Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/06/2015, 11:16 WIB
|
EditorI Made Asdhiana
BIMA, KOMPAS.com - Beberapa daerah di Indonesia memiliki kain khasnya sendiri, termasuk di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, yang memiliki kain tenun tradisional yang sudah turun temurun. Kain tersebut dinamai dengan kain Mbojo atau kain orang Bima. Kain tenun ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Bima dulu dan sering digunakan oleh kaum perempuan di sana.

Kain Mbojo memiliki beragam motif dan warna. Model kain tenun Mbojo yang cukup tenar kini adalah yang memadukan lebih dari tiga warna dan ditenun membentuk gambar zig-zag. Kain ini disebut oleh orang asli Bima sebagai kain yang cocok dipakai di segala cuaca, baik cuaca panas maupun dingin.

"Ini kainnya kalau (cuaca) lagi panas, bisa bikin adem. Pas lagi dingin, bisa bikin hangat," kata salah satu warga Bima, Hatim, kepada KompasTravel, Selasa (9/6/2015).

Hatim menggunakan kain Mbojo untuk syal. Kain Mbojo sebenarnya bisa dipakai untuk banyak hal selain jadi syal, seperti bahan untuk baju, selendang, motif untuk topi, sarung, ikat kepala, dan ikat pinggang.

Salah satu perempuan yang sudah lama menenun kain Mbojo adalah Andriyani. Perempuan berusia 36 tahun itu sudah 16 tahun menenun kain Mbojo menggunakan alat tenun di rumahnya. Ada kebiasaan bagi para perempuan yang menenun untuk menggunakan kain di kepalanya membentuk balutan semacam hijab dengan kain tenun Mbojo yang dinamakan rimpu.

KOMPAS.COM/ANDRI DONNAL PUTERA Warga Bima, Andriyani (36), sedang mengerjakan kain tenun Mbojo di halaman rumahnya yang berada di Kampung Cempaka Indah, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, Selasa (9/6/2015).
Rimpu untuk perempuan yang belum menikah dengan yang sudah menikah juga dibedakan. Jika perempuan yang menenun kain belum menikah, maka rimpu dipasang hingga menutupi semua wajah, hanya memperlihatkan kedua mata. Tetapi untuk perempuan yang sudah menikah, sudah boleh memperlihatkan wajahnya dengan rimpu tersebut.

"Katanya kalau belum nikah rimpu sengaja dipasang tinggal kelihatan mata supaya laki-laki penasaran," tutur Hatim.

Di Kota Bima, ada sebuah kampung bernama Cempaka Indah, di mana ada ratusan penenun kain Mbojo di sana. Kampung Cempaka Indah itu juga menjadi salah satu sentra kain Mbojo dan sasaran wisatawan yang berkunjung ke Bima untuk memburu kain.

Kain Mbojo di sana rata-rata dijual ukuran satu kali empat meter. Jarang ada yang langsung menjual kain Mbojo dalam bentuk jadi. Waktu pembuatannya pun bervariasi, ada yang bisa jadi dalam waktu tiga bulan, ada juga yang sampai setahun. Kain-kain itu dijual dengan harga mulai dari Rp 150.000 sampai Rp 500.000 ke atas.

"Kita kalau ada waktu luang saja baru bikin ini kain. Tapi kalau ada yang pesan, ya kita kejar pesanan itu. Kalau enggak ada yang pesan, kita bikin untuk diri sendiri saja," ujar Andriyani.

Ada kebiasaan sejak zaman kerajaan dulu di mana perempuan harus bisa menenun. Kebiasaan itu pun masih dilanjutkan sampai sekarang oleh masyarakat Bima dengan menurunkan ilmu menenun ke anak-anak perempuannya. "Ini anak saya masih SD, kalau sudah SMP nanti mau saya ajari. Dulu saya mulai belajar pas umur belasan tahun," tambah Andriyani.

