Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghayati Kopi di Klinik Kopi

Kompas.com - 24/03/2015, 11:03 WIB

"KOPI tanpa narasi, hanyalah air berwarna hitam...." Begitu Pepeng (34) dengan Klinik Kopi-nya di Yogyakarta, menawarkan cara khas menikmati kopi dengan mengajak tamu melihat proses kopi diracik. Dan, sambil ngupi-ngupi, kita diajak berbincang tentang kopi.

Dan, akhirnya kopi arabika dari Nagari Lasi, Sumatera Barat, itu tercecap di lidah. Nikmat sekali. Di Klinik Kopi, segelas kopi tersaji bukan sekadar sebagai minuman pesanan. Kopi hadir dengan segala cerita di belakang kenikmatannya. Tentang asal, tentang petani penanamnya. Semua dijelaskan Pepeng di depan mata, telinga, dan hidung penikmat. Benar, kita diajak membaui aroma kopi yang hendak kita nikmati. Harum dan wangi biji kopi Nagari Lasi pun sudah terekam di memori penciuman.

Sambil menggiling kopi, Pepeng menceritakan asal-usul kopi yang ditanam oleh petani bernama Nazril dan Chatijah dari Nagari Lasi, Kecamatan Candung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Mereka dianggap aneh karena kebanyakan petani di desanya tidak menanam kopi, tetapi jeruk dan hasil bumi lain. Rasa kopi pun, menurut Pepeng, terpengaruh oleh jenis tanaman di sekitarnya, dalam hal ini jeruk. Di lidah terasa sekali ada sentuhan rasa asam-asam kulit jeruk.

Kopi selesai digiling dan segera setelah itu ia menyeduhnya. ”Umur kopi itu hanya satu menit,” kata Pepeng. Maksudnya aroma dan rasa prima kopi itu hanya berumur satu menit setelah digiling. Nah, Klinik Kopi hanya menyuguhkan kopi yang masih berada di puncak kenikmatan itu.

Dari satu jenis kopi yang sama, yaitu Nagari Lasi, Pepeng siang itu menawarkan dua pilihan cara pembuatan. Pertama adalah cara tuang atau pourover. Untuk pourover, digunakan kopi yang digiling dengan ukuran kasar. Serbuk itu ditempatkan ke dalam alat penyaring permanen. Dia tidak menggunakan alat penyaring dari kertas guna menghindari limbah. Dari sana dituangkan air panas dengan suhu 80 derajat celsius. ”Harus tepat. Suhu 85 (kopi) akan gosong, tapi kalau di bawah 80 tidak akan jadi,” kata Pepeng.

Pilihan kedua adalah dengan pressing menggunakan alat penekan bernama Presso. Hasilnya adalah espresso. Biji kopi digiling dengan lebih halus ketimbang serbuk kopi untuk pourover. Semakin halus akan menghasilkan kopi yang makin pahit atau kuat. Untuk espresso, digunakan suhu 85 sampai 90 derajat celsius.

KOMPAS/FRANS SARTONO Ngupi-ngupi lesehan sambil ngobrol di Klinik Kopi, Yogyakarta.

Kedua cara tadi menghasilkan sensasi rasa yang berbeda. Kopi pourover terasa lebih ringan, adapun espresso terasa lebih pekat, kental, pahitnya lebih menyodok. Persamaannya adalah sama-sama enak. Harap dicatat, rasa nikmat kopi itu diukur ketika kopi dicecap sebagai kopi murni, tanpa gula atau unsur lain se- perti susu.

Lesehan

Firmansyah nama lahirnya dan Pepeng adalah nama panggilan pria kelahiran Yogyakarta itu. Pada kartu namanya tertulis nama Pepeng, Storyteller of Coffee, Micro Roastery Coffee.

Ia dulu berkutat dengan mesin turbin pesawat saat kuliah di Universitas Nurtanio, Bandung. Suatu kali kala bekerja di perusahaan furnitur, ia bertemu dengan orang dari Australia yang memberinya kopi enak. ”Ini kopi toraja, ini dari tanah airmu....”

Saat itulah Pepeng baru menyadari akan potensi kopi di Indonesia. Lalu, dari berbagai sumber, ia mempelajari segala hal tentang kopi. Tahun 2009 ia belajar meracik dan memberi peralatan untuk produksi dan pembuatan kopi.

Ia juga memburu kopi dari banyak tempat di Indonesia. Ia bergaul, belajar, dan berbagi pengetahuan kopi dengan petani. Lalu, ia membagi pengalaman kopinya itu kepada tamu di Klinik Kopi di Jalan Kaliurang Kilometer 8. Posisinya, dari arah Yogya, berada di gang kecil persis di samping instalasi PLN, Banteng, lalu masuk ke kanan sekitar 50 meter. Akan tampak pagar bambu dan semacam pondok atau dangau dari bambu rancangan arsitek Yusing.

Dari sudut Yogyakarta itu, tanpa papan nama, Klinik Kopi dikenal lewat media sosial. Dari medsos, Kedubes Polandia di Jakarta mengenal Klinik Kopi. Sabtu pekan lalu, dua tamu dari Jakarta, Ayu dan Ikke, datang untuk ngupi-ngupi. Tidak ada meja atau kursi karena menurut Pepeng memang ruang ngupi dirancang lesehan di lantai bersih dari tegel cap Kunci.

Ruang racik ada di ruang terpisah. Di sana Pepeng akan ”beraksi” dengan celemek kebesaran dan siap meracik sambil berbincang dengan calon peminum. Ia berada di belakang meja racik dengan segala perangkat pembuat kopi. Di meja itu berderet stoples berisi biji kopi. Termasuk yang dari Nagari Lasi, kopi Papua, Temanggung, Situjuh dan Solok, dan Aromanis dari Ciwedey, kopi Arjuna dari Malang.

Dia akan mengajak tamu ke ruang sangrai atau roasting, lengkap dengan biji kopi yang siap disangrai. Di halaman depan ada dome atau ruang beratap plastik transparan, tempat kopi dikeringkan. Kita boleh masuk dan melihat langsung biji kopi dalam proses menuju matang itu. Pepeng dengan Klinik Kopi ingin penikmat kopi mendapat pemahaman tentang fase-fase yang dilewati kopi sebelum akhirnya tersaji. Fase itu adalah fase pasca panen, pemanggangan alias roasting, dan fase peracikan atau brewing. ”Ketika orang pulang dari sini, mereka dapat pemahaman tentang kopi.”

KOMPAS/FRANS SARTONO Ruang pengeringan kopi di Klinik Kopi, Yogyakarta.

Itu mengapa Pepeng menggunakan nama Klinik Kopi. ”Konsepnya seperti klinik. Saya bukan barista, saya story teller tentang kopi. Orang datang ke sini saya tanya, kamu mau kopi apa. Saya ajak cerita, ini kopi dari mana, roasting-nya bagaimana, efek ke tubuhnya seperti apa. Bukan orang yang datang, pesen dua gelas, selesai lalu pergi....”

Pepeng menikmati seluruh proses menjadikan kopi ke tangan penikmat. Dan, ia ingin penikmat juga merasakan proses itu. ”Brewing, menyeduh kopi bagi saya hiburan.”

Sebagai bisnis, Klinik Kopi jelas tidak ingin rugi. Akan tetapi, menurut Pepeng, dirinya tidak ingin diperbudak oleh kaidah dagang. Kalau hari ini sepi ya ndhak papa. Saya tidak mengejar target. Untung itu dampak.”

Di Klinik Kopi, nikmat itu dampak dari kesungguhan Pepeng menyiapkan kopi. (FRANS SARTONO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Travel Tips
Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Travel Update
Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

Travel Update
4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

Travel Tips
Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Jalan Jalan
4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

Travel Tips
Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Travel Update
Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Jalan Jalan
Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Jalan Jalan
 7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

Jalan Jalan
5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

Travel Tips
Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Travel Update
Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Travel Update
Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com