Prihatin dan komersialisasi
Sebagai pengamat tari, Arini tetap ingin membangun pemahaman teknik menari yang benar dan baik. Menurut dia, belakangan ini ada sebagian penari ataupun sanggar yang hanya mengedepankan anak muridnya bisa menari.
Sementara itu, pemahaman bagaimana menarikan suatu tarian yang benar dari hati masih kurang ditekankan. Cara berdiri, cara melirik, cara menggerakkan dagu yang benar, serta cara menempatkan tangan dan kaki menjadi beberapa contohnya.
Dia menilai, komersialisasi telah membuat orientasi menari yang benar menjadi luntur. Beberapa tarian Bali pun kemudian bisa dipersingkat durasinya.
Keprihatinan Arini tak berhenti di sini. Tentang pendokumentasian tari-tarian Bali pun, dia menilai, pemerintah daerah belum melakukannya secara maksimal. Arini bahkan menemukan sejumlah dokumentasi mengenai tari-tarian Bali justru dari temannya di Belanda.
”Teman yang menemukan dokumentasi (tari-tarian Bali) itu meminta saya untuk merevitalisasi tari-tarian tersebut. Ini juga menjadi salah satu faktor yang membuat saya bersemangat untuk menggali kembali tari-tari klasik yang hilang,” katanya.
Jika memang tanah kelahirannya belum bisa menghargai karya para penarinya sendiri, Arini tak akan patah semangat. Kalau Bali belum bisa, bangsa lain masih menghargai tari-tarian Bali. Hal ini menjadikan Arini tetap hidup dalam kesetiaannya sebagai penari. Dia tak akan berhenti menari dan membagikan semangat itu terutama bagi anak muda. (Ayu Sulistyowati)
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan