Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Empat Desinasi Wajib Dikunjungi Pelancong di Banda Neira

Kompas.com - 19/04/2015, 11:16 WIB
SENIN (6/4/2015) sore, bersantai di dermaga Hotel Maulana, Kecamatan Banda Neira, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, terasa berbeda. Suasana tenang, alami dan sunyi. Suara paling dominan di telinga adalah deru mesin motor perahu nelayan yang melintas di depan hotel yang menghadap laut dan Gunung Api itu.

Benar kata Gubernur Maluku Ir H Said Assagaff, bahwa pemandangan dari Hotel Maulana, milik almarhum Des Alwi, seorang pegiat pariwisata Banda Neira, dengan panorama laut dan Gunung Api di depan hotel sungguh merupakan pemandangan yang luar biasa. Gunung Api yang masih aktif itu masih berdiri tegak dan kokoh. Tak heran, para tamu hotel betah duduk berlama-lama di pinggir pantai menikmati panorama alam Banda Neira yang jauh dari hiruk pikuk dan gegap gempita kota metropolitan.

"Yuk, kita keliling Banda Neira sebelum keburu magrib," kata Elfien Goentoro, Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha PT Pelni.

"Lebih baik naik sepeda," sambungnya.

Deretan sepeda sudah siap berjejer di samping hotel. Tak perlu berlama-lama, bersepeda lah rombongan PT Pelni menelusuri Banda Neira. Melewati pelabuhan, tujuan pertama adalah Rumah Budaya Banda Neira, tak sampai 3 menit dari Hotel Maulana.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Lukisan raksasa yang menceritakan pembantaian orang-orang terpandang di Banda tahun 1621 yang terpasang di Rumah Budaya Banda Neira, Maluku.
Rumah Budaya Banda Neira

Letak Rumah Budaya Banda Neira tepat di depan Delfika Guest House. Di Rumah Budaya ini terdapat berbagai catatan sejarah. Barang-barang peninggalan VOC berupa berbagai jenis meriam, keramik Tiongkok, mata uang, serta beberapa lukisan mengenai situasi pada zaman tersebut.

Yang mencolok adalah di ruang utama museum tergantung sebuah lukisan raksasa yang menceritakan pembantaian orang-orang terpandang di Banda tahun 1621. Mereka biasa disebut dengan orang kaya, dan pada masa itu mereka ditawan oleh VOC lalu dibawa ke Benteng Nassau. Di depan anak istri serta keluarganya, semua orang kaya di Banda tersebut dibunuh secara kejam oleh para samurai dari Jepang yang disewa VOC.

Dalam buku "Sejarah Banda Naira" yang ditulis Des Alwi ditulis penuturan saksi mata, Letnan Laut Nicols van Waert mengenai peristiwa yang terjadi pada 8 Mei 1621 itu.

"Keempat puluh tawanan digiring ke dalam benteng (Fort Nassau) yaitu kedelapan orang kaya yang paling berpengaruh, mereka dituduh sebagai pemicu kerusuhan, yang lainnya digiring bersama-sama bagaikan sekawanan domba. Sebuah kurungan bambu berbentuk bulat dibangun di luar benteng, dan sambil terikat erat dengan tali dan dijaga ketat oleh para penjaga para tawanan itu dipaksa masuk.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Keramik Tiongkok di Rumah Budaya Banda Neira, Maluku.
Hukuman mereka dibacakan dengan keras-keras di hadapan mereka bahwa mereka telah bersekongkol untuk membunuh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen dan telah memutuskan perjanjian perdamaian. Sebelum keputusan hukuman itu dibacakan, siapa saja dilarang memasuki kandang itu, kecuali ayah dan ibu dari para tawanan tersebut.

Bersama para tawanan itu ada juga enam serdadu algojo Jepang yang diperintahkan masuk ke pagar bambu. Eksekusi ini ngeri untuk dilihat. Para orang kaya mati tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, kecuali salah seorang di antara mereka berkata, "Apakah tuan-tuan tidak merasa berdosa?" tetapi memang sama sekali tidak ada belas kasihan atau merasa berdosa dari pihak VOC."

Menurut Mahdi, pemandu wisata, akibat aksi kejam VOC tersebut, sekitar 6.000 warga Banda terbunuh. Akibatnya penduduk Banda berkurang drastis, Belanda lantas mengirim pekerja dari Jawa, Sumatera, Sulawesi untuk memelihara perkebunan pala di Banda. "Banda sekarang seperti Indonesia kecil. Beragam suku campur di sini. Seperti saya sekarang asal-usul campur aduk," tutur Mahdi.

Cahyono, Senior Manager BBM dan Pelumas PT Pelni menyayangkan tidak terurusnya rumah Budaya Banda Neira. Dari depan, rumah tersebut terlihat terawat. Saat masuk ke dalam dan terus ke ruang belakang, sangat terasa, bagaimana semakin tak terurusnya tempat ini. Rumput-rumput dibiarkan tumbuh tinggi. "Sayang ya, padahal nilai sejarah tempat ini sangat tinggi," katanya.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Benteng Belgica di Banda Neira, Maluku.
Benteng Belgica

Usai mengunjungi Rumah Budaya Banda Neira, perjalanan rombongan PT Pelni dilanjutkan menuju Benteng Belgica. Ini merupakan benteng VOC yang dibangun di atas sebuah bukit dan panorama dari puncak benteng bisa memandang luas lautan di depan mata terutama sekitar Gunung Api.

"Duh, indahnya pemandangan dari benteng ini. Yuk kita foto," ajak Elfien kepada rombongan.

Benteng ini berada di sebelah barat daya Pulau Neira dan terletak pada ketinggian 30 meter dari permukaan laut. Sungguh mengagumkan melihat pemandangan di sekeliling saat berdiri di benteng yang dibangun pada tahun 1611 di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Pieter Bot ini.

Karena posisinya yang strategis, sehingga dari sini pengunjung bisa melihat ke segala penjuru pulau. Kala itu keberadaan Benteng Belgica memudahkan VOC mengawasi kapal-kapal yang keluar masuk Banda.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Benteng Belgica di Banda Neira, Maluku.
Benteng Belgica dibangun tahun 1611 dengan gaya bangunan persegi lima yang berada di atas bukit, namun apabila dilihat dari semua penjuru niscaya hanya akan terlihat 4 buah sisi. Konstruksi benteng terdiri atas dua lapis bangunan dan untuk memasukinya, pengunjung atau wisatawan harus menaiki anak tangga. Di bagian tengah benteng terdapat sebuah ruang terbuka luas untuk para tahanan. Di tengah ruang terbuka, pengunjung bisa melihat dua buah sumur rahasia yang konon menghubungkan benteng dengan pelabuhan dan Benteng Nassau yang berada di tepi pantai.

Menurut sejarah, benteng ini sebenarnya merupakan salah satu benteng peninggalan Portugis yang awalnya berfungsi sebagai pusat pertahanan, namun pada masa penjajahan Belanda, Benteng Belgica beralih fungsi untuk memantau lalu lintas kapal dagang.

Selanjutnya tahun 1622 oleh JP Coen benteng ini diperbesar. Tahun 1667 diperbesar lagi oleh Cornelis Speelman. Berikutnya Gubernur Jenderal Craft van Limburg Stirum memerintahkan agar benteng ini dipugar dan menjadi markas militer Belanda hingga tahun 1860.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Benteng Belgica di Banda Neira, Maluku.
Uniknya pada setiap sisi benteng terdapat sebuah menara. Untuk menuju puncak menara tersedia tangga yang mana Anda harus hati-hati menaikinya karena posisi tangga nyaris tegak dan lubang keluar yang sempit.

Setelah bersusah payah menaiki tangga, sampai saya di puncak tangga. Rasa capek seketika terbayar oleh panorama yang indah. Dari sini saya bisa menikmati pulau-pulau di sekitar Pulau Neira seperti Pulau Banda Besar, Gunung Api dan birunya Laut Banda. Belum lagi hilir mudiknya perahu nelayan sore itu.

Rumah Pengasingan Bung Hatta

Matahari semakin bersembunyi di balik Gunung Api. Rombongan lantas bergegas melanjutkan gowes ke rumah pengasingan Bung Hatta. Tak sampai 5 menit, rombongan tiba di Rumah Pengasingan Bung Hatta. Seorang penjaga rumah tampak berlari-lari sambil membawa kunci untuk membuka rumah pengasingan Bung Hatta tersebut.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Rumah Pengasingan Bung Hatta di Banda Neira, Maluku.
Di sini, pengunjung bisa melihat rumah Bung Hatta selama dalam pengasingan di Banda Neira tahun 1937. Masuklah ke dalam untuk melihat kamar tidur Bung Hatta serta barang-barang peninggalan dan meja-kursi tempat Bung Hatta mengajar. Meski terlihat berdebu, meja, kursi dan papan tulis peninggalan Hatta masih terlihat di kamar belakang.

Selain itu pengunjung juga akan menemukan berbagai koleksi peninggalan Bung Hatta seperti kaca mata tua, kemeja sederhana, dan surat-surat dari sang Bunda. Di dinding bangunan terpajang foto-foto Bung Hatta dan tokoh-tokoh nasional lainnya yang sudah mulai kusam.

Istana Mini

Perjalanan terakhir rombongan PT Pelni Istana Mini Neira. VOC kala itu membangun kota Banda Neira dengan mendirikan bangunan istana bernama Istana Mini Neira. Istana tersebut berfungsi sebagai tempat tinggal Gubernur VOC. VOC lebih dahulu membagun istana ini setahun sebelum pembangunan Istana Merdeka di Batavia atau Jakarta.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Istana Mini di Banda Neira, Maluku.
Istana Mini Neira menjadi satu-satunya bangunan besar dan indah saat itu di kawasan ini. Di depannya terhampar pantai biru yang jernih dan Pulau Banda Besar. Di sekitar Istana Mini dibangun rumah-rumah berukuran besar sebagai tempat tinggal dari petinggi orang Eropa yang datang ke Banda. Berjalan kaki atau bersepeda di Banda Neira ibarat menelusuri jalan-jalan di Eropa karena banyaknya bangunan beraksitektur Eropa.

PT Pelni terjun ke sektor pariwisata tak lain untuk memudahkan wisatawan atau pelancong mengunjungi tempat-tempat yang selama ini sulit dijangkau dari segi transportasi dan akomodasi. "Kami punya rute, kami punya kapal dan nantinya Pelni seperti hotel terapung untuk mengangkut wisatawan ke tempat-tempat wisata eksotis," kata Elfien.

Sementara, Cahyono menambahkan, PT Pelni ingin menggarap rute Banda Neira sebagai salah destinasi wisata yang hendak ditawarkan kepada wisatawan sekaligus mereka bisa menginap di kapal selama pelayaran. Untuk itu, usai melakukan survei ke Banda Neira, PT Pelni segera mengeluarkan paket wisata Banda Neira untuk dijual kepada wisatawan dalam waktu dekat.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Rumah Pengasingan Bung Hatta di Banda Neira, Maluku.
KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Benteng Belgica di Banda Neira, Maluku.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Pengunjung Benteng Belgica di Banda Neira, Maluku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com