Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Hari Dua Malam Mencicipi Keragaman Kota Seoul

Kompas.com - 17/06/2015, 08:21 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

Ada juga kartu untuk berkali-kali perjalanan dan bisa diisi ulang. Harga kartu 2.500 Won. Biaya perjalanan akan lebih murah 100 Won bila menggunakan kartu itu. Dan, pengguna tak harus mengantri tiap saat di mesin transaksi.

Setelah ke Museum Perang Korea di dekat stasiun Samgakji, saya ke daerah Insadong. Ini adalah area pameran dan penjualan barang-barang seni dan kerajinan dengan konsep pedestrian. Jalannya rindang. Tak ada kan kawasan pedestrian untuk berjualan karya seni di Jakarta?

Ada sejumlah galeri seni yang menggelar pameran. Sejumlah orang menyaksikan pameran lukisan. Di luar, ada penjual teko dan gelas keramik untuk menghidangkan teh sampai tirai dan tas yang terbuat dari dari bahan linen berkualitas. Harganya bisa jutaan.

Ada dua gerai teh cukup terkenal di daerah Insadong. saya mencoba keduanya. Gerai pertama tradisonal. Saya mencoba teh mistletoe yang katanya bisa mendukung kerja ginjal dan mengatasi hipertensi. Saya penasaran saja seperti apa mistletoe kalau dibikin teh. Lumayan.

Gerai lain yang saya coba berkonsep modern, mengandalkan teh yang dikatakan berasal dari Jeju Island. Saya minum gua gelas teh. Yang pertama adalah es green tea Jeju dan yang kedua adalah double shot green tea latte. Matcha pada double shot-nya nendang.

Yunanto Wiji Utomo Rumah Hanok di kawasan Buckon, Seoul.
Berjalan sekitar 1,5 kilometer dari Insadong, saya mengunjungi kampung dengan rumah-rumah tradisional yang masih terpelihara baik. Rumah itu disebut Hanok, terletak di wilayah yang bernama Buckon.

Buckon ibarat oase di tengah kota Seoul yang penuh gedung bertingkat. Indah karena di tengah megapolitan terdapat kampung dengan rumah tradisional yang bersih, terpelihara, dan mnjadi obyek wisata.

Hanok unik secara sains dan lingkungan. Secara sains, hanok punya sistem pemanasan bernama ondol yang memuat penghuninya merasa hangat di tengah musim dingin. Secara lingkungan, Hanok ramah kepada alam karena memanfaatkan material di sekitarnya.

Saya hanya berkeliling dan mencicipi kue-kue khas Korea di Buckon. Namun bagi yang menginginkan, ada sejumlah kursus seni. Ada juga sejumlah rumah yang kini menjadi guest house jika berminat bermalam di kampung itu.

Jakarta punya sejumlah kampung yang dilestarikan menjadi kampung Betawi. Saya hanya berpikir, mungkin area di Jakarta itu perlu dikembangkan lagi sehingga bisa menjadi obyek wisata yang menarik turis mancanegara.

Malam Kedua

Sabtu (6/6/2015) malam, saya kembali ke dekat tempat menginap di Itaewon. Saya malas membayar mahal untuk taksi pulang. Di samping itu, ada sejumlah gang di Itaewon yang belum saya jelajahi. Ya, gang. Itaewon memang terdiri atas gang-gang, bukan blok-blok.

Setelah makan malam dan sedikit istirahat, saya keluar sekitar pukul 11.00 malam. Host tempat saya menginap mengatakan, kemacetan di Itaewon baru memuncak mulai waktu tersebut. Benar saja, begitu keluar gang, orang sudah memadati trotoar.

Saya melewati area yang mungkin Anda tak akan pernah minati. Di Usadan-ro, ada wilayah yang bernama Homo Hill. Di sana, terdapat sejumlah bar untuk kalangan lesbian, gay, biseksual dan transeksual. Satu gang untuk transgender, gang lain untuk gay.

Tak ada yang spesial. Hanya tampak kaum LGBT setempat dan juga wisatawan bergerombol di bar atau di gang sambil minum bir atau cocktail. Nuansa gay-nya pun lebih samar, tak seperti Shinjuku 2-chome di Tokyo yang lebih vulgar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com