Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lopi Penge, Melepas Rindu akan Kekasih

Kompas.com - 18/04/2015, 15:01 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis

KOMPAS.com - Nafas lirih Zakaria (93( mulai memenuhi sebuah alat musik tiup tradisional dari Pulau Sumbawa. itu duduk bersila dengan dua orang pria lainnya. Mereka memainkan gendang yang ditabuh dengan tongkat kayu dan tangan. Dengan balutan baju dan celana putih serta ikat kepala, suara-suara sendu nan mengiris yang ia hasilkan. Alat musik tersebut bernama sarone yang berasal dari Kabupaten Bima dan Dompu.

“Ai lopi eeeeeee penge. Ai lopi eeeeeee penge. Ma loja nggengge eeeeeee motie,” dendang Nandra.

Zakaria masih mengiringinya dengan tiupan suli. Sementara Nandra menyanyi, pria berbaju putih juga semangat untuk menabuh gendang. Lantunan lagu asal Bima-Dompu tersebut disuguhkan bagi para para tamu undangan acara "Kuldesak Tambora" yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Jakarta, beberapa waktu lalu.

Suara gendang mulai menghentak kencang seiring Nandra menyanyikan lagu tradisional saat pembukaan acara. Gemerlap lampu menyinari panggung. Salah satu pengunjung yang datang dari tanah Samawa pun tak ketinggalan untuk mengikuti Nandra menyanyikan. Walaupun terbenam oleh pengeras suara, mulut seorang wanita yang berada di barisan depan bangku tamu pun berbisik sambil menatap Nandra.

Sebait demi sebait lirik lagu telah dinyanyikan. Kini Zakaria mengganti alat musik yang dipegangnya. Sarone yang berukuran kecil diletakkan di sebelah ia bersila. Kemudian ia mengambil suli yang juga alat musik tiup tradisional yang berasal dari daerah yang sama. Bunyi suli mulai mengawali kembali pertunjukan yang dibawakan oleh tiga orang seniman asal Bima. Namun, kali ini berbeda dengan pertunjukan awal di mana Nandra bernyanyi.

Nandra mulai beranjak dari persilaannya. Ia mengambil kapodo, tongkat yang sudah siap di dekatnya. Gendang yang awalnya ia tabuh, kini digabungkan. Satu pria lainnya kini menabuh dua gendang. Ritme mulai naik cepat. Cucu dari Zakaria tersebut mulai menari meninggalkan Zakaria dan sang penabuh gendang. Ia berputar-putar sambil memegang tongkat laksana ingin berperang. Sendiri menari seperti penguasa medan perang. Hunusan tongkat ia hentakkan ke panggung. Iringan gendang makin ditabuh.

Nandra terlihat menghayati tarian. Gerakan maju mundur diselingi putaran seakan ingin menyapa para tamu. Tongkat berpindah dari tangan kiri ke tangan kanan. Jari jemarinya menggenggam kuat bak tak mau kehilang tongkat pusaka. Tarian itu menurut Zakaria adalah Tari Mancak. Namun kelihaian Nandra tak lama dapat dinikmati. Selama hampir lima menit ia menari di panggung, tongkat diletakkan. Pertanda mereka mengakhiri pertunjukkan.

Kesenian Daerah

Pada pembukaan "Kuldesak Tambora", tiga orang pria membawakan kesenian daerah yang berasal dari kabupaten di sekitar kaki gunung. Zakaria merupakan inisiator di balik aksi panggung yang memukau para tamu. Ia membawakan sebuah lagu dan tarian yang telah dikenal oleh Masyarakat Dompu dan Bima. Lagu Lopi Penge dan Tari Mancak.

“Lopi Penge dinyanyikan oleh nelayan yang pergi merantau mencari ikan. Dia menyanyikam untuk melepaskan rasa rindu terhadap kampung halaman dan kekasih,” kata Zakaria kepada KompasTravel di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (16/42015).

Dengan suara yang sudah terbata-bata, Zakaria menjelaskan bahwa musik tersebut telah lama dinyanyikan oleh masyarakat. Lagu tersebut dinyanyikan saat pesta pernikahan. Alat musik yang ia tiup, sarone, merupakan alat yang sudah lama dipelajarinya.

“Pertama saya belajar seruling. Belajar pun dari orang tua di Istana Bima. Orang tua saya memainkan untuk menyambut Sultan Bima,” katanya.

Kesenian daerah dari tanah Sumbawa tersebut ia turunkan kepada cucu-cucunya dan juga anak-anak serta masyarakat yang ingin mempelajari. Zakaria pun mengaku masih mengajari anak-anak salah satu sekolah dasar di Kecamatan Sape, Nusa Tenggara Barat. Kesenian ini menurutnya harus tetap lestari dan makin digemari oleh generasi muda.

Tarian Mancak sendiri sering disajikan pada acara-acara budaya di Nusa Tenggara Barat. Nandra, cucu dari Zakaria menceritakan kepada KompasTravel bahwa Tarian Mancak dimainkan di Festival Keraton Kesultanan Bima. Sejarahnya, menurut Nandra, tarian tersebut merupakan tarian untuk ajang menunjukkan ilmu dengan cara mengadu kapodo.

“Tradisi mistis di Bima dulu masih kental,” katanya. Namun saat ini tarian ini telah beralih fungsi untuk hanya sekedar untuk keindahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com