Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sanghyang Jaran, Kuda Api

Kompas.com - 15/06/2015, 11:08 WIB
WAYAN Suwidra (61) dan Wayan Dirnan (54) mulai rebah dari duduk bersila mereka. Keduanya juga mulai kerasukan. Setelah pemangku memberikan doa dan mantra serta pemercikan tirta, mereka menjadi titisan Sanghyang Jaran. Kidung dinyanyikan dan tarian dimulai.

Suwidra memegang kuda-kudaan warna putih, bernama Once Srawa, sedangkan Dirnan memegang kuda-kudaan warna merah, Nala Sanda. Putih simbol kuda betina, merah simbol kuda jantan, tunggangan Dewa Siwa.

Cring... cring... cring. Bunyi itu terus terdengar dari sepasang kepala kuda-kudaan yang dipegang dan diguncang-guncang bagian lehernya. Bunyi itu pun terus terdengar selama puja mantra mistis dilantunkan, melalui kidung ”Sanghyang Jaran”.

Itulah tarian sanghyang jaran dari Sekaa Once Srawa dari Desa Jungut Batu, Nusa Penida, pada Festival Semarapura, Kabupaten Klungkung, April lalu. Puluhan warga berkeliling menyaksikan pementasan tari yang dimulai selepas petang.

Tari ini memiliki 10 tahapan sesuai kidung yang dinyanyikan. Puncak tarian ini adalah ketika kedua jaran menerobos dan menginjak-injak api tinggi dari tumpukan sabut kelapa kering. Semakin tinggi dan membara api, kedua lelaki yang kerasukan semakin senang. Karena itu, tarian dipentaskan malam hari.

Berdasarkan lontar yang disimpan di Pura Desa Jungut Batu, tarian ini ada sekitar tahun 1894. Berasal dari Ida Pedanda Gde Punia dari Geria Bangli sebagai tarian penolak bala atau wabah bencana apa pun di Bangli. Pedanda tersebut dipercaya masyarakat bisa menyembuhkan sejumlah penyakit.

Namun, Pedanda tersebut tidak disukai Raja Bangli saat itu. Lalu, ia dibuang raja ke Pulau Nusa Penida. Masyarakat menduga, pembuangan karena kecemburuan Raja kepada Sang Pedanda yang lebih banyak dikunjungi warga untuk berobat.

Pada masa pembuangan, Pedanda tinggal di rumah I Nyoman Jungut seorang perbekel. Sekitar enam tahun, ia tinggal bersama istrinya. Bersama Perbekel Jungut, Pedanda mengembangkan kemampuannya seperti tari-tarian. Desa itu pun berkembang dan bernama Jungut Batu, seperti nama perbekel dan wakilnya Wayan Batu.

Dilestarikan

Raja Bangli kembali murka. Pedanda dan istrinya ditenggelamkan. Sebelum menjalani hukuman, ia berpesan agar peninggalannya dilestarikan.

Sayangnya, peninggalan yang bisa dilestarikan hanya tarian sanghyang jaran, termasuk kidung-kidungnya dan dua kayu melengkung setengah lingkaran berdiameter kurang dari 10 sentimeter dengan bentuk kepala kuda di salah satu ujungnya.

Ketua Sekaa (kelompok) Once Srawa I Made Subitra mengatakan, tinggal dia bersama 40 warga lain yang tergabung dalam sekaa ini pelestarinya. Ia menambahkan, tarian ini mulai dikomersialkan, baik di kalangan masyarakat sebagai tontonan maupun kepentingan pariwisata. Tarian yang sebenarnya dipentaskan di Pura Desa Jungut Batu setahun sekali.

”Kami pun tetap meminta izin untuk menarikan di luar pura. Diperbolehkan, tapi jarannya harus yang baru. Jaran (kuda) yang asli tidak boleh keluar dari pura,” katanya.

Subitra merupakan generasi keempat dari Pedanda Punia yang melanjutkan pesan Pedanda agar melestarikan tarian ini.

Beberapa tahun terakhir, tarian ini diminati sebagian masyarakat untuk membayar kaul (utang) ucapan. Beberapa pengalaman Subitra, ia dan sekaa-nya disewa untuk menari selama lima malam karena si penyewa sembuh dari sakit. Tak hanya soal sakit, lanjut Subitra, ia juga pernah menarikan karena kaul dari seorang ibu yang melahirkan anak laki-laki.

Sekaa-nya pun tetap bertahan meski hanya di Nusa Penida, di tengah beberapa sekaa yang mati. Sekali pentas, Subitra meminta bayaran Rp 2,5 juta.

