Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
ADVERTORIAL

Dampak Letusan Tambora, 200 Tahun Lalu dan Kini

Kompas.com - 15/04/2015, 08:49 WIB
advertorial

Penulis

200 tahun yang lalu, imbas letusan Gunung Tambora tersebar ke berbagai belahan bumi. Dunia barat didera “tahun tanpa musim panas”, gagal panen dan penyakit melanda dunia, dua kerajaan di Indonesia pun lenyap. Dampak letusan hebat itu kini masih terasa. Setidaknya bagi para peserta Trans-Sumbawa 200. Jarak sejauh 320 kilometer tidak menyurutkan tekad para peserta lari ultramaraton dalam ajang Tambora Challenge.

Bagi kedelapan peserta, jarak jauh dan cuaca yang panas bukan halangan untuk menuju kaki gunung Tambora. Efek dari letusan gunung Tambora pada April 1815 menjadikannya punya nilai historis yang tinggi. Itu yang memikat para peserta untuk terus berlari hingga garis finis.

Delapan peserta itu adalah Abdul Aziz Dermawan (21), Alan Maulana (29), Arief Wismoyono (30), Dino Eka Putra (27), Hendra Wijaya (49), Muhammad Wirawan Abdul Reza (22), dan Lili Suryani (50). Meski telah mengantongi sejumlah pengalaman lari yang impresif, bagi mereka berlari dari Pantai Pototano menuju Doro Ncanga, kaki Gunung Tambora dengan jarak 320 km adalah hal yang baru. Batas waktu (cut off time) 64 jam serta cuaca panas mencapai 40 derajat celcius di sepanjang rute perjalanan menjadikan lari ultramaraton ini begitu menantang.

Satu-satunya peserta perempuan, Lili Suryani, menyebutkan motivasinya mengikuti lomba ini ialah untuk mengukur diri. Baginya, menyusuri jalan pinggir pantai, membelah bukit, dan menginjakkan kaki di padang savana Doro Ncanga sangatlah menantang.

"Target saya mudah-mudahan dapat finis di bawah 64 jam. Saya sudah siap menikmati keindahan alam NTB," ucapnya sebelum memulai perlombaan.

Delapan pelari Trans-Sumbawa 200 memulai ajang lomba lari pada Rabu (8/4/2015) pukul 05.30 WITA. Dengan jarak 320 km, lomba ultramaraton ini menjadi lomba lari dengan jarak terjauh se-Asia Tenggara. 

Semakin Ekstrem

Cuaca panas memang jadi tantangan terberat pada lari maraton ini. "Di Desa Labuhan Pidang, Kecamatan Tarano, Sumbawa, jalurnya nanti berubah menanjak bukit," kata Direktur Komunitas Harian Kompas Nugroho F Yudho kepada Kompas.com, Selasa (7/4/2015) lalu di Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur.

Ya, lomba lari ultramaraton kali ini memang lebih ekstrem dibanding dengan kegiatan serupa yang diselenggarakan Kompas sebelumnya. Tantangan lebih berat juga terasa pada ajang Tambora Bike, yakni perjalanan bersepeda dengan jarak tempuh 409 km, dari Kota Mataram (Lombok) menuju Doro Ncanga di kaki Gunung Tambora (Sumbawa). Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanurejo menyatakan rute dua kegiatan itu kali ini lebih ekstrem.

Namun, lagi-lagi keindahan alam Tambora jadi daya tarik tersendiri bagi pesepeda dan pelari di ajang Tambora Challenge. Kenikmatan memandang alam selama di sana, membuat mereka lupa akan segala hal ekstrem, panasnya udara, sampai butir-butir peluh yang menetes. Semua terbayar di kaki gunung Tambora, Nusa Tenggara Barat. (Adv)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com