KOMPAS.COM/ANDRI DONNAL PUTERA Wisatawan melihat-lihat kain tenun Mbojo di rumah Misbah, salah satu perajin kain Mbojo di Kampung Cempaka Indah, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, Selasa (9/6/2015).
Perajin kain tenun Mbojo yang lain, Misbah, sudah membawa kain tenun Mbojo ke pameran UKM nasional di Gedung Smesco, Jakarta. Menurut Misbah, harus ada yang memperkenalkan produk kain khas Bima agar bisa dikenal dunia dan budayanya tidak mati begitu saja.

Selain sebagai komoditi, kain Mbojo juga menjadi bagian dari runutan sejarah kerajaan Islam yang ada di Bima. Pada era kesultanan sebelum tahun 1960, kain Mbojo merupakan kain yang dipakai sehari-hari oleh warga Bima. Meski kini sudah banyak yang beralih ke hijab biasa, rimpu dari kain Mbojo sempat menjadi pakaian wajib bagi perempuan di Bima.

"Dulu kalau ada perempuan yang keluar rumah tanpa rimpu dianggap melanggar norma agama dan adat," tambah Misbah.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

5 Aktivitas di Desa Wisata Welora Maluku, Cuci Mata di Bawah Laut

5 Aktivitas di Desa Wisata Welora Maluku, Cuci Mata di Bawah Laut

Jalan Jalan
Mengapa Idul Adha di Kudus Tidak Menyembelih Sapi? Simak Sejarahnya

Mengapa Idul Adha di Kudus Tidak Menyembelih Sapi? Simak Sejarahnya

Jalan Jalan
4 Tempat Beli Oleh-oleh Haji di Surabaya, Ada Beragam Jenis Kurma

4 Tempat Beli Oleh-oleh Haji di Surabaya, Ada Beragam Jenis Kurma

Jalan Jalan
Desa Wisata Bakal Jadi Andalan Baru Labuan Bajo untuk Gaet Wisatawan

Desa Wisata Bakal Jadi Andalan Baru Labuan Bajo untuk Gaet Wisatawan

Travel Update
Ekowisata Sungai Mudal di Kulon Progo Tutup pada Rabu, 7 Juni 2023

Ekowisata Sungai Mudal di Kulon Progo Tutup pada Rabu, 7 Juni 2023

Travel Update
Rute ke Padukuhan Wotawati dari Pantai Sadeng, Permukiman di Dasar Bengawan Solo Purba

Rute ke Padukuhan Wotawati dari Pantai Sadeng, Permukiman di Dasar Bengawan Solo Purba

Travel Tips
Panduan Lengkap ke OMAH Library, Hidden Gem di Tangerang

Panduan Lengkap ke OMAH Library, Hidden Gem di Tangerang

Travel Update
7 Tempat Beli Oleh-oleh Haji dan Umrah di Bandung 

7 Tempat Beli Oleh-oleh Haji dan Umrah di Bandung 

Jalan Jalan
Ada Aturan Baru untuk Turis Asing di Bali, Catat 5 Penting Ini

Ada Aturan Baru untuk Turis Asing di Bali, Catat 5 Penting Ini

Travel Update
Kunjungan Wisman ke Sulsel 69 Persen pada April 2023

Kunjungan Wisman ke Sulsel 69 Persen pada April 2023

Travel Update
Nyulo, Aktivitas Berburu Hewan Laut Saat Malam Hari di  Belitung

Nyulo, Aktivitas Berburu Hewan Laut Saat Malam Hari di Belitung

Jalan Jalan
Kompleks Taman Dadaha di Tasikmalaya Akan Direvitalisasi Jadi Wisata Baru

Kompleks Taman Dadaha di Tasikmalaya Akan Direvitalisasi Jadi Wisata Baru

Travel Update
INDOFEST 2023 Dikunjungi Lebih dari 48.000 Orang, Lampaui Target Awal

INDOFEST 2023 Dikunjungi Lebih dari 48.000 Orang, Lampaui Target Awal

Travel Update
Sejarah Idul Adha, Mengapa Disebut Lebaran Haji dan Kurban?

Sejarah Idul Adha, Mengapa Disebut Lebaran Haji dan Kurban?

Jalan Jalan
Bali Terbitkan Aturan Baru untuk Turis Asing, Cegah Pelanggaran Terulang

Bali Terbitkan Aturan Baru untuk Turis Asing, Cegah Pelanggaran Terulang

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+