Kisahnya berawal dari pergolakan politik yang melanda Vietnam tahun 1970-an. Pergolakan kian memanas sehingga pecah perang saudara antara kelompok masyarakat bagian selatan dan kelompok masyarakat bagian utara negara itu. (Baca: Hati-hati Saat Belanja Oleh-oleh di Batam)
Karena kondisi semakin tidak menentu dan kian mencekam, ribuan warga bagian selatan Vietnam lalu memilih meninggalkan negerinya. Dengan hanya menggunakan kapal kayu, mereka yang juga disebut sebagai manusia perahu pergi mencari kedamaian atau suaka politik ke sejumlah negara di sekitarnya, termasuk Indonesia.
Khusus perjuangan mencari kedamaian hingga ke Indonesia, mereka nekat mengarungi Laut Tiongkok Selatan yang dikenal ganas. Setelah melewati pelayaran selama berbulan-bulan, perahu pertama berpenumpang 75 pengungsi akhirnya tiba di Indonesia, persisnya di Natuna, Kepulauan Riau, 22 Mei 1975. (Baca: Wisata Pelayaran Cheng Ho untuk Menarik Turis Tiongkok)
”Kehadiran pengungsi asal Vietnam di Natuna sekitar 40 tahun lalu itu serentak menjadi pemberitaan meluas. Bahkan, Presiden Soeharto melalui menterinya ketika itu langsung memerintahkan instansi terkait memberikan perhatian berupa bantuan kemanusiaan sepantasnya bagi para pengungsi,” tutur Zaid Adnan, Kepala Museum Wisata Sejarah Kemanusiaan Galang, di Kampung Vietnam, Minggu (8/2).
Pemberitaan itu ternyata menjadi panduan bagi ribuan pengungsi lain mengikuti jejak pendahulunya ke Natuna. Karena jumlah pengungsi terus bertambah, sementara pengamanan semakin menjadi beban tidak ringan lantaran daya tampung kian terbatas, Presiden Soeharto ketika itu mulai mempertimbangkan untuk memindahkan para pengungsi ke daerah aman, yakni kawasan yang benar-benar tertutup dari kemungkinan berinteraksi dengan warga lokal. Setelah mendiskusikannya dengan Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), dicapai kesepakatan memindahkan para pengungsi ke Pulau Galang, tepatnya di Desa Cijantung, tahun 1979.
Setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soeharto, UNHCR lalu membangun berbagai fasilitas yang dibutuhkan pengungsi. ”Dana seluruhnya dari UNHCR, pengerjaan pembangunannya melibatkan pengusaha lokal,” ungkap H Syukur, anggota staf Museum Wisata Sejarah Kemanusiaan Galang.
Dalam perjalanannya, para pengungsi perlahan diberangkatkan ke sejumlah negara lain yang merelakan fasilitas suaka politik melalui PBB. Sebagian lain belakangan dipulangkan ke Vietnam menyusul kondisi negara asal mereka yang berangsur pulih.
Menurut catatan Zaid, pemulangan terakhir ke Vietnam terjadi tahun 1995, meliputi 4.750 pengungsi. ”Suasana kepulangan para pengungsi terakhir itu tanpa rasa ragu karena langsung dijemput oleh sejumlah pejabat dari Vietnam,” ujarnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.