Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Situ Patenggang dan Cinta Abadi

Kompas.com - 01/05/2015, 18:10 WIB
DI bawah kaki Gunung Patuha, danau eksotik, Situ Patenggang di Patengan, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, masih terus memancarkan kharismanya. Dengan permukaan air begitu tenang laksana kaca, dan wilayah daratan dihiasi sejumlah pinus menjulang, memberi pesona yang khas pada Situ Patenggang.

Suasana sekitar danau pun amat hening, ditunjang alam yang hijau seakan memancarkan kesegaran yang dapat menghibur jiwa. Situ Patenggang berada di ketinggian sekitar 1.628 meter di atas permukaan laut. Dengan suhu di bawah 20 derajat celsius, ditunjang dengan panorama perkebunan teh Rancabali sekitar 1.500 hektar, memberikan sensasi tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke tempat ini.

Danau ini menjadi salah satu obyek wisata alam unggulan bagi Provinsi Jawa Barat, khususnya Pemerintah Kabupaten Bandung. Danau seluas 48 ha di Bandung selatan ini ditangani Balai Besar Sumber Daya Alam Jawa Barat. Wilayah daratannya dikelola PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) Rancabali.

Letaknya sekitar 56 kilometer dari Kota Bandung atau memerlukan waktu tempuh lebih kurang 1,5 jam. Situ Patenggang tak pernah sepi pengunjung. Puncak kunjungan biasanya terjadi pada akhir pekan (Sabtu-Minggu) atau hari libur dengan jumlah sekitar 2.000 orang, pada hari biasa rata-rata 300 pengunjung. Jumlah kunjungan wisatawan ke Situ Patenggang rata-rata 14.000 orang per bulan.

Pemantauan Kompas, Kamis (5/3/2015), walau dalam masa musim hujan, danau ini tak sepi pengunjung. Tarif tiket masuk Rp 18.000 untuk hari biasa, sedangkan pada akhir pekan atau hari libur Rp 20.500 per orang.

Muhimatussolihat Farah Annisa (26), warga Margagiri, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten, mengaku baru pertama kali mengunjungi danau ini. ”Saya suka memotret, kabarnya pemandangan di sini bagus, jadi saya memilih ke sini. Ternyata memang benar, indah sekali panoramanya, air danaunya tenang sekali, dari permukaan air memantulkan cahaya,” ujar Annisa.

Meski gerimis, Annisa tidak menguburkan hasratnya untuk mengunjungi Batu Cinta dan mengelilingi Pulau Sasaka atau yang disebut juga Pulau Asmara. Jarak Batu Cinta dengan daratan Situ Patenggang sekitar 1 kilometer. Para wisatawan memang disarankan ke Situ Patenggang pada musim panas, yaitu antara April-Oktober, karena cuaca saat itu cerah.

Walau kabut selalu turun, tetapi pada musim panas biasanya mulai sore hari, sehingga wisatawan akan memiliki waktu lebih banyak menikmati keelokan panorama Situ Patenggang sejak pagi. Sebaliknya selama musim hujan, sepanjang hari hujan bisa mengguyur, kabut juga lebih sering menyelimuti kawasan Situ Patenggang.

Pihak pengelola menyediakan fasilitas perahu dengan tarif Rp 30.000 per orang (kapasitas 15 orang), maupun sepeda air. Annisa bersama lima wisatawan lainnya memilih menggunakan perahu dayung menuju Batu Cinta.

Legenda

Bagi wisatawan saat berkunjung ke Situ Patenggang memang serasa belum lengkap kalau tak mengunjungi Batu Cinta. Hal itu terkait dengan legenda Situ Patenggang. Adapun letak Batu Cinta berdekatan dengan Pulau Sasaka.

Konon, terbentuknya Situ Patenggang berawal dari kisah asmara dua insan prabu dan seorang dewi yang tinggal di pegunungan, yakni Ki Santang dan Dewi Rengganis. Sekian lama tak bertemu, karena Ki Santang harus pergi berperang, membuat rindu Dewi Rengganis menggebu-gebu. Rengganis pun meninggalkan rumahnya mencari Ki Santang. Namun ketika Ki Santang kembali dan berkunjung ke rumah Rengganis tidak berada di tempat. Ki Santang pun mencari Rengganis, hingga kedua insan ini saling mencari, yang dalam bahasa Sundanya disebut pateangan-teangan.

Mereka akhirnya bertemu di satu tempat dengan ditandai sebuah batu besar, yang kemudian disebut Batu Cinta. Dewi Rengganis juga meminta kepada Ki Santang agar dibuatkan sebuah danau dan perahu untuk berlayar.

Permintaan Dewi Rengganis dipenuhi hingga terbentuk Situ Patenggang, dan perahu yang kemudian berubah menjadi sebuah pulau berbentuk hati yang disebut Pulau Sasaka atau Pulau Asmara itu. Konon dari mitos itu muncul keyakinan, bagi pasangan yang singgah di Batu Cinta dan mengelilingi Pulau Asmara akan memiliki cinta yang abadi.

”Pemandangan di sini (Pulau Asmara) mantap. Kalau rekreasi ke Bandung, saya selalu singgah di sini,” ujar seorang pengunjung dari Jakarta yang sudah tiga kali ke Situ Patenggang.

Koordinator Unit Agrowisata PTPN VIII Rancabali, Awat Sutisna, mengemukakan, pihaknya merencanakan untuk menambah vila di lokasi Situ Patenggang. Saat ini baru terdapat satu vila (tiga kamar tidur) dengan tarif Rp 1,1 juta (per 22 jam) saat akhir pekan atau hari libur, serta pada hari biasa dengan tarif Rp 800.000.

”Kami juga melakukan perbaikan dari 12 shelter yang mengalami kerusakan, termasuk juga toilet. Hal ini untuk meningkatkan pelayanan, khususnya bagi kenyamanan pengunjung,” ucap Awat

Ia juga berharap adanya perbaikan dan pelebaran Jalan Raya Ciwidey. Jalan itu semakin sempit, dan pada akhir pekan atau hari libur terjadi kemacetan luar biasa.

Animo wisatawan termasuk dari mancanegara sebenarnya tinggi ke Situ Patenggang. Akan tetapi, karena kondisi jalan sering macet, kunjungan menjadi kurang optimal. Kondisi ruas jalan sampai saat ini juga banyak yang rusak, aspal terkelupas dan berlubang.

”Jalan Raya Ciwidey juga sempit, dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan pernah menjanjikan saat menjabat pada periode 2013-2008 untuk memperlebar Jalan Ciwidey sampai kawasan Baru Tunggul, tapi sampai sekarang belum terealisasi,” kata Awat.

Retribusi mahal

Buruknya kondisi jalan tersebut diduga menjadi salah satu pemicu minimnya wisatawan asing berkunjung ke lokasi itu. Masalah lain yakni tingginya retribusi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk wisatawan asing yakni Rp 100.000 per orang. Itu ditambah lagi dengan adanya jasa lingkungan Rp 13.000 per orang. Jadi total tiket masuk yang diberlakukan kepada wisatawan asing sebesar Rp 113.000 per orang.

Untuk itu, para aktivis Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar) Situ Patenggang mengharapkan pemerintah daerah setempat meninjau kembali tarif retribusi PNBP. ”Pungutan tersebut sebaiknya hanya dikenakan kepada wisatawan asing yang akan menyeberang ke Batu Cinta atau menggunakan wilayah air (danau). Sebaliknya bagi mereka yang hanya berjalan-jalan di area daratan dikenakan saja jasa lingkungan,” ujar Ebed, anggota Kompepar Situ Patenggang. (SAMUEL OKTORA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com