Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menceritakan Kisah Secangkir Kopi

Kompas.com - 01/04/2015, 11:16 WIB
Kontributor Travel, Adhika Pertiwi

Penulis

BAGI para pecinta kopi, menikmati seduhan kafein merupakan cara tersendiri untuk menjalani hari. Banyaknya gerai kopi lokal hingga internasional mendukung kegiatan ngopi menjadi salah satu pilihan gaya hidup. Tapi pernahkan Anda mendengar kisah yang dilalui secangkir kopi yang baru saja Anda minum?

Coffee without history is only black colored water,” ujar Pepeng saat memulai cerita kepada para pengunjung di Klinik Kopi miliknya.

“Menurut saya, setiap orang yang menjadi penikmat kopi harus mengetahui cerita sejak kopi tersebut ditanam hingga sampai ke cangkir yang siap Anda minum. Selain itu, saya juga menginginkan konsumen yang datang ke kedai saya tahu bagaimana minum kopi secara benar karena hidup terlalu singkat untuk menyesap kopi yang tidak sedap,” kata lelaki yang mengenakan topi bertuliskan ‘bukan barista’ ini dibalik open bar di kedainya.

Berawal dari kecintaannya pada kegiatan traveling, menginspirasi Pepeng untuk menikmati setiap jenis kopi khas daerah yang dikunjunginya. Keragaman kopi dan pengolahan di setiap daerah membuat Pepeng percaya bahwa setiap biji kopi memiliki keunikan sendiri, sejak saat itu mencicipi dan mempelajari kultur ngopi di setiap daerah menjadi kegemaran baru untuknya.

“Perjalanan ke beberapa daerah di Indonesia membuka mata saya, bahwa kekayaan ragam kopi yang Indonesia miliki ternyata belum didukung oleh teknik pengolahan yang tepat. Para petani ini masih awam tentang teknik pemetikan biji kopi, cara panen dan proses roasting yang tepat,” kata Pepeng.

Hal itu menggugah Pepeng untuk belajar lebih dalam mengenai metode pengolahan kopi dengan terjun langsung membantu para petani kopi di daerah. Berbagai macam jurnal mengenai metode roasting dipelajarinya, bahkan tekad untuk datang ke Melbourne, Australia demi belajar dengan cara yang tepat dilakoninya.

Berbekal ilmu yang dimilikinya, Pepeng mendatangi setiap daerah untuk bergaul dengan para petani kopi lokal untuk memberikan saran bagaimana proses mengolah kopi yang tepat agar petani dapat menjual dengan harga yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.

“Dulunya, para petani di daerah hanya menjual biji kopi miliknya Rp 17.000 per kilogram, saya mencoba mengajarkan bagaimana proses pengolahan sehingga di kemudian hari mereka bisa menghasilkan biji kopi yang dapat dijual seharga dua kali lipatnya,” katanya.

Tujuan Pepeng adalah memberikan edukasi kepada petani lokal agar kualitas biji kopi yang dijual merupakan yang terbaik sehingga petani mendapatkan harga yang adil. Selain itu Pepeng juga mencoba untuk langsung membeli dari para petani lokal dari setiap daerah yang didatanginya, supaya saat menghidangkan kopi untuk para konsumen Pepeng dapat dengan detail menceritakan sejarah biji kopi yang diolahnya.

Lokasi Klinik Kopi

Klinik Kopi didirikan sejak bulan Juli tahun 2013, hanya saja lokasinya telah berpindah dari awal mula kedai yang terletak di lingkungan kampus Universitas Sanata Dharma. Saat ini, Anda bisa mengunjungi Klinik Kopi di Gang Madukoro, Jalan Kaliurang KM 7,5 Sleman, Yogyakarta. Tepatnya ada di gang utara area Gardu PLN.

“Lokasi Klinik Kopi yang baru ini juga menjadi laboratorium eksperimen kami, karena tidak hanya tempat untuk menyeduh dan menikmati kopi. Mulai  tahun 2014 lalu, kami membuat dome paska panen dan area roasting berskala mikro. Sehingga pengunjung dapat melihat proses yang berkesinambungan di rumah baru kami,” ujar Pepeng.

KOMPAS.COM/ADHIKA PERTIWI Pepeng saat memeragakan proses penyajian kopi di bar terbuka di Kedai Klinik Kopi, Sleman, DI Yogyakarta.
Di tempat ini, Anda bisa mendengarkan cerita dari Pepeng dan rekan-rekannya tentang sejarah setiap biji kopi bersamaan dengan proses pembuatan kopinya di area bar terbuka di dalam ruangan. Di luar, terdapat ruang semi terbuka yang biasa digunakan untuk ngopi sembari berdiskusi lesehan di lantai yang terbuat dari tegel warna-warni.

Konsep eco-friendly menjadi komitmen tersendiri yang diterapkan oleh Klinik Kopi, misalnya air bekas cucian gelas di saring sebelum masuk ke kolam ikan yang mengelilingi area terbuka. Air tersebut juga dimanfaatkan untuk mengaliri atap agar menciptakan suasana adem saat siang hari yang panas.

“Klinik Kopi juga mulai mengurangi penggunaan barang-barang yang akan memperbanyak sampah, misalnya untuk filter kami sudah mengurangi penggunaan paper filter dan beralih ke kone filter. Selain ramah lingkungan, rasa dan aroma kopi yang dihasilkan juga lebih kuat dibandingkan saat menggunakan kertas untuk menyaring,” kata Pepeng.

Seduhan Kopi

Para pengunjung dapat memilih kopi yang ingin dinikmati sesuai selera karena Klinik Kopi menyajikan berbagai macam pilihan dari daerah Takengon, Bajawa, Baliem, Kintamani, Ciwidey, Nagari Lasi, Sumatera, Lencoh Merapi, hingga Papua. “Di sini penekanan dari kopi yang kami sajikan ada para tingkat kematangan biji kopi. Untuk proses brewing, kami sesuaikan dengan selera dari pengunjung. Kami ingin menyajikan kopi yang sebenarnya. Jadi kami tidak menambahkan dengan gula maupun krim,” kata lelaki yang selalu menggunakan celana pendek ini.

Klinik Kopi juga menerima pesanan biji kopi yang dipanggang setiap hari Senin dan Rabu berdasarkan pesanan dari konsumen. Untuk Anda yang ingin menikmati seduhan kopi daerah langsung, jam operasional untuk evening brewing dimulai pada pukul 4 sore hingga pukul 10 malam. Hanya dengan harga  Rp 15.000 per cangkir, Anda dapat menikmati kopi lengkap dengan kisah perjalanannya hingga ke tangan Anda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com