Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mempercantik Padang Nemo

Kompas.com - 15/06/2015, 19:08 WIB
MINGGU akhir Mei 2015 jadi siang istimewa kami yang menjajal keindahan bawah laut Padang Nemo. Lokasi di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta, itu ”rumah” lebih dari 600 spesies karang dari berbagai daerah di Indonesia, kima raksasa, dan berbagai jenis ikan, termasuk ikan anemon atau ikan badut yang menari di antara tentakel anemon.

Lokasi itu berada pada gosong pasir Pulau Pramuka yang sejak lama dikenal sebagai tujuan wisata bahari di Kepulauan Seribu. Namun, sejak tahun 2014, masyarakat di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Utara, menutup 16,7 hektar dari luasan gosong pasir itu dari aktivitas pariwisata. Apalagi, penangkapan ikan.

Di tengah-tengahnya didirikan pos berbahan kayu, tempat warga melakukan pengawasan dan perawatan karang. Di dermaga sederhana pos itu, terpasang papan putih bertuliskan ”Areal Perlindungan Laut Gosong Pulau Pramuka, Padang Nemo, Program Konservasi Terumbu Karang”.

Dari dermaga itu, pengunjung bisa melihat sembilan kotak hitam membayang di atas hamparan gosong pasir putih. Warna hitam membayang tersebut merupakan rataan terumbu karang yang diciptakan warga sekitar. Antarkotak tetap dibiarkan berupa padang pasir untuk menjadi pijakan kaki peneliti atau wisatawan.

Jernihnya air saat itu membuat warna-warna cerah karang menyembul. Pemandangan itu membuat kami tak sabar untuk menceburkan diri. Tak perlu menggunakan alat selam untuk bisa mendekat ke tubuh karang. Dengan kedalaman hanya sekitar 2 meter, bahkan kurang, siapa saja cukup ber-snorkeling.

”Areal ini baru dibuka untuk umum tahun 2016 mendatang. Sekarang kami perbolehkan, karena ada Pak Sumarto (pejabat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang pernah menjabat Kepala TN Kepulauan Seribu),” kata Mahmudin (56) atau dikenal dengan Pak May, Sekretaris Lembaga Areal Perlindungan Laut (APL) Kelurahan Pulau Panggang.

”Kalau ada kapal mendekat pasti disuruh pergi, karena APL masih ditutup masyarakat,” kata Abah Sairan, polisi hutan TN Kepulauan Seribu yang mendampingi rombongan Eco Diver Journalists dan The Nature Conservancy ke APL Padang Nemo.

Selain di area dangkal, lokasi APL itu juga mencakup hingga kedalaman 23 meter. Ia menjelaskan, pendataan di tahun 2010 menunjukkan area itu hanya memiliki 36 genera karang. Kini, jenisnya meningkat menjadi 214 genera yang terdiri atas 613 spesies.

Jumlah ini melebihi jenis karang di Kepulauan Seribu yang ”hanya” memiliki 68 genera dan 134 spesies. Berbagai jenis karang tamu itu dihadirkan May dari Raja Ampat, Bunaken, serta berbagai daerah di Indonesia timur lainnya. Ia yang berprofesi sebagai pembudidaya karang hias Pondok Karang di Kepulauan Seribu, mendapatkannya saat memberikan pelatihan rehabilitasi karang di berbagai daerah.

Karang-karang dari berbagai daerah itu kemudian dibudidayakan Pak May yang juga pembudidaya karang hias Pondok Karang di Kepulauan Seribu. Ia pun menerima pesanan adopsi atau rehabilitasi karang seharga Rp 750.000 per rak (isi 49 buah karang) yang akan ditaruh di APL.

”Enam puluh persen keuntungan dari adopsi dan rehabilitasi karang, saya teruskan ke APL. Orang bilang saya gila, tapi bagi saya ini amal. Jangan mimpi akan banyak ikan kalau tidak ada koral,” katanya.

Selain karang, ia pun memperbanyak hewan anemon yang menjadi rumah bagi ikan anemon atau ikan badut (Amphiprion sp) yang menjadi nama lokasi itu, Padang Nemo. Jumlah ikan badut itu kini sekitar 200 ekor dari 30-an ekor di tahun 2013.

Bahkan, jumlahnya pun pernah mencapai lebih dari 600 ekor, tetapi dicuri di malam hari. Karena itu, kini 11 orang pegawainya rutin menjaga kawasan itu. Selain menjaga dari pencuri, ia ingin menjamin ekosistem karang setempat terbentuk dan beristirahat dari aktivitas wisata.

Hingga kini, Pak May belum puas dan masih berambisi untuk membangun 8 kotak baru untuk memperluas ekosistem karang. Ia berharap pembangunan APL Padang Nemo menciptakan destinasi ekowisata alternatif yang lebih menarik di Kepulauan Seribu. Ini mengingat minat ekowisata bahari terumbu karang terdekat di ibu kota Jakarta ini, setiap akhir pekan dipadati 2.000-3.000 wisatawan.

Dampak ikutan lain, dengan mempercantik gosong pasir setempat, turut memberi habitat berbagai jenis ikan yang akan sangat berarti bagi warga setempat yang berprofesi sebagai nelayan.

Sumarto dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan, langkah Pak May dan kawan-kawannya dalam APL ini bisa menjadi contoh pengelolaan konservasi yang berbasis masyarakat. Kawasan APL itu masuk dalam zonasi pemanfaatan tradisional Taman Nasional Kepulauan Seribu yang bebas dimanfaatkan masyarakat secara berkelanjutan.

Upaya masyarakat ini bisa terbilang masih baru dan awal. Namun, hasilnya dalam dua tahun ini-seperti tampak pada akhir Mei itu-perubahan yang ditunjukkan tampak baik. Gosong padang pasir berubah menjadi ekosistem terumbu karang yang sangat kaya biodiversitas. (ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com