Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Soekarno dari Pangkal Pinang ke Menumbing

Kompas.com - 22/05/2015, 08:24 WIB
SALAH satu bagian perjalanan penting dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini ada di Pulau Bangka, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung. Masa pengasingan proklamator Soekarno-Hatta bersama para pemimpin bangsa lainnya pada kurun waktu 1948-1949 turut menentukan arah perjalanan bangsa saat ini.

Setiba di Bandara Depati Amir di Pangkal Pinang, Bangka, pada akhir April lalu, tergambar peristiwa 22 Desember 1948. Ketika itu pesawat B-25, salah satu pesawat pengebom milik Belanda, mendarat di bandara tersebut, yang masih bernama Bandara Kampung Dul.

Di dalam pesawat tersebut ada para pemimpin bangsa, Soekarno (Presiden), Mohammad Hatta (Wakil Presiden), Sutan Sjahrir (mantan Perdana Menteri), Agus Salim (Menteri Luar Negeri), RS Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR Asaat (Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat/KNIP), dan AG Pringgodigdo (Menteri Sekretaris Negara).

Penangkapan, penawanan, dan pengasingan para pemimpin Republik Indonesia itu sebagai bagian dari Agresi Militer II Belanda ke Yogyakarta yang dijadikan Ibu Kota Republik Indonesia pada waktu itu. Menarik ketika mengetahui ada beberapa pemimpin bangsa yang tidak diturunkan di Pangkal Pinang. Mereka adalah Soekarno, Agus Salim, dan Sutan Sjahrir. Ketiganya setiba di Pangkal Pinang diterbangkan lagi ke Brastagi, Sumatera Utara. Di Brastagi, mereka kemudian diterbangkan ke Parapat, Sumatera Utara, hingga 5 Februari 1949 diterbangkan ke Pangkal Pinang dengan pesawat amfibi Cathalina milik Belanda. Namun, Sutan Sjahrir tidak turut serta. Sjahrir dikembalikan ke Jakarta karena mau berkompromi dengan Belanda.

Dipertemukan kembali

Tebersit pertanyaan, peristiwa apa yang melatarbelakangi antara Soekarno, Agus Salim, dan Sutan Sjahrir dipisahkan dengan Mohammad Hatta dan para tokoh lain. Tidak lama berselang, mereka dipertemukan kembali, kecuali Sjahrir.

Ahli sejarah Bangka, Akhmad Elvian, mengutarakan, ada dugaan jika Soekarno dan Hatta dipersatukan, akan tumbuh penyatuan dua karakter yang saling melengkapi untuk perjuangan dan pergerakan kemerdekaan pada waktu itu. Tidak berselang lama mereka dipersatukan kembali di Pesanggrahan Menumbing, Muntok, wilayah kota pertambangan timah paling ramai pada masa lalu di Pulau Bangka. Lokasi kota itu ada di sisi barat Pulau Bangka.

Sewaktu Soekarno akan dipindahkan ke Bangka dari Parapat, ada hal menarik di Bandara Kampung Dul. Masyarakat sudah memadati bandara tersebut untuk menyambut Soekarno. Tetapi, Soekarno tidak jadi diterbangkan dan mendarat di Bandara Kampung Dul.

Soekarno bersama Agus Salim diterbangkan dari Parapat dengan pesawat amfibi di perairan laut di Pelabuhan Pangkal Balam, memang tak jauh dari Bandara Kampung Dul, Pangkal Pinang.

Beberapa foto lama menunjukkan kedatangan Soekarno memang sangat dinantikan warga Bangka. Masyarakat tumpah ruah menyambut Soekarno di Pangkal Pinang sebelum Soekarno dibawa Belanda ke rumah pengasingan di Muntok.

KOMPAS/NAWA TUNGGAL Wisma Ranggam, Muntok, Pulau Bangka, Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, tempat presiden pertama RI, Soekarno, diasingkan pada 1949 oleh Belanda. Demikian kondisi terakhir rumah pengasingan tersebut pada Selasa (21/4/2015).
Wisma Ranggam

Perjalanan dari Pangkal Pinang menuju Muntok untuk saat ini memakan waktu sekitar tiga jam dengan mobil. Tujuan pertama kali adalah rumah pengasingan Soekarno ada di Pesanggrahan Menumbing di Puncak Bukit Menumbing, bersama Hatta dan tokoh lain.

Ketika menuju puncak bukit itu, di kaki bukit kami melintasi sebuah rumah besar yang kini disebut Wisma Ranggam.

Juru pelihara Wisma Ranggam, Edi Rosyidi, memelihara rumah yang sebelumnya silih berganti dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Sebelumnya, rumah itu pernah disewa swasta untuk rumah makan dan hiburan. Kemudian diambil alih pemerintah daerah untuk wisma atlet dan kegiatan lain, seperti penggemblengan pasukan pengibar bendera pusaka menjelang peringatan kemerdekaan 17 Agustus.

Beberapa tahun terakhir, Wisma Ranggam dibiarkan kosong. Tampak ada upaya Edi untuk mengisi rumah itu dengan berbagai dokumen berisi informasi keberadaan Soekarno, peralatan menulis, seperti mesin ketik yang pernah digunakan Soekarno, dan berbagai uang lama. Edi pernah berdagang uang kuno dan barang antik di Jakarta sebelum menjadi juru pelihara di Wisma Ranggam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com