Sejarah mencatat, Desa Pante Rheng -- dulunya dikenal meunasah -- merupakan daerah asal mula tarian ini lahir. Dulunya, pernah di bawah besutan almarhum Ridwan Ahmad, puluhan pemuda dididik untuk menguasai tarian bernapaskan Islami tersebut. ”Bahkan pada masa konflik Aceh dan berstatus darurat militer, seni itu tetap hidup. Bila didaerah lain DM-nya jam 6 sore, di Pante Rheng bisa jam 9 malam,” ungkap Muzakkir menyakini DM di Aceh tidak mengganggu bangkitnya seni dimaksud.
Kegigihan dan keseriusan para pemuda untuk terus berlatih tak sia-sia. Buktinya, Tari Rabbani Wahid kian dikenal tak hanya seantero nusantara tapi juga mancanegara. Beberapa kali mereka tampil seperti di Malaysia, Singapura maupun Turki pada rentang Aceh sebelum damai seperti saat ini.
”Sebelumnya banyak masyarakat Bireuen tidak familiar dengan Rabbani Wahid. Ke depannya kita berharap melalui Dinas Pendidikan agar tari ini menjadi kegiatan ekstra kurikuler seni di sekolah-sekolah di Kabupaten Bireuen,” katanya.
Belajar dari Tari Saman dan Seudati yang sama-sama sudah mendunia, Muzakkir berharap suatu saat Rabbani Wahid juga memiliki pesona dan menempatkannya sebagai tarian yang dikenal luas oleh masyarakat dunia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.