”Kami berusaha tetap bertahan bersama 40 anggota sekaa. Memang tak seberapa penghasilannya karena kadang ada turis, kadang ada yang sewa, kadang tidak ada sama sekali. Kami sudah berniat ini tetap lestari,” kata Subitra.

Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta mengatakan, Festival Semarapura yang perdana ini diupayakan melibatkan seluruh desa di daratan dan di seberang. ”Ya, tentu saja masih banyak hal diperbaiki. Tapi, setidaknya bisa memberikan angin segar kepada saudara kita di Nusa Penida untuk hadir di sini,” katanya.

Ia senang masyarakat dapat menampilkan tari-tari klasik yang hampir hilang, seperti Sanghyang ini. Banyak hal dari Klungkung yang masih harus terus digali potensi seni dan budayanya. Sanghyang ini tercatat ada lebih dari lima jenis dan nama selain sanghyang jaran. Bahkan, sanghyang jaran pun ada beberapa versi di beberapa desa di Klungkung, termasuk pemakaian simbol kudanya.

Api mulai padam, dan yang tersisa asap tipis. Suwidra dan Dirnan mulai lemas serta kembali disadarkan. Penonton pun bertepuk tangan, mengakhiri penampilan sanghyang jaran. (Ayu Sulistyowati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wahana dan Kolam Renang di Kampoeng Kaliboto Waterboom Karanganyar

Wahana dan Kolam Renang di Kampoeng Kaliboto Waterboom Karanganyar

Jalan Jalan
Gunung Ruang Meletus, AirAsia Batalkan Penerbangan ke Kota Kinabalu

Gunung Ruang Meletus, AirAsia Batalkan Penerbangan ke Kota Kinabalu

Travel Update
Kampoeng Kaliboto Waterboom: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Kampoeng Kaliboto Waterboom: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di The Nice Garden Serpong

Aktivitas Wisata di The Nice Garden Serpong

Jalan Jalan
Delegasi Dialog Tingkat Tinggi dari China Akan Berwisata ke Pulau Padar Labuan Bajo

Delegasi Dialog Tingkat Tinggi dari China Akan Berwisata ke Pulau Padar Labuan Bajo

Travel Update
The Nice Garden Serpong: Tiket Masuk, Jam Buka, dan Lokasi

The Nice Garden Serpong: Tiket Masuk, Jam Buka, dan Lokasi

Jalan Jalan
Cara ke Sukabumi dari Bandung Naik Kendaraan Umum dan Travel

Cara ke Sukabumi dari Bandung Naik Kendaraan Umum dan Travel

Travel Tips
Pengembangan Bakauheni Harbour City di Lampung, Tempat Wisata Dekat Pelabuhan

Pengembangan Bakauheni Harbour City di Lampung, Tempat Wisata Dekat Pelabuhan

Travel Update
Asita Run 2024 Digelar di Bali Pekan Ini, Terbuka untuk Turis Asing

Asita Run 2024 Digelar di Bali Pekan Ini, Terbuka untuk Turis Asing

Travel Update
13 Telur Komodo Menetas di Pulau Rinca TN Komodo pada Awal 2024

13 Telur Komodo Menetas di Pulau Rinca TN Komodo pada Awal 2024

Travel Update
Tanggapan Kemenparekraf soal Jam Kerja 'Overtime' Sopir Bus Pariwisata

Tanggapan Kemenparekraf soal Jam Kerja "Overtime" Sopir Bus Pariwisata

Travel Update
Tip Jalan-jalan Jenius ke Luar Negeri, Tukar Mata Uang Asing 24/7 Langsung dari Aplikasi

Tip Jalan-jalan Jenius ke Luar Negeri, Tukar Mata Uang Asing 24/7 Langsung dari Aplikasi

BrandzView
Vietnam dan China Siap Bangun Jalur Kereta Cepat Sebelum 2030

Vietnam dan China Siap Bangun Jalur Kereta Cepat Sebelum 2030

Travel Update
Libur Lebaran, Tren Kunjungan Wisatawan di Labuan Bajo Meningkat

Libur Lebaran, Tren Kunjungan Wisatawan di Labuan Bajo Meningkat

Travel Update
ASDP Catat Perbedaan Tren Mudik dan Arus Balik Lebaran 2024 Merak-Bakauheni

ASDP Catat Perbedaan Tren Mudik dan Arus Balik Lebaran 2024 Merak-Bakauheni

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com