Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potapaki, Semarak Festival Pulang Kampung di Wakatobi

Kompas.com - 13/06/2015, 11:09 WIB
FESTIVAL Potapaki adalah salah satu pesta rakyat yang dikhususkan untuk menyambut para perantau yang pulang ke desanya. Desa Kulati adalah salah satu tempat di Nusantara yang memiliki tradisi ini.

Festival tiga tahunan Potapaki kembali digelar mulai tanggal 10 Juni – 19 Juli 2015 di Desa Kulati, Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Berbagai atraksi budaya berupa tarian, nyanyian, permainan daerah, maupun lomba dan kegiatan keagamaan akan menyemarakkan Kulati selama sebulan lebih.

Dalam bahasa setempat Potapaki berarti mari bermusyawarah. Jadi festival ini merupakan ajang bersuka ria, melepas rindu sekaligus musyawarah besar saat para perantau mudik ke desanya.

Puncak acara festival yang jatuh pada Hari Raya Idul Fitri akan menghadirkan dua jenis arak-arakan, yaitu Lemba Kangsodha dan Pajuju. Lemba Kangsodha adalah arak-arakan remaja yang baru saja menginjak usia akil balig. Remaja putera dan puteri ini dipikul dengan tandu berhiaskan bunga-bunga setelah melewati masa pingitan selama 8 hari 8 malam yang dikenal dengan ritual Sombo Alalungku.

Lemba Kangsodha diikuti oleh arak-arakan Pajuju, sebuah budaya asli Kulati yang sudah jarang ditemukan, tetapi akan ditampilkan di Festival Potapaki. Pajuju adalah tumpukan Kue Karasi, kue tradisional Wakatobi, yang dibentuk menyerupai kubah bertingkat dan diisi makanan lokal termasuk hasil laut seperti ikan, lobster, dan kerang.

Tingkatan kubah Pajuju erat hubungannya dengan ajaran Islam, bertingkat tiga menggambarkan Baitullah (Rumah Tuhan) sekaligus mengingatkan untuk beribadah haji, sedangkan bertingkat lima mengingatkan untuk sholat lima waktu. Pajuju terbesar bertingkat tujuh, menggambarkan jumlah hari dalam seminggu dan tingkatan langit di alam semesta.

Pajuju setinggi 4,5 meter dengan lingkar tengah tiga meter ini akan dipikul oleh 100 orang. Pajuju biasanya ditutup dengan Manga Lebu-Lebu atau makan bersama penuh keakraban antara seluruh penduduk desa dan pengunjung.

Dok. Swisscontact Wisata Alam bawah laut Kulati, Wakatobi, Sulawesi Tenggara
Jangan lewatkan pengalaman pesta barbeque ala Kulati yang disebut Hematua. Seluruh penduduk akan berkumpul di tepi pantai untuk memasak berbagai hasil laut dan bumi di atas batu yang sudah dibakar. Festival Potapaki akan ditutup dengan pelepasan 1.000 anak penyu di Pantai Hu’untete pada tanggal 19 Juli 2015. Hal ini sejalan dengan upaya masyarakat setempat untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitar, baik darat maupun laut.

Potapaki sejatinya merupakan tradisi Desa Kulati sejak zaman dahulu, akan tetapi baru beberapa tahun terakhir dikemas sebagai festival. Tahun ini merupakan keempat kalinya festival diadakan dengan dana swadaya masyarakat, guna melestarikan sekaligus memperkenalkan budaya setempat kepada masyarakat luas – baik domestik maupun manca negara.

Desa Kulati adalah sebuah desa di Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi, Propinsi Sulawesi Tenggara. Kulati merupakan rumah bagi beragam kebudayaan yang masih terjaga serta pemandangan terbaik Pulau Tomia. Indahnya pantai-pantai dengan hamparan pasir putih, air laut sejernih kristal, dan barisan tebing gagah pemecah ombak adalah segelintir dari banyak pesona yang ditawarkan.

Pesona bawah lautnya sulit ditandingi, ikan-ikannya bahkan dapat terlihat dari atas tebing pantai. Para penyelam wajib merasakan sensasi menjelajahi bangkai kapal perang Jepang (Japanese shipwreck), tidak jauh dari tebalnya pasir putih Pantai Hu’untete. (Swisscontact Wisata)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com