Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peluh dan Keluh Demi Cantiknya "Sunrise" Pergasingan

Kompas.com - 04/04/2015, 14:28 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis

Kami membayangkan betapa susah payahnya si sapi mendaki bukit dengan badannya berat. Sensasi petualangan layaknya menjelajah rimba sedikit terasa dalam perjalanan menuju Puncak Dua.

Alang-alang yang cukup rapat tetapi tak terlalu tinggi membelai setiap kaki melangkah. Dahan-dahan pohon kerap berada di dekat kepala. Pohon pinus cukup tinggi tumbuh menutupi paparan sinar matahari kala siang.

Jalan cukup gembur akibat air hujan yang menggenang. Tumbuhan pakis ala hutan tropis yang biasa saya jumpai di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pun tampak. Serasa nostalgia mendaki gunung favorit saat akhir pekan.

Fajar mulai mengintip

Aroma penjelajahan seperti di rimba hampir hilang. Kami masih berada dalam kegelapan dan kotoran sapi yang siap menjebak kaki-kaki manusia. Derap langkah masih terayun dari kaki yang hampir gontai.

Sebentar lagi pukul 05.00 WITA di jam yang terlilit di tangan. Fajar akan datang menyibak awan. Syukur dalam hati, setelah mendaki penuh peluh dan keluh, tim berhasil tiba di Puncak Dua sekitar pukul 05.10 WITA. Semburat jingga matahari pagi masih bersembunyi di ujung timur horizon.

Perlahan fajar mulai mengintip. Wajah sang angkasa mulai berwarna kemerahan bak telah dirias pipinya. Sinar mentari mulai membias ke segala arah. Kehangatan mulai menyebar melumuri segala yang hidup. “Kamera. Kamera tolong siapkan. Mataharinya mulai terbit,” kata Fikria, salah satu anggota tim, ketika kami tiba.

Selat Alas terlihat di arah timur dari tempat kami berpijak. Di sebelah selatan, bukit-bukit dan petak-petak sawah saling berdampingan. Di sebelah barat, Gunung Rinjani gagah dengan urat-urat di badannya. Sementara di arah utara kabupaten Lombok Utara terlihat.

Dari Puncak Dua ini hampir 360 derajat lanskap dapat dilihat. “Kalau tidak berkabut, pemandangan di sini bagus banget. Dibandingin Puncak Satu, yang naik lebih suka ke sini,” kata Arpini.

Kabut perlahan turun menyaring sinar fajar. Samar-samar mentari menembus awan. Warna langit semakin kuning tapi tak terasa panas. Padang rumput yang berembun mulai mengering. Kami sarapan di tengah hangatnya dekapan sang matahari.

Namun sekitar pukul 07.00 WITA, kami segera berkemas untuk turun. Pada siang hari nanti, perjalanan Ekspedisi Alam Liar Tambora akan berlanjut lagi. Lusa, kemegahan Gunung Tambora yang menyisakan kisah di seluruh dunia akan kami jajal. (bersambung)

Ikuti kisah perjalanan "Ekspedisi Alam Liar'' dari tim Kompas.com saat menjelajahi Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa di Nusa Tenggara Barat pada 18-25 Maret 2015 lalu dalam liputan khusus "Ekspedisi Alam Liar"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com