Untuk itu, biarkan lidah menikmati petualangannya dalam menemukan berbagai rasa baru yang bisa jadi akan menciptakan definisi lezat yang baru pula. Misalnya, bersantap dengan makanan-makanan yang diolah dari bahan-bahan organik yang dibiarkan mentah dan tidak dimasak.
Mari kita bertandang ke Burgreens Eat & Break di Jalan Flamboyan Raya, Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten. Restoran ini menyajikan menu sehat berbasis bahan organik dan tumbuhan. Seperti namanya, salah satu menu maskotnya adalah burger ”hijau” karena tidak mengandung daging. Pilihan kami pada mini quarto karena ingin mencicipi empat jenis burger sekaligus, tetapi ukurannya mini sehingga masih ada ruang untuk mencicipi menu lain.
Mini quarto terdiri atas empat burger dengan jenis isian berbeda, yakni bayam, lentil atau sejenis kacang-kacangan, jamur, kacang merah, dan kacang hitam yang dicampur dengan bumbu-bumbu. Misalnya, isian yang biasanya terbuat dari daging diganti dengan olahan jamur champignon yang dicampur dengan oat dan keju buatan rumahan yang kemudian dibentuk seperti lembar daging pipih dan digoreng dengan minyak kelapa. Sementara roti tangkupnya diperoleh dari pemasok rumahan yang menggunakan gandum utuh. Rasanya yang kaya bumbu bikin lidah bergoyang bahagia.
Penampilannya juga tidak beda dengan burger biasa. Isian sayur yang ditumpuk dengan irisan tomat, selada, dan bawang bombai menjadikan burger ini tak ubahnya burger isi daging yang biasa kita santap.
”Makanan yang kami sajikan 80 persen dari bahan tumbuhan, sisanya masih ada unsur telur, susu, dan keju buatan rumahan yang bahan-bahannya kami pastikan organik,” kata Max Mandias (26), penggagas dan salah satu pemilik Burgreens.
Misalnya, keju harus berasal dari susu sapi yang sapinya makan rumput dan bahagia. Artinya, sapi itu diberi pakan dari bahan organik dan dipelihara dengan perlakuan yang tidak membuat ternak tersebut tersiksa. Ke depan, ia ingin agar restorannya benar-benar bebas dari bahan hewani dan produk turunannya.
Menu yang warnanya menarik ini cukup ampuh menarik minat anak-anak untuk makan sayur. Bentuknya yang seperti mi membuat menu ini tampil ramah dan menggoda. Jika ingin rasa lebih pedas bisa mencoba lemongrass chilli lime salad yang terdiri dari daun selada, bayam merah, kecambah kacang hijau yang diberi bumbu salad berupa campuran cabai, serai, dan jeruk nipis. Jika masih ingin berpetualang rasa, bisa mencicipi Burgreens steak. Untuk minumnya, kami memilih minuman masing-masing yang dianggap cocok dengan selera dan suasana hati saat itu.
Di antaranya, beets and treats yang terbuat dari smoothies bit, nanas, dan jeruk lokal serta mother earth yang terbuat dari jus kale, bayam, dan apel hijau lokal yang diproses tanpa terkena panas (cold pressed juice). Sebagai penutup, tersaji chunky monkeyice cream, yakni pisang yang ditaburi kacang tanah, cokelat, dan kacang almond.
Makanan sehat
Terdapat aneka menu makanan lainnya, baik yang permanen maupun yang khusus pada hari tertentu. Masakan di Burgreens banyak menggunakan minyak kelapa ketika dimasak. Sementara untuk dressing, saus, digunakan minyak kelapa murni. Kini, bekerja sama dengan Organik Klub Tebet, Burgreens juga membuka cabang di sana dalam bentuk Burgreens Eat & Go.
Burgreens didirikan Max Mandias dan Helga Angelina (24). Keduanya bermitra juga dengan beberapa sahabat untuk mengelola Burgreens, yakni Banyu Bening, Michael J, Saptika Narendra G, dan Nadya Amanda Pritami.
Awalnya Max dan Helga sama-sama memandang perlunya mendorong konsumsi makanan sehat dan lebih banyak sayur, terutama kepada anak-anak. ”Awalnya pengin bikin katering anak. Anak itu kan generasi baru yang lebih bisa dibentuk,” ujar Helga.
Helga dan Max sebelumnya sama-sama berkuliah di Belanda. Helga berlatar belakang pendidikan komunikasi, sedangkan Max mempelajari bidang keuangan. Helga memilih gaya hidup vegetarian sebagai upaya penyembuhan penyakitnya. Ia mengidap asma dan sinusitis sejak usia 14 tahun. Banyaknya konsumsi obat membuat ia sudah mengalami infeksi ginjal pada usia remaja. Pada masa itu pula, Helga merasakan pengalaman traumatik melihat pemotongan ayam.
”Saya tertarik mempelajari alternative healing. Semua nutrisi untuk healing itu menggunakan ’resep’ perbanyak sayuran dan buah segar,” ujar Helga.
Sementara Max, yang pernah bekerja sebagai analis data di Amsterdam, juga terdorong mempelajari pola makan yang baik karena merasa tubuhnya tak sehat. Sambil kuliah, Max beberapa bulan bekerja di sebuah restoran di Amsterdam yang khusus menyajikan makanan mentah (raw food).
Bersama Helga, Max memutuskan meninggalkan karier di Belanda yang sudah ia rintis seusai kuliah dan pulang ke Indonesia untuk membangun resto yang memenuhi idealisme mereka tentang pola makan sehat. Keduanya tak menampik, secara finansial berkarier di Belanda sesuai dengan latar studi mereka lebih menjanjikan. Kualitas lingkungan di ”Negeri Kincir Angin” juga nyaman. ”Tetapi, kami masih muda. Kami harus banyak mencari pengalaman,” ujar Max.
Keputusan untuk pulang dan membuat resto itu bukan tanpa tantangan. Bahkan orangtua Max sempat tak setuju. Toh mereka teguh berpegang pada komitmennya.
Burgreens dirintis pertengahan 2013. Semula mereka berencana berjualan secara daring. Keduanya kemudian menemukan mitra yang memiliki lahan dan membantu menata Burgreens menjadi resto bersuasana seperti saat ini. (Sri Rejeki & Nur Hidayati)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.