“Besok kita bangun pagi. Dokumentasi sunrise,” ucap Kristianto Purnomo, fotografer di dalam tenda.
Malam itu, kami puas melihat hamparan bintang di gugusan bima sakti. Keesokan pagi, pancaran matahari di ufuk timur menjadi target bidikan lensa kami.
Bunyi alarm berdering memenuhi tenda yang berkapasitas untuk 3-4 orang. Jam telah menunjukkan pukul 04.50 WITA, pertanda sang fajar segera datang. Kami bergegas membawa alat-alat dokumentasi. Peralatan masak dan logistik juga dibawa ke bibir kawah untuk menemani pagi yang indah berbalut angin dingin yang membalur kulit.
Dari tempat kemah tim, bibir kaldera dapat dicapai dengan trekking hanya 3 menit. Langit masih gelap dan bintang-bintang pun masih kerlap-kerlip menyala. Kami segera mencari sudut terbaik untuk membuat timelapse matahari terbit. Tripod dan kamera dipasang dekat Puncak Doro Ncanga yang berjarak hanya 15 menit dari tempat kami berdiri. Para porter tak mau ketinggalan untuk menikmati sang raja siang yang bersiap menuju singgasanannya.
Puncak Doro Ncanga memang menggiurkan untuk didaki. Namun, karena masih terlalu gelap, tim urung menggapai puncak tersebut. Kami masih setia menunggu sang fajar di bibir kaldera dengan ditemani segelas kopi dan makanan ringan.
Semburat merah mulai muncul di ufuk timur. Bayang-bayang hitam pepohonan mulai tampak di kejauhan. Gurat-gurat awan juga mulai terlukis di langit.Memori nestapa bergulir ketika bagaimana sehari setelah letusan Tambora menggulir. Penderitaan yang mengerikan bertaburan di tanah Sumbawa.
Letusan dua ratus tahun yang lalu itu tak hanya dirasakan di bumi nusantara, tetapi bahkan sejauh sampai ke daratan Eropa. Setahun setelah meletusnya Tambora, masyarakat dunia barat mengenalnya sebagai tahun tanpa musim panas yang menyebabkan gagal panen.
Dirgantara telah terang. Setangkup matahari telah menyinari dan menghangatkan tanah Sumbawa. Kaldera yang berdiameter hampir 7 kilometer mulai terungkap. Asap-asap putih mengepul dari kaki kaldera menandakan gunung masih aktif.
Kemegahan kaldera Tambora berhasil menyihir pandangan kami. Setelah bersusah payah menembus jalur pendakian, tim berhasil mencapai puncak. Keindahan matahari terbit di Gunung Tambora membawa kami ke dalam perasaan kagum bercampur haru. (bersambung)
Ikuti kisah perjalanan "Ekspedisi Alam Liar'' dari tim Kompas.com saat menjelajahi Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa di Nusa Tenggara Barat pada 18-25 Maret 2015 dalam liputan khusus "Ekspedisi Alam Liar".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.