Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenangan Sepenggal Pameungpeuk

Kompas.com - 25/03/2015, 12:27 WIB

Infrastruktur jalan dari kota Garut menuju Pameungpeuk sudah terbangun sejak era penjajahan Belanda. Penjajah memiliki kepentingan membangun jalan untuk mempermudah akses pengangkutan hasil perkebunan teh dan karet. Dulunya, perkebunan teh membentang dari Cikajang hingga Neglasari. Kini, tanaman teh hanya dijumpai sepenggal-sepenggal. Perkebunan karet di kawasan seperti Cilaut, Nagara, dan Cimari juga tak lagi berproduksi.

Selain kejutan kelokan tajam, pemandangan pepohonan hutan, dan perkebunan teh, jalanan menuju Pameungpeuk juga menghadirkan kecantikan air terjun alami. Keindahan air terjun dengan sungai-sungai berair jernih ini semakin menjadi limpahan pemandangan jika wisatawan menempuh jalan dari arah Ciwidey atau Pengalengan menyusuri pantai selatan menuju Pameungpeuk. Rute tersebut merupakan jalur favorit bagi mereka yang melengkapi diri dengan kendaraan offroad karena banyak ruas jalan yang rusak.

Karena keelokan bentang alamnya, tak heran jika Pameungpeuk menjadi destinasi wisata sejak masa kolonial. Obyek wisata yang digadang-gadang untuk promosi tak lain adalah Pantai Cilauteureun. Teluk Cilauteureun menjadi zona wisata yang luar biasa yang menghadap langsung ke Samudra Indonesia. Thilly menjadi salah satu fotografer yang berperan mempromosikan wisata Garut.

Situs Museum Tropen membubuhkan keterangan tentang biografi Thilly yang merupakan anak dari pasangan, Herman Weissenborn dan Paula Roessner, pemilik perkebunan kopi di Kediri, Jawa Timur. Pada 1892, keluarga kembali ke Den Haag, Belanda. Thilly belajar fotografi dari kakaknya yang membuka studio fotografi di Den Haag pada 1903 sebelum kemudian kembali ke Hindia Belanda lalu menjadi fotografer profesional.

Koninklijk Indische Tropenmuseum menyimpan foto album utama yang diproduksi di studio Foto Lux milik Thilly. Pada masa itu, studio foto memproduksi album utama dengan cetakan foto gelatin perak dengan sinar alami. Di atas foto-foto itu terdapat tanda: Foto Lux, Garut. Kumpulan foto karya Thilly juga diterbitkan penerbit Sijthoff, Amsterdam, Belanda, dalam buku setebal 151 halaman bertajuk Indische Foto’s (1917-1942) van Thilly Weissenborn.

Karier pertamanya sebagai fotografer dimulai dari studio foto, O Kurkdjian & Co di Surabaya, Jawa Timur. Dengan jumlah fotografer mencapai 30 orang, studio foto ini memproduksi banyak karya fotografi yang diterbitkan sebagai panduan wisata biro pariwisata Hindia Belanda dengan judul Come to Java pada 1922.

Tinggal di Garut, Thilly mengelola studio Foto Lux yang kemudian menjadi miliknya. Studio beralamat di Societeitstraat 15 (sekarang Jalan Ahmad Yani). Pada 1930, Thilly meresmikan perusahaannya sebagai NV Lux Fotograaf Atelier. Seiring penjajahan Jepang, Thilly harus mendekam dalam kamp interniran di Karees, Bandung, sejak 1943. Setelah Perang Dunia II dan Kemerdekaan RI, Foto Lux milik Thilly sudah rata dengan tanah. Sebagian karyanya dapat diselamatkan dan merekam memori tentang keindahan Pameungpeuk masa silam. (MAWAR KUSUMA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com