CUACA panas di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Kamis (9/4/2015), tak menghentikan tekad peserta Tambora Bike untuk menempuh rute sejauh 97 kilometer dari Alun-alun Kota Mataram menuju Pelabuhan Kayangan di Kabupaten Lombok Timur.
Saat tiba di pelabuhan, peserta bernapas lega. Mereka disambut panorama indah Selat Alas yang membatasi Pulau Lombok dengan Pulau Sumbawa. Untuk menuju Pulau Sumbawa, peserta harus menyeberangi Selat Alas menggunakan feri sekitar 1,5 jam menuju Pelabuhan Poto Tano di Kabupaten Sumbawa Barat.
Petugas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Kayangan menjamu peserta dengan pelayanan optimal dari Kapal Motor Penumpang (KMP) Belida. Kapal berkapasitas 450 orang itu disiapkan jauh-jauh hari khusus untuk acara Tambora Bike, yang merupakan bagian dari rangkaian acara Tambora Menyapa Dunia terkait peringatan 200 tahun meletusnya Gunung Tambora.
Kapal itu bersih dan tertata. Tidak tampak sampah berserakan seperti yang pernah kami lihat di feri sebelumnya saat melakukan survei. Di ruangan tempat duduk penumpang, PT ASDP Kayangan bahkan membangun panggung hiburan kecil untuk menghibur peserta. Lagu demi lagu pun mengalir dari peserta dan penyanyi yang diundang pengelola feri.
”Saya puas bisa menyanyikan lagunya Utha Likumahuwa. Saya senang menyanyi. Bisa menyanyi di kapal ini lumayan menghalau lelah. Tadi sepanjang jalan dari Mataram menuju Kayangan panas sekali,” kata Kusdiono (53), peserta yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia menyanyikan lagu lawas ”Untuk Apa Lagi” milik Utha Likumahuwa.
Kenikmatan bersepeda juga diungkapkan Teddy Danas (49), pesepeda dari Jakarta yang merupakan seorang bankir.
”Panasnya luar biasa. Saya harus sering-sering minum supaya tidak dehidrasi. Saya juga tidak banyak berhenti supaya tidak terasa capeknya. Kalau keseringan berhenti, nanti saya makin mudah panas dan lelah,” tutur Teddy.
Selama perjalanan dari Mataram hingga Kayangan, 10 peserta dievakuasi karena dehidrasi.
Di kapal, peserta juga bisa beristirahat dan menikmati pijatan dari tenaga pijat refleksi yang disediakan pengelola kapal.
”Kami benar-benar menyiapkan kapal ini supaya bisa membuat nyaman peserta Tambora Bike. Kebersihan kapal menjadi keutamaan kami. Semoga mereka mau lagi naik kapal menyeberang ke Sumbawa,” ujar Ida Bagus Adi Punarbawa, nakhoda KMP Belida. Ia memimpin kapal dengan 20 awak kapal.
Michaela (47), peserta yang merupakan istri Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya Joaquin Monseratte (48), juga beberapa kali mengambil gambar Selat Alas dan memandangi pulau-pulau yang tersebar di antara dua pulau besar, Lombok dan Sumbawa. Pulau-pulau yang daratannya menjulang tinggi menarik perhatiannya.
Angin Selat Alas yang bertiup tidak terlalu kencang juga membuat sebagian peserta terkantuk-kantuk, bahkan tertidur. Sebagian dari mereka ada yang memilih tidur di lantai kapal. Tidak ada sekat di antara para peserta Tambora Bike. Mereka tidur berdampingan tanpa rasa sungkan. Kegembiraan menyatukan mereka.
Gili Balu
Sekitar pukul 15.00 Wita, peserta sampai di Pelabuhan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat. Sepeda kembali dikayuh. Pemandangan pantai hingga sekitar 1 kilometer dari pelabuhan itu menghibur peserta.
Tampak dari kejauhan pulau-pulau kecil dengan bentuknya yang unik. Ada yang menjulang tinggi dan terlihat seperti bukit, ada pula yang seperti daratan dengan sabana.
”Di sini ada delapan pulau sehingga disebut Gili Balu. Gili artinya pulau, sedangkan balu artinya delapan,” kata Arif Hasyim, Koordinator Pos Kelautan dan Perikanan Poto Tano, sehari sebelumnya.
Kedelapan pulau di Selat Alas itu adalah Kalong, Paserang, Namo, Kambing, Kenawa, Belang, Mandiki, dan Ular. Dua pulau sedang dikembangkan menjadi tempat wisata, yakni Pulau Kenawa dan Pulau Paserang.
Selepas dari Pelabuhan Poto Tano, peserta melanjutkan perjalanan ke Lapangan KONI di Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa. Selama perjalanan, cuaca agak mendung sehingga menguntungkan peserta dari paparan terik matahari. Cuaca yang lebih nyaman seperti itu tidak terlalu membuat stamina terkuras.
Tanaman yang tumbuh rapat di sepanjang jalan membuat jalanan teduh. Sepotong pelangi tampak di kejauhan dan daerah tersebut baru saja hujan sehingga udara lebih sejuk.
Sebanyak 97 peserta menyelesaikan etape pertama di Lapangan KONI, Kecamatan Utan. Tujuh tenda TNI disiapkan untuk tempat menginap mereka, termasuk panitia. Setiap orang tidur di velbed tentara.
Tidak semua peserta dapat menyelesaikan etape pertama. Gubernur NTB TGB M Zainul Majdi dan rombongannya, misalnya, harus memisahkan diri sebelum sampai di Kayangan karena menjemput Presiden Joko Widodo di Bandara Internasional Lombok di Praya, Lombok Tengah.
Jumat ini, peserta melanjutkan perjalanan dari Kecamatan Utan menuju Pidang sejauh 126 kilometer. Di etape kedua ini jalan lebih datar. Namun, udara panas kemungkinan akan tetap menghadang.
Lebih ekstrem
Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo, yang ikut dalam rombongan peserta, menyebutkan, dibandingkan dengan acara sepeda Kompas sebelumnya, rute kali ini lebih ekstrem. Begitu pun untuk lari ultramaraton 320 kilometer.
Ini hanya cara untuk memberikan tantangan kepada peserta. Acara ini juga upaya Kompas memadukan jurnalistik dengan banyak hal lain, seperti olahraga dan komunitas. Tujuannya, untuk semakin memanggungkan Tanah Air.
Setelah Tambora, Kompas meneruskan acara serupa di Kalimantan dan Papua. Targetnya, sebelum ulang tahun ke-50 Kompas pada 28 Juni, keseluruhan daerah dari Sabang sampai Merauke bisa disatukan melalui sepeda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.