Lokasi itu berada pada gosong pasir Pulau Pramuka yang sejak lama dikenal sebagai tujuan wisata bahari di Kepulauan Seribu. Namun, sejak tahun 2014, masyarakat di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Utara, menutup 16,7 hektar dari luasan gosong pasir itu dari aktivitas pariwisata. Apalagi, penangkapan ikan.
Di tengah-tengahnya didirikan pos berbahan kayu, tempat warga melakukan pengawasan dan perawatan karang. Di dermaga sederhana pos itu, terpasang papan putih bertuliskan ”Areal Perlindungan Laut Gosong Pulau Pramuka, Padang Nemo, Program Konservasi Terumbu Karang”.
Dari dermaga itu, pengunjung bisa melihat sembilan kotak hitam membayang di atas hamparan gosong pasir putih. Warna hitam membayang tersebut merupakan rataan terumbu karang yang diciptakan warga sekitar. Antarkotak tetap dibiarkan berupa padang pasir untuk menjadi pijakan kaki peneliti atau wisatawan.
Jernihnya air saat itu membuat warna-warna cerah karang menyembul. Pemandangan itu membuat kami tak sabar untuk menceburkan diri. Tak perlu menggunakan alat selam untuk bisa mendekat ke tubuh karang. Dengan kedalaman hanya sekitar 2 meter, bahkan kurang, siapa saja cukup ber-snorkeling.
”Areal ini baru dibuka untuk umum tahun 2016 mendatang. Sekarang kami perbolehkan, karena ada Pak Sumarto (pejabat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang pernah menjabat Kepala TN Kepulauan Seribu),” kata Mahmudin (56) atau dikenal dengan Pak May, Sekretaris Lembaga Areal Perlindungan Laut (APL) Kelurahan Pulau Panggang.
”Kalau ada kapal mendekat pasti disuruh pergi, karena APL masih ditutup masyarakat,” kata Abah Sairan, polisi hutan TN Kepulauan Seribu yang mendampingi rombongan Eco Diver Journalists dan The Nature Conservancy ke APL Padang Nemo.
Selain di area dangkal, lokasi APL itu juga mencakup hingga kedalaman 23 meter. Ia menjelaskan, pendataan di tahun 2010 menunjukkan area itu hanya memiliki 36 genera karang. Kini, jenisnya meningkat menjadi 214 genera yang terdiri atas 613 spesies.
Jumlah ini melebihi jenis karang di Kepulauan Seribu yang ”hanya” memiliki 68 genera dan 134 spesies. Berbagai jenis karang tamu itu dihadirkan May dari Raja Ampat, Bunaken, serta berbagai daerah di Indonesia timur lainnya. Ia yang berprofesi sebagai pembudidaya karang hias Pondok Karang di Kepulauan Seribu, mendapatkannya saat memberikan pelatihan rehabilitasi karang di berbagai daerah.
Karang-karang dari berbagai daerah itu kemudian dibudidayakan Pak May yang juga pembudidaya karang hias Pondok Karang di Kepulauan Seribu. Ia pun menerima pesanan adopsi atau rehabilitasi karang seharga Rp 750.000 per rak (isi 49 buah karang) yang akan ditaruh di APL.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.