dengan kemiringan tebing sekitar 80-90 derajat, Miftah terkadang beristirahat hanya dengan berdiri tanpa memegang tebing. Sekali lagi ia berhasil membuat jantung kami berdegup kencang dengan aksinya.

Roderick Adrian Mozes atau kerap disapa Riki, tak mau ketinggalan untuk merekam aksi pemuda kelahiran tahun 1986 ini dengan menerbangkan drone untuk mendapatkan sudut yang berbeda.

KOMPAS.com / FIKRIA HIDAYAT Menuju teras empat, Miftah harus berpindah (traverse) ke kiri menyusur celah tebing di bawah tebing Gunung Parang yang menggantung (overhang). Klik juga videonya DI SINI.
Melompat-lompat

Matahari semakin garang menghantam Tebing Parang. Peluh-peluh mulai bercucuran membasahi tubuh. “Klik”, begitu kira-kira bunyi kamera ketika membekukan tarian Miftah di tebing. Ia mulai bergerak menghampiri saya. Namun tariannya semakin liar. Jika diibaratkan seperti hewan, kini ia bertingkah seperti monyet. Kali ini dia melompat-lompat untuk menambah ketinggian. Saya yang terduduk di tebing dengan menggunakan pengaman, hanya dapat menelan ludah melihatnya. Dari tempat saya singgah, orang-orang bak serpihan batu belaka.

Saat ini, Miftah telah berada sejajar dengan saya. “Kang, hati-hati ah. Udah tinggi ini. Ngilu saya kang.”, sambut saya. “Iya, santai atuh”, tuturnya dengan logat Sunda yang kental sambil tersenyum lepas. Tepat pukul 12.00, kami berada bersama di teras satu. Dengan tetap tersambung dengan tali, saya memberikan air mineral pelepas dahaga untuk Miftah.

Fikri bersiap melanjutkan pemanjatan ke teras dua dengan sistem yang sama. Tebing andesit setinggi hampir 900 mdpl ini dibuat panas bukan main oleh sang raja siang. Sebentar saja jika tidak biasa memegang tebing dapat membuat tangan melepuh.

KOMPAS.com / FIKRIA HIDAYAT Miftah (tengah) tampak terlihat hanya noktah merah kecil ketika melakukan pemanjatan di Tebing Parang Tower Tiga dengan jalur bernama Bandung Rock, Kamis (26/2/2015). Klik juga videonya DI SINI.
“Ke pitch dua nih? Sok atuh lanjut”, kata tanpa rasa ragu. “Iya kang, sok dilanjut”, saya membalas. “Iya kang, yuk” Fikri meneruskan. Sekelebat ia langsung melesat menghilang menuju teras dua yang berjarak lima meter. Belum selesai menengadah, ia sudah berada di teras dua. Bukan main dalam hati saya. Fikri langsung menyusulnya dengan susah payah memainkan jummar-nya. Saya hanya dapat memperhatikan dari teras satu. Sekarang pandangan saya alihkan ke atas. Dari sudut pandang Riki, paduan helm biru, kaus merah, dan celana hitam seperti noktah di tebing andesit ini.

Silau mentari sedikit mengurangi pandangan. Sekilas ia telah kembali merayapi tebing menuju ke teras tiga. Miftah mulai dihadang kesulitan dari segi kontur tebing. Jalur menuju titik aman keempat ini terkenal dengan minimnya pegangan. Namun ia kembali berhasil melewatinya dengan mudah. Semua terheran-heran tak terkecuali teman-teman sekampungnya yang juga ikut memanjat. “Dia mah udah biasa begitu tapi ya tetep aja saya gak berani ngikutin gaya manjatnya”, kata Jalal yang kini berada di teras satu bersama saya.

Menuju teras empat, Miftah harus berpindah (traverse) ke kiri menyusur celah tebing di bawah tebing yang menggantung (overhang). Untuk menuju teras lima, ia harus menyeimbangkan gerakan melewati jarak sekitar 10 meter. Beberapa kali ia terlihat kembali melompat-lompat untuk melewati jalur overhang ini. Panas matahari yang membakar kulitnya tak ia pedulikan. Seperti unta yang memiliki cadangan air di punuk, ia tak sedikitpun merasa haus. Terus memanjat dan menambah ketinggian di tebing yang menghadap Waduk Jatiluhur di arah selatan.

KOMPAS.com / FIKRIA HIDAYAT Miftah (tengah) tampak terlihat hanya noktah merah kecil ketika melakukan pemanjatan di Tebing Parang Tower Tiga dengan jalur bernama Bandung Rock, Kamis (26/2/2015). Klik juga videonya DI SINI.
Turun tanpa tali

Sinar matahari perlahan berlindung di balik tebing. Bengisnya mulai melunak. Berganti dengan senja yang segera menggelayut. Setelah mencapai ketinggian hampir 150 meter dari kaki tebing, pemanjatan terpaksa dihentikan. Ia kembali turun menuju teras satu. Yang mengherankan adalah ia menuruni tebing dengan cara yang sama. Tanpa bantuan alat alias solo free climbing.

Saya bersama teman-teman pemanjat lain dari Kampung Cihuni menunggu di teras satu yang sedikit ditumbuhi rumput. Dari sini, Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) terlihat terbang datar tanpa mengepakkan sayap. Bukit-bukit batu andesit, permukiman, persawahan, dan Waduk Jatiluhur menghampar berjajar.

Aksi pemanjatan “gila” ini berakhir karena senja. Satu persatu dari kami mulai menuruni tebing dengan teknik rappeling –teknik turun meluncur dengan bantuan tali-. Tebing yang terletak di Kampung Cihuni, Desa Sukamulya, Kecamatan Tegalwaru, Purwakarta ini menyisakan kengeriannya. Menjulang tinggi ditutup kabut sore. Miftah, sang manusia cicak berhasil meniti tebing sampai teras empat tanpa pengaman apapun. WAHYU ADITYO PRODJO

Klik juga videonya DI SINI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Travel Update
Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Travel Update
Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Hotel Story
Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Travel Update
5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

Jalan Jalan
Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

Travel Update
4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

Jalan Jalan
Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Travel Update
5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

Jalan Jalan
Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Travel Update
Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Jalan Jalan
Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

Travel Update
Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

Travel Tips
Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

Travel Update
5 Tips Menulis Tanda Pengenal Koper yang Aman dan Tepat

5 Tips Menulis Tanda Pengenal Koper yang Aman dan Tepat

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com