Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yuk, Intip Pembuatan Batik Klasik Khas Yogyakarta

Kompas.com - 12/05/2015, 11:05 WIB
Mentari Chairunisa

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Ketenaran batik khas Yogyakarta tak perlu diragukan lagi. Beragam motif dan teknik pembuatan khususnya batik tulis membuat batik ini diburu wisatawan dalam dan luar negeri. Namun, di balik keindahan yang ditawarkan, terdapat proses panjang pembuatan kain-kain batik tersebut.

“Lamanya waktu tergantung dari motifnya, rumit atau tidak,” kata Supervisor produksi Batik Nyonya Indo, Sukardi, Sabtu (9/5/2015).

Selain kerumitan motif, faktor lainnya yang mempengaruhi lamanya pembuatan batik adalah warna yang digunakan. Semakin banyak warna, semakin lama pula proses pembuatannya.

“Jadi kita itu pewarnaannya satu warna, dibatik, abis itu masuk warna kedua dibatik lagi, lalu lanjut warna selanjutnya, gitu terus,” jelas Sukardi.

Sukardi melanjutkan, dalam sekali pewarnaan bisa memakan waktu hingga 3 minggu. Maka tak heran jika untuk membuat satu kain batik menghabiskan waktu sekitar 5 sampai 6 bulan. Menurut Sukardi waktu pembuatan ini termasuk cepat karena satu kain batik dikerjakan oleh beberapa orang.

“Kita di sini kerjanya ramai-ramai, masing-masing punya keahlian membatik sendiri, makanya cepat. Kalau satu kain dipegang satu orang bisa 2 sampai 3 tahun,” jelasnya.

KOMPAS.COM/MENTARI CHAIRUNISA Proses quisi atau cos yakni pengecekan batik untuk menghindari kesalahan produksi.
Proses pembatikan juga dilakukan masih dengan cara tradisional. Para pembatik duduk melingkar mengitari malam yang dipanaskan. Posisi duduk ini bukan tanpa sebab, selain efisiensi kompor, dengan posisi duduk melingkar, para pembatik bisa saling mengoreksi jika ada kesalahan.

“Jadi dalam satu lingkaran itu ada seniornya, nanti senior itu sambil mengawasi kerja yang lain,” lanjut Sukardi.

Setelah kain selesai melalui proses pembatikan dan pencelupan warna, selanjutnya dilakukan proses pengecekan. Pengecekan dilakukan untuk memastikan agar tidak ada bagian kain batik yang masih kosong dan tidak ada bagian yang tertetes malam.

“Ini proses quisi atau bahasa batiknya ‘cos’, itu dikoreksi kalau ada yang salah dikembalikan,” ujar Sukardi.

Jika tidak ada kesalahan,kain batik selanjutnya mengalami proses perebusan. Proses ini berguna untuk melepaskan malam-malam yang melekat di kain batik. Langkah terakhir adalah penjemuran sebelum kain-kain batik siap untuk dipasarkan.

KOMPAS.COM/MENTARI CHAIRUNISA Beberapa koleksi Batik Nyonya Indo di Hyatt Regency Yogyakarta.
Sejak berdiri tahun 1998, Batik Nyonya Indo mengusung desain-desain klasik namun berbeda dengan desain klasik khas kesultanan. Perbedaan terletak pada pemilihan warna pada kain batik, Batik Nyonya Indo mengombinasikan warna-warna menarik sehingga tidak melulu berwarna cokelat.

Tak hanya mengusung desain-desain batik klasik, Batik Nyonya Indo turut menghadirkan teknik pemasaran klasik. Teknik pemasaran ini adalah dengan cara menghampiri pembelinya ke rumah dengan membawa puluhan jenis batik yang ingin ditawarkan.

“Untuk pembeli loyal kami, kami akan datang ke rumahnya, jadi dia bisa seharian pilih mau batik yang mana karena dulu penjualan batik memang seperti itu,” ujar Marketing Batik Nyonya Indo, Krishna Dharma.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com