Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemasaran Tenun Minim

Kompas.com - 25/03/2015, 17:03 WIB

SUMBAWA BESAR, KOMPAS — Pemasaran tenun tradisional asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, masih minim dan terbatas. Perajin di beberapa sentra tenun sumbawa memasarkan produk mereka memanfaatkan jaringan instansi perkantoran, keluarga di luar daerah, atau perkawanan.

Selebihnya, kain yang dibuat kaum perempuan itu dijual jika ada tamu yang berkunjung ke sentra-sentra produksi.

Sejumlah perajin di sentra tenun sumbawa di Desa Poto, Kecamatan Moyo Ilir, dan di Desa Senampar, Kecamatan Moyo Utara, Sumbawa, mengemukakan hal itu, Minggu (22/3/2015).

Di Poto terdapat sekitar 50 perajin dan di Desa Senampar 15 perajin. Setiap perajin rata-rata menghasilkan satu setel kain, yang terdiri dari kain untuk baju dengan ukuran 50-75 sentimeter x 1,5 meter dan kain selendang.

"Tidak ada art shop di sini. Kalau ada tamu datang ke sini untuk mencari tenun, baru kami tunjukkan kain-kain yang kami miliki. Kalau koleksi kami kurang sesuai keinginan mereka, barulah kami antarkan ke rumah perajin tenun. Di rumah perajin lebih banyak pilihan," ujar Halimah (65), perajin di Poto.

Halimah sejak tahun 1990 membentuk kelompok tenun dengan anggota 15 perajin. Namun, sekitar tahun 2000, kelompoknya bubar lantaran anggotanya banyak berangkat ke luar negeri menjadi tenaga kerja wanita (TKW). Kondisi pemasarannya tetap minim dan terbatas.

"Tapi orang sudah tahu kalau di sini adalah sentra tenun. Biasanya Juni mulai ada turis dari luar negeri datang ke sini membeli tenun. Sering juga orang dari Jawa berkunjung mencari tenun asli Sumbawa," ujarnya.

Andalkan kunjungan

Hal senada dikatakan Aminah, ketua kelompok perajin lainnya di Poto, yang selama ini mengandalkan pesanan atau kunjungan turis ke desanya. "Rata-rata dalam satu bulan ada turis datang ke sini. Selain itu, kalau pas ada pameran di kabupaten seperti saat Tujuh Belasan atau ulang tahun kabupaten," katanya.

Ella, ketua kelompok perajin tenun sumbawa di Senampar, juga baru bisa memasarkan kain tenun produksi kelompoknya di wilayah Sumbawa. Selebihnya, dia mengandalkan pesanan dari orang per orang dan pedagang, itu pun dalam jumlah terbatas. Kemampuan kelompoknya terbatas, hanya memproduksi rata-rata 15 kain per bulan.

Sebagian besar perajin membuat kain songket dengan benang emas khas Sumbawa, yang umumnya digunakan membuat baju tradisional. Selain itu, kain tenun ikat dengan motif cantik manis berwarna biru membentuk lajur baris dan banjar menyerupai kotak-kotak yang biasanya dijahit menjadi sarung. Tenun ikat khas yang biasanya dipakai menjadi sarung itu dihargai Rp 600.000 per lembar.

"Untuk satu lembar tenun ikat dan songket ukuran panjang 4 meter dan lebar 75 sentimeter, kami hargai Rp 1,5 juta," kata Halimah. Rumahnya menjadi tempat penjualan tenun sumbawa dari perajin, yang pernah menjadi anggota kelompoknya.

Di rumah Halimah terdapat satu lemari berisi benang aneka warna untuk menenun. Perajin bisa membeli benang dari dia untuk menenun. Satu alat tenun dan alat pembuat benang dari kapas disimpan di teras rumahnya. Adapun koleksi simpanan tenunnya berada di dalam lemari di pojok ruangan keluarga. Halimah dan keluarganya pun terang-terangan enggan membuka toko kerajinan khusus tenun.

"Butuh biaya besar untuk membuka art shop. Kami juga tak punya waktu untuk menjaga karena sibuk bekerja," tutur Suhartini (39), anak Halimah.

Ramlah (53), perajin tenun lain di Dusun Senampar, Desa Sembiwi, Kecamatan Mayo Utara, sekitar 2 kilometer dari Poto, menuturkan, kain tenun disimpan di dalam rumah menunggu pembeli datang.

"Kalau ada tamu, baru kami jual. Kalau tidak ada tamu, kain kami simpan atau kami tkirim ke ketua kelompok untuk dipasarkan. Untuk tamu yang datang langsung ke sini, kain kami jual Rp 1,25 juta sampai Rp 1,35 juta. Namun, jarang ada tamu berkunjung. Menenun hanya dilakukan saat tidak ada pekerjaan di sini," ujar Ramlah.

Umumnya warga Poto dan Senampar menenun untuk sambilan atau mengisi waktu luang di saat tidak ada panen padi.

(REK/ENG/RZF/IKA